Ceria dan penuh semangat. Mungkin itulah gambaran suasana aktivitas di Pesantren Tahfizh Quran Tuna Netra Sam'an Darushudur. Dengan segala keterbatasan, santri-santri di pesantren ini tampak antusias menjalani kegiatan demi kegiatan.
Pesantren Tahfizh Quran Tuna Netra Sam'an Darushudur merupakan pesantren khusus tuna netra yang berada di Desa Cimenyan, Kabupaten Bandung. Sudah sejak 2018 pesantren ini hadir. Sebanyak 27 orang santri menimba ilmu di pesantren ini.
Pesantren ini didirikan oleh Ridwan Efendi, seorang Doktor Bahasa Arab. Nama Sam'an juga merupakan sebuah metode belajar yang ditemukan oleh Ridwan dan kini diterapkan di pesantren tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Mengenal Istilah Santri Kalong |
Padsah Khusaeri, pengurus Pesantren Tahfizh Quran Tuna Netra Sam'an Darushudur mengatakan, sejak didirikan, ada dua program yang diajarkan pesantren kepada para santri. Dua program itu ialah Takhassus dan Muballighin.
"Adapun program disini ada dua yaitu program Takhassus dan Muballighin. Takhassus itu 90% menghafal Alquran dibekali juga dengan ilmu. Muballighin yang selain diarahkan seorang Tahfizh juga dibekali ilmu-ilmu fiqih, bahasa arab dan sebagainya," kata Padsah.
![]() |
"Untuk tahun kelima ini, kami ada 27 santri dari berbagai daerah, Jabar, Jatim, Jateng, Banten, DKI Jakarta, Kalimantan, Aceh dan lainnya. Kita juga ada pesantren online yang mencakup seluruh Indonesia," imbuhnya.
Tidak hanya dua program tersebut, Pesantren Tahfizh Quran Tuna Netra Sam'an Darushudur juga punya lima pilar dasar yang diterapkan. Lima pilar itu meliputi pondok bahasa, pondok inklusi, pondok sehat, pondok mandiri dan pondoj digital.
Padsah menjelaskan, pondok bahasa merupakan upaya dari pesantren agar para santri ini dianjurkan menguasai bahasa, yaitu bahasa Arab hingga bahasa Inggris. Kemudian pondok inklusi adalah mengajak santri untuk bisa hidup berbaur dengan masyarakat umum.
"Pondok sehat, menganjurkan hidup bersih sehat. Bersih yang diterapkan di berbagai hal, makanan, jasmani dan lain-lain. Pondok mandiri, agar santri bisa mandiri ketika keluar tidak bergantung pada orang lain tapi bisa bermanfaat bagi orang lain dengan kemandirian itu," ujarnya.
"Kemudian pondok digital, dimana santri dianjurkan menguasai digital, diantaranya komputer internet smartphone karena zaman sekarang harus melek digital," imbuhnya.
Ia juga mengungkapkan, santri di Pesantren Pesantren Tahfizh Quran Tuna Netra Sam'an Darushudur tidak dipungut biaya sepeser pun. Menurutnya biaya operasional pesantren didapat dari orang-orang yang dengan sukarela memberikan donatur. Salah satunya yakni bantuan dari komunitas Gerakan Infak Beras (GIB) Bandung yang rutin memberi bantuan berupa beras.
"Alhamdulillah untuk santri dari pertama sampai sekarang tidak dibebankan biaya. Kita mengandalkan donatur yang berniat membantu dan berbagi," jelas Padsah.
![]() |
Masih kata Padsah, santri-santri di pesantren ini rata-rata lulus menjadi Tahfizh setelah tiga tahun. Namun ada juga santri yang bisa lulus dengan waktu dua tahun. Menurutnya, proses menghafal Al-Quran tergantung dari kemampuan santri masing-masing.
"Sebetulnya tergantung kemampuan santri masing-masing, ada yang cepat, lambat atau sedang. Jadi kami tidak memaksakan untuk hafalan. Untuk yang empat sudah lulus itu, dia mampu selesai dua orang itu empat tahun, yang dua lagi dua tahun. Tapi standarnya program hafalan itu tiga tahun. Jadi satu tahun targetnya 10 juzz," tutup Padsah.
(bba/tey)