Jurit Malam: Batas Kerajaan Pajajaran di Gunung Tangkil Sukabumi

Jurit Malam: Batas Kerajaan Pajajaran di Gunung Tangkil Sukabumi

Syahdan Alamsyah - detikJabar
Kamis, 27 Okt 2022 23:00 WIB
Malam gelap di Gunung Tangkil Sukabumi.
Gelap di Gunung Tangkil Sukabumi (Foto: Syahdan Alamsyah/detikJabar).
Sukabumi -

Gunung Tangkil di kawasan Cagar Alam Sukawayana, Desa/Kecamatan Cikakak, Kabupaten Sukabumi menyimpan ribuan misteri yang belum banyak terungkap. Masih banyak yang belum terpecahkan sepekat suasana malam di kawasan tersebut.

Kades Cikakak Dede Mulyadi mengatakan di tepian Gunung Tangkil, di bawah Cagar Alam Sukawayana terdapat aliran Sungai Cisukawayana dimana lokasi itu selalu diadakan tradisi ngabumbang setiap tanggal 14 Maulid di penanggalan Hijriyah.

"Tradisi itu sudah ada sejak berdirinya Desa Cikakak di tahun 1880, itu berdasarkan sejarah desa ya. Jadi runutan sejarahnya sudah lama, dilakukan tiap tanggal 14 mulud, kalau tahun ini sekitar dua minggu yang lalu di bulan Oktober," kata Dede kepada detikJabar, Kamis (27/10/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dede menjelaskan bagi kalangan spiritual tradisi ngabumbang adalah sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan dilakukan di kawasan tersebut.

"Bagi yang meyakini, tradisi itu dianggap sebagai sarana pembersihan diri baik lahir maupun batin. Itu dilakukan dengan mandi bersama di aliran Sungai Cikakak, saat kemarin itu mulai dari siang, sore hingga malam," ungkapnya.

ADVERTISEMENT

Dede mengaku belum mengetahui secara luas soal kawasan Cagar Alam tempat gagahnya area perbukitan Gunung Tangkil.

"Erat kaitannya dengan sejarah jaman kerajaan Pajajaran, Prabu Siliwangi dan kisah antara Banten dan Pajajaran. Namun kisah secara luasnya saya tidak mengetahui," tutup Dede.

Dalam sebuah perbincangan dengan detikJabar beberapa waktu lalu, H Aceng salah seorang warga Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi mengisahkan tentang batas kerajaan Pajajaran di kawasan Sukawayana. Aceng sendiri kerap mengantar peziarah ke sejumlah lokasi salah satunya Gunung Tangkil.

"Batas (wilayah) dengan Banten itu dulu bukan Sungai Cibareno seperti yang diketahui sekarang, namun batasnya itu ada di Sungai Sukawayana, jadi perbatasannya ini pada jaman kerajaan Pajajaran. Jaman kesultanan Banten dengan Kerajaan Pajajaran Prabu siliwangi itu Sukawayana," ujar Aceng.

Hal itu yang kemudian menjadi alasan banyaknya makam para aulia yang berada di garis perbatasan. Hal itu dianggap sebagai penjaga kawasan perbatasan.

"Cibareno itu batas administrasi sebelah, makanya ketika para wali tinggal di perbatasanan logikanya mereka menjaga perbatasan dari Bogor untuk menjaga kerajaan. Ini kan yang di atas juga ada kemudian di pinggir Sukawayana, makanya katanya kalau yang punya ilmu yang dari Banten mau ke Selatan mau ke Parahyangan (ilmunya) jatuh disini, yang dari sana mau ke Banten lewat Sukawayana enggak akan kebawa (ilmunya)," beber dia.

Udara dingin menyergap di Sukawayana, perlahan langkah kaki menapaki undakan tangga di area makam keramat Syekh Qudratullah. Makam itu hingga kini masih menjadi spot ziarah yang kebanyakan dari daerah Bogor.

(sya/mso)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads