Mengenal Pesantren Tahfiz Tunanetra Sam'an Darushudur di Cimenyan Bandung

Hari Santri 2022

Mengenal Pesantren Tahfiz Tunanetra Sam'an Darushudur di Cimenyan Bandung

Yuga Hassani - detikJabar
Sabtu, 22 Okt 2022 07:00 WIB
Suasan di pesantren tunanetra di Kabupaten Bandung.
Suasan pesantren tunanetra di Kabupaten Bandung (Yuga Hassani/deitkJabar).
Kabupaten Bandung -

Lantunan ayat suci Al-Quran terus dikumandangkan oleh para penyandang tunanetra di Pesantren Tahfidz Tunanetra Sam'an Darushudur, Kampung Sekegawir, Desa Cimenyan, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung.

Hari demi hari para penyandang tunanetra tersebut terus menghafalkan ayat suci Al-Quran. Bahkan sejak subuh mereka telah berkumpul melingkar di masjid.

Salah satu pendiri Pesantren tersebut, Ridwan Efendi mengatakan awal mula mendirikan pesantren tersebut adalah kala dirinya aktif memberikan pelatihan baca Al-Quran bagi penyandang tunanetra. Salah satu metode pengajarannya adalah dengan metode Sam'an.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya kan basic Bahasa Arab, terus aktif sebagai aktivis di Ikatan Tunanetra Muslim Indonesia (ITMI). Saya terus berjalan melakukan pelatihan Al-Quran dan Bahasa Arab," ujar Ridwan kepada detikJabar, belum lama ini.

Pihaknya menjelaskan metode tersebut berhasil diabadikan melalui sebuah buku. Hal tersebut dilakukan guna menyebarkan kepada para penyandang tunanetra lainnya.

ADVERTISEMENT

"Jadi saya pas melatih, saya itu punya Metode Sam'an, cara mudah belajar bahasa Arab secara cepat dan untuk memahami Al-Quran, serta untuk speaking bahasa Arab. Itu saya buat bukunya. Launching buku metode Sam'an itu tahun 2011," katanya.

Hal tersebut membuat salah satu pendiri lainnya Kang Dani mengusulkan untuk membuat suatu yayasan tunanetra. Bahkan yayasan tersebut, menurutnya harus bisa dikembangkan hingga memiliki pesantren.

"Akhirnya, Kang Dani melirik bahwa ini berpotensi, saat itu dia ngajak bangun Yayasan. Kita ngobrol dan memikirkan bagaimana membuat lembaga ke tunanetraan yang bergerak di bidang pendidikan dan pemberdayaan, serta Yayasan ini punya produk pesantren tapi konsennya kita di pelatihan Al-Quran Braille," ucapnya.

Suasan di pesantren tunanetra di Kabupaten Bandung.Suasan di pesantren tunanetra di Kabupaten Bandung. Foto: Yuga Hassani

Pada 2014 Yayasan Sam'an Netramulya berdiri. Yayasan itu didirikan bersama Kang Dani dan dua orang lainnya.

"Iyah tahun 2014 kita mencoba membangun Yayasan Sam'an Netramulya," ucapnya.

Dia mengungkapkan yayasan tersebut bergerak dalam melakukan pelatihan Al-Quran Braille. Pasalnya, dia kerap menerima wakaf Al-Quran braille dari masyarakat.

"Emang sekarang Al-Quran braille itu banyak tapi kalau teman-teman tunanetra nggak dilatih, mau gimana. Ibarat diberi pistol tapi nggak dibekali peluru, nggak bisa nembak. Kasihan bagi mereka yang mewakafkan Al-Quran braille tapi keilmuannya nggak terbangun," tuturnya.

Ridwan menyebutkan penuh perjuangan saat mengajarkan metode sam'an kepada para penyandang tunanetra. Apalagi, menurutnya metode tersebut memiliki segmentasi tunanetra yang telah bisa Arab braille terlebih dahulu.

"Karena nggak mungkin melatih Al-Quran braille dengan atau kepada tunanetra yang tidak atau belum paham braille. Karena, basic kuatnya ya harus paham terhadap Al-Quran Braille," kata Ridwan.

Setelah menjalankan yayasan dengan metode Sam'an pada 2014 silam, baru pada 2018 dirinya berhasil mewujudkan mendirikan pesantren. Dia menuturkan pesantren tersebut didirkan bukan hanya soal pendidika agama. Tapi juga mengedepankan kreatifitas untuk lebih berprestasi.

"Alhamdulillah sekarang udah ada 4 generasi. Emang ternyata sejak pertama berdiri, anak-anak tunanetra ini punya bakat beragam, ada yang berpotensi di seni di ngaji, di olahraga yang jelas tunanetra tidak hanya di satu titik pusaran saja," ucap Ridwan.

Menurutnya pesantren itu memiliki rasa motivasi yang kuat kepada setiap santrinya untuk mengenal dirinya masing-masing. Sehingga menurutnya para santrinya bisa bangkit di tengah keterbatasan.

"Itu juga yang mendorong kita untuk menuntut teman-teman tunanetra yang lain agar mau membuka pikiran mereka. Di sini, saya mengupayakan mewujudkan mimpi, bahwa tunanetra itu punya kemampuan dan kelebihan," katanya.

Ridwan menuturkan saat ini pesantren binaannya sudah mencetak 12 penghafal Al-Quran. Namun, baru ada 4 santri yang hafal 30 Juz.

"Kita terus beri semangat santri-santri lainnya supaya bisa berkembang," ucapnya.

Selain tahfidz, Ridwan mengaku dalam pesantren tersebut mengajarkan ilmu tentang teknologi informasi.

"Sekarang juga Tunanetra sudah ahli IT, seperti Edi salah satu guru kita yang ahli coding. Nah, satu hal yang kita banggakan, dari hasil kerjasama dengan salah satu perusahaan, kita diberi kesempatan, jadi santri kita bisa bekerja menjadi ahli IT nya di perusahaan itu," jelasnya.

"Kita juga pakai sosial media, ada juga aplikasi WA untuk memberitahukan masyarakat luas bahwa pesantren ini ada," tambahnya.

Aktivitas para santri pun sangat berkualitas. Sejak pukul 03.30 WIB santri sudah memulai aktivitas dengan tahajud.

"Aktivitas di sini, mulai dari Tahajud, kemudian solat subuh berjamah, baca dzikir, habis itu istirahat untuk persiapan yang lain untuk belajar, ada juga di hari tertentu senam," kata Ridwan.

Pihaknya menambahkan pesantren tahfidz Tunanetra Sam'an Darushudur memiliki dua jurusan yakni jurusan Mubalig dan Tahfidz.

"Di kita ada dua jurusan, ada jurusan menjadi Mubalig ada juga jurusan menjadi Mubaligh tapi tetep Mubalig juga wajib menghapal standarnya 3 juz. Untuk yang Hafid harus hapal 30 Juz dalam kurun waktu 3 tahun," jelasnya.

Dia menjelaskan saat ini ada 25 santri yang belajar di Pesantren Tahfiz Sam'an Darushudur. Dalam waktu dekat, kata dia, penerimaan santri baru akan dimulai.

"Jumlah santri laki-laki 18 orang perempuan 7. Sekarang mau penerimaan baru dan santri perempuannya agak banyak, kita juga terbatas untuk tempat tinggal," ungkapnya.

Ridwan mengaku saat ini anak-anak tunanetra banyak yang mengedepankan fungsi pendengaran atau audio. Namun, menurutnya pesantren tersebut tetap menggunakan perabaan.

"Saat ini braille agak ditinggalkan, karena fungsi pendengaran yang dikedepankan. Memang saat ini Audio dan Speaking lagi di kedepankan, perabaan di tinggalkan, kalau di sini enggak kita gabung ke duanya," ucap Ridwan.

Pada saat pertama kali berdiri, banyak beberapa santri dan keluarganya yang mengagumi sosok Ridwan. Apalagi saat ini, Ridwan telah menyelesaikan pendidikan S-3nya.

"Memang mereka mengakui banyak yang terinspirasi oleh saya, karena pendidikan saya, meski saya tunanetra. Nah, konsep bermanfaat yang saya dan Kang Dani tanamkan tidak hanya untuk satu hal, baik dari Seni nya, pendidikannya, Agamanya, itu juga kami lakukan. Makanya di sini juga santrinya pada kami kuliah kan," tuturnya.

"Bahkan, ada juga Tunanetra yang baru tahu bahwa Tunanetra itu bisa jadi Sarjana, banyak tuh yang awalnya bisa lihat kemudian menjadi Tunanetra akhirnya mentalnya down, setelah di sini baru bangkit lagi dan bisa melanjutkan kuliahnya," jelasnya.

Ridwan mengungkapkan saat ini masih banyak para penyandang tunanetra yang mengalami krisis percaya diri. Menurutnya hal tersebut pun dialaminya pada saat dahulu.

"Sama saya juga dulu gitu berfikir sendiri, individual, karena rata-rata tunanetra itu mengalami bahasanya mental yang hancur yang membuat krisis percaya diri, itu saya alami juga," bebernya.

Ridwan menambahkan apalagi saat ini beberapa masyarakat masih diskriminatif terhadap penyandang tunanetra.

"Saya alami itu, waktu mau kerja juga saya alami, saya bilang saya bisa ini, bisa itu, proses meyakinkan yang panjang juga, hal itu juga membuat banyak yang merasa penyandang tunanetra itu sama," ujarnya.

(mso/mso)


Hide Ads