Siang itu matahari terasa begitu menyengat di Kota Bandung. Nampak beberapa warga berjalan melewati daerah TPU Sirnaraga usai menjalankan salat dzuhur dari masjid terdekat. Beberapa pedagang nampak sibuk menyiapkan dagangannya bagi pembeli yang biasanya adalah warga sekitar.
TPU Sirnaraga seolah bukanlah tempat dengan momok yang mengerikan. TPU ini dianggap layaknya hunian biasa, bersanding dengan perkampungan sekitar. Wara-wiri keranda yang kosong sejalur dengan wara-wiri jalan yang digunakan oleh warga melintas dengan kendaraannya.
Anak-anak kampung bermain, bercanda gurau, di sela-sela ribuan nisan. Bahkan jika ada peziarah yang datang, mereka bisa menunjukkan dimana letaknya. Cukup sebutkan nama pada nisan dan ciri-cirinya. Mereka hapal di luar kepala, sebab itu lah tempat bermainnya.
Bicara soal TPU yang satu ini, memang memiliki banyak keunikan. Tak hanya karena lahannya yang luas, namun juga menjadi TPU muslim tertua di kota Bandung. Sebagai TPU tertua, tentu terdapat banyak cerita di dalamnya.
Namanya Sirnaraga, yang berarti badan yang hilang atau lenyap. Memiliki arti yang begitu dalam mengenai tempat peristirahatan kita untuk yang terakhir kalinya.
"Makam ini kurang lebih luasnya 12 hektar dengan 40.000 jumlah total kuburan. Makam Sirnaraga sebetulnya tidak diketahui berdiri sejak kapan, diperkirakan sekitar tahun 1920 namun ada makam yang sudah dikuburkan sejak tahun 1602. Makam tersebut disebut makam mbah Panjang," cerita Mirdha Airina mengawali sesi walking tour Cerita Bandung.
1. Terdapat Makam Tertua, Makam Mbah Panjang
Sebagai seorang story teller, ia berusaha menjelaskan sejarah dari berbagai literasi yang tak banyak orang tahu, termasuk cerita yang tersimpan dalam makam Sirnaraga. Makam mbah Panjang ini merupakan dua makam dengan nisan yang bertuliskan nama laki-laki dan perempuan khas kerajaan zaman dahulu.
Tertulis nama Ki Ageng Stio Penditoratu dan Putri Dewi Lintang Trengganu, diduga keduanya adalah pasutri dari kerajaan Mataram yang diperkirakan pada sekitar tahun 1602 tersebut sedang menguasai tanah Parahyangan. Disebut makam mbah Panjang karena makam tersebut memiliki panjang kurang lebih dua meter.
Namun sayangnya sudah tak diketahui lagi letak persis makam mbah Panjang sebab terlalu banyak kuburan yang ada di makam Sirnaraga. Mayoritas makam pun berbeda-beda kondisinya, ada yang masih terawat dengan baik namun tak jarang nama pada nisannya tak terbaca lagi.
2. Terdapat Makam Penjahat Kelas Kakap
Kemudian Sirnaraga ini juga menjadi tempat peristirahatan terakhir bagi penjahat kelas kakap yang sangat terkenal di Bandung pada tahun 70-an. Ialah Mat Peci, sosok penjahat yang selalu menggunakan peci.
Pria yang berasal dari Leuwigoong, Garut ini sebetulnya adalah anak keturunan orang berada. Namun ia telah menentukan pilihan hidupnya menjadi seorang kriminal. Ia tak punya belas kasih pada mereka yang tak bersalah.
"Mat Peci jatuh cinta dengan seorang gadis bernama Euis, namun kisah mereka terhalang restu orang tua. Dengan penuh kekecewaan ia merantau ke Bandung menjadi calo tiket bioskop di Cicadas (bioskop Liberty). Ia bergaul dengan para preman dan terpengaruh profesi itu," ungkap Mirdha.
Pemilik nama asli Mamat bin Sutomo ini mulai terbiasa melakukan kejahatan. Ia tak segan membunuh seorang sersan untuk merampas pistolnya. Pistol tersebut kemudian digunakan untuk merampok. Sebut lah salah satu kasusnya yang paling terkenal ialah merampok dan menembak mati pasutri di sekitar jalan Paskal.
"Sampai akhirnya, cinta yang membuatnya berhasil diringkus polisi. Suatu hari buronan polisi ini bertemu dengan Euis yang menjadi pelacur di Cicadas. Mat Peci membawa Euis bertamasya ke Danau Cangkuang, kemudian menyeberang danau menuju Candi Cangkuang," kisah Mirdha.
"Ada mitos bahwa sepasang kekasih yang menyeberang ke Candi Cangkuang bisa putus. Mitos itu terjadi pada mereka, karena sepulangnya dari situ Mat Peci sudah diikuti polisi. Sampai akhirnya Mat Peci mengalami luka di bagian kaki, yang menyebabkan ia tak lagi kebal senjata saat sampai di Stasiun Leuwigoong," lanjutnya.
Mat Peci mengantongi ilmu kebal, inilah yang membuatnya konon begitu sulit ditangkap meski dihujani peluru oleh polisi. Namun, satu titik kelemahannya yakni bagian kaki. Saat kakinya sudah terluka, maka kekebalannya pun hilang. Mat Peci berhasil ditembak mati oleh polisi, di stasiun kampung halamannya.
Karena kesohoran cerita ini, kisah Mat Peci pernah diangkat menjadi film dengan judul 'Mat Peci (Pembunuh Berdarah Dingin)' yang diproduksi PT Diah Pitaloka Film. Pemeran utamanya adalah aktor kawakan Rachmat Hidayat, dengan pemeran wanita Doris Callebaute.
"Jenazah Mat Peci setelah diproses oleh polisi pun dimakamkan di Sirnaraga. Namun karena khawatir tak akan diterima warga karena sejarah kelamnya semasa hidup, Mat Peci dikuburkan dengan nama samaran yakni Dharma Utama," kata Mirdha.
Hingga kini, makam Dharma Utama alias Mat Peci juga sulit ditemukan. Penjaga kubur setempat pun mengaku kalau mungkin kuburan tersebut sudah tak terurus lagi mengingat tak ada lagi yang ingin berziarah ke makamnya.
Namun katanya, dahulu makam Dharma Utama ramai diziarahi para preman. Diduga preman-preman berziarah untuk melakukan permohonan agar memperoleh ilmu kebal.
(aau/mso)