Kisah Pemuda Pejuang Lingkungan dari Sukabumi yang Mendunia

Sumpah Pemuda 2022

Kisah Pemuda Pejuang Lingkungan dari Sukabumi yang Mendunia

Siti Fatimah - detikJabar
Jumat, 28 Okt 2022 06:00 WIB
Komunitas Saling.id (Sahabat Lingkungan) yang fokus penanganan sampah
Komunitas Saling.id (Sahabat Lingkungan) yang fokus penanganan sampah. (Foto: Istimewa)
Sukabumi -

Isu lingkungan masih menjadi momok permasalahan di dunia termasuk di Indonesia. Mulai dari pemanasan global, sampah makanan, polusi plastik, penggundulan hutan dan lain sebagainya.

Sebuah laporan jurnal sains, Nature mencatat, saat ini ada 11 juta ton plastik masuk ke lautan setiap tahun, merusak habitat satwa liar dan hewan yang hidup di dalamnya. Penelitian juga menemukan, apabila tidak ada tindakan yang diambil, krisis plastik akan tumbuh menjadi 29 juta metrik ton per tahun pada 2040.

Hal itu mendorong tiga pemuda asal Sukabumi yaitu Deruz, Neviawati dan Ruswanto untuk mendirikan sebuah komunitas bernama Saling.id (Sahabat Lingkungan). Komunitas ini juga menjadi satu-satunya komunitas di Sukabumi yang menyoroti masalah lingkungan serta telah legal sebagai NGO.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Hal baik dan niat baik itu nggak usah dinanti-nanti," kata CEO Saling.id Deruz mengawali perbincangan dengan detikJabar beberapa waktu lalu.

Pergerakan Dimulai Tahun 2018

Dia mengatakan, mereka memiliki keresahan yang sama yaitu ingin bergerak merubah lingkungan. Awal pergerakan mereka dimulai pada 2018 lalu dengan program penanaman pohon.

ADVERTISEMENT

Mereka menggaet beberapa relawan untuk memelopori program seribu pohon per desa. Komunitas dengan logo tangan memeluk bumi ini ternyata mendapat respons yang luar biasa di tahun pertamanya itu.

"Awal pergerakan fokus ke lingkungan dan sosial. Logo pertama kita tangan memeluk bumi dengan maksud aspek yang baik-baik itu kita peluk. Waktu itu pertama penanaman seribu pohon per desa di Gegerbitung tahun 2018 akhir di November," ujarnya.

"Di bagian atas lahan yang tidak boleh dialihfungsikan itu sudah berdiri excavator dan lain-lain. Kita datang bawa bibit dan melakukan penanaman bersama relawan lain," sambungnya.

Penanaman pohon itu bermaksud sebagai upaya untuk penghijauan lahan, mengurangi penggundulan hutan hingga mencegah bencana alam. Namun sayang, program penanaman pohon itu tak bertahan lama.

"Itu bertahan dua kali keburu diteror, ditawari uang Rp 1 miliar dan lahan sekian hektar tapi kita nggak ambil," ungkapnya.

Fokus Tangani Sampah

Komunitas Saling.id (Sahabat Lingkungan) yang fokus penanganan sampahKomunitas Saling.id (Sahabat Lingkungan) yang fokus penanganan sampah Foto: Istimewa

Tak berhenti sampai di situ, mereka kembali memikirkan berbagai cara untuk tetap bergerak menyelesaikan masalah lingkungan, salah satunya perihal sampah.

"Kita pikir fokusnya ke sampah yang dekat setiap hari dengan masyarakat, karena orang setiap hari ngasilin sampah. Kebetulan 2018 itu exposure tentang lingkungan lagi ramai dalam tubuh penyu ada sedotan," ucapnya.

Akhirnya mereka kampanye lingkungan yang lebih menonjolkan tentang investasi sumber daya manusia. Mereka mengajak anak-anak muda dan orang tua untuk sadar akan pentingnya mengolah sampah.

"Kita pernah masuk ke ibu-ibu PKK tapi ada egoisme 'anak muda bisa apa' akhirnya kita pikir gimana caranya orang yang lebih tua mau sadar juga. Masuklah kita ke beberapa sekolah PAUD dengan program membuat ecobrick," kata Deruz.

"Di sana kita senang juga karena ada kolaborasi antara anak dan orang tua. Anaknya yang mengumpulkan sampah dan orang tua yang memadatkan sampah dalam botol," ucapnya.

Sampai akhirnya ecobrick ini dijadikan sebagai ajang perlombaan. Selain itu, program ecobrick juga jadi percontohan komunitas lain dalam mengolah sampah plastik.

Masuk ke Ruang Milenial

Setelah berhasil dengan program ecobrick, Sahabat Lingkungan menilai jika di Sukabumi banyak anak muda yang memiliki hobi nongkrong namun tak tersentuh untuk melakukan hal positif. Akhirnya mereka masuk ke ruang milenial sekaligus membangun kesadaran anak muda soal isu lingkungan.

"Kita bikin waktu itu Saling Session, kita bikin ngobrol-ngobrol di kafe karena kita fikir kalau kita ngadain acara talkshow di aula besar dan dihadiri oleh anak-anak muda yang tertarik ke isu lingkungan itu tidak akan menambah awarenessnya. Kita datang ke kafe, bawa musik, bawa entertain-nya, ngobrol di sana dua jam dan kita yakin ada 1 atau 2 orang yang akan sadar dan ngeuh dengan yang kita bahas," jelasnya.

Saat ini program Saling Session itu masih berlangsung dan sudah memasuki volume 11. Pergerakan mereka juga dilirik komunitas lain. Mereka seringkali diajak kolaborasi untuk sama-sama membuat kegiatan positif yang berhubungan dengan lingkungan.

Membangun Start-up

Selain menjadi Lembaga Swadaya Masyarakat (NGO), Saling.id juga membuat start-up dengan nama yang sama. Mulanya, start up itu bergerak di bidang lingkungan dengan konsep penjemputan sampah by mobile.

"Bisnis modelnya penjemputan sampah by mobile. Nanti ada yang jemput dan ditukar bisa jadi pulsa, bisa jadi ovo dan lain sebagainya. Sekarang kita ubah model bisnisnya jadi lebih mudah, kita bikin drop box di beberapa titik buat orang drop sampahnya, sistemnya sama nanti dituker poin," jelas Deruz.

Rencananya nanti akan ada mesin yang digunakan untuk memasukkan sampah non organik. Kemudian sampah itu akan ditukar dengan poin dan dapat ditukar.

"Start-up pasti sedikit banyaknya bergerak ke bisnis, nilai jualnya lebih banyak sampah non organik. Kendalanya sekarang lebih ke awareness masyarakat yang masih mikir sampah itu sesuatu yang menjijikan dan nggak bernilai," tuturnya.

Perjalanan mereka mempertahankan pergerakan Sahabat Lingkungan tak semudah yang dibayangkan. Sama seperti anak muda lainnya, mereka memiliki ego dan kesibukan yang berbeda.

"Kalau ngomongin di belakang layar, kita punya banyak perbedaan, kerja di tempat yang berbeda, beda pendapat, tahun kedua dan ketiga karena COVID-19 dan kegiatan makin stagnan, sempat mikir kayanya aku udahan aja deh, capek, nyadarin orang ternyata susah. Tapi semangat itu muncul lagi karena gerakan kita disandingin dengan akun-akun lingkungan lain, ternyata masih banyak orang yang butuh kita, akhirnya semangat itu muncul lagi," katanya.

"Hampir tiap tahun ada saja cobaannya, kayanya udah lah, capek. Semangat itu naik turun, tapi semakin banyak dukungan, makin kuat lagi," sambungnya.

Jadi Nominasi Penghargaan di London

Komunitas Saling.id (Sahabat Lingkungan) yang fokus penanganan sampahKomunitas Saling.id (Sahabat Lingkungan) yang fokus penanganan sampah Foto: Istimewa

Deruz mengatakan, Saling.id pernah diundang dan masuk sebagai nominasi dalam acara bertajuk The Earthshot Prize pada tahun 2021 di London. Penghargaan itu diberikan kepada lima pemenang setiap tahun atas kontribusi mereka terhadap lingkungan.

Acara ini pertama kali digelar pada tahun 2021 dan direncanakan akan berjalan setiap tahun hingga 2030. Setiap pemenang menerima hibah sebesar 1 juta euro untuk melanjutkan program lingkungan mereka.

"Sebenarnya kalau go internasional kita sudah. Kita pernah dapat undangan dari London. Waktu pandemi, ada award dan kita masuk nominasi. Jadi sekarang cita-citanya bukan hanya go internasional tapi sekarang mimpinya anak-anak muda aware sama masalah sampah ini," ujar Deruz.

"Kita pengen ekosistem persampahan ini lebih terasa dan terlihat. Kalau kita lihat ada anak-anak muda yang bikin kegiatan tentang lingkungan dan diskusi tentang lingkungan kita senang. Aksinya kecil (seperti pakai totebag untuk belanja, pakai sedotan reusable) tapi dampaknya besar dan itu sudah jadi lifestyle atau kebiasaan baru," tutupnya.

(iqk/iqk)


Hide Ads