Cerita Asep Penjual Emas di Jalanan Bandung: Iseng Jadi Keterusan

Serba-serbi Warga

Cerita Asep Penjual Emas di Jalanan Bandung: Iseng Jadi Keterusan

Sudirman Wamad - detikJabar
Jumat, 14 Okt 2022 20:30 WIB
Asep Wahyu, penjual emas di depan Pasar Kosambi Bandung
Asep Wahyu, penjual emas di depan Pasar Kosambi Bandung (Foto: Sudirman Wamad/ detikJabar)
Bandung -

Asep Wahyu tengah duduk santai sembari bermain gawai di lapak jual-beli emasnya. Asep sudah puluhan tahun membuka jasa jual-beli emas di depan Pasar Kosambi Kota Bandung.

Lapak milik Asep memang tak besar. Gerobak dengan tinggi sedada orang dewasa, lebarnya tak sampai satu meter. Dipenuhi tulisan 'terima jual-beli emas'. Hari ini, Jumat (14/10/2022), belum ada seorang pun yang menjual emasnya ke Asep. Tapi, Asep tampak tenang. Ia sudah terbiasa alami pasangan surut di bisnis yang ia geluti sejak 1996 itu.

"Sudah tiga hari tidak ada yang ke sini. Ya namanya juga mencari rezeki, kadang ada, kadang sepi," kata Asep saat berbincang dengan detikJabar.

Asep ditemani kopi dan botol air kemasan yang masih penuh. Kopinya tak lagi panas. Pria berusia 48 tahun itu biasanya menghabiskan empat gelas kopi dalam sehari. Tapi, ia juga banter meminum air mineral.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tenangnya Asep ketika tak kunjung ada orang yang menjualnya emas merupakan sikap. Asep tampak begitu religius. Secara penampilan memang biasa saja. Asep mengaku berpasrah atas rezeki yang ia dapatkan saban hari pada Yang Mahakuasa.

Asep Wahyu, penjual emas di depan Pasar Kosambi BandungAsep Wahyu, penjual emas di depan Pasar Kosambi Bandung Foto: Sudirman Wamad/ detikJabar

Tapi, menurut Asep, rezeki tetap harus dijemput. Lapak jual beli-emas yang Asep punya merupakan ladang rezeki dan ibadahnya. Lapak kecil yang penuh dengan perjuangan hidupnya.

ADVERTISEMENT

"Berpasrah itu tak serta merta diam di rumah. Ya kerja, terus jualan atau lainnya. Hasilnya diserahkan ke yang di atas," ucapnya.

Penjualan emas saat ini tak begitu landai. Penjual emas yang datang ke lapak Asep tak bisa diprediksi. Tapi, Asep tetap yakin bisa memenuhi kebutuhan hidupnya.

"Sekarang harga emas itu kisaran Rp 550 ribu per gram, ya yang 18 karat. Beda-beda tergantung kandungan emasnya," kata Asep.

Iseng-iseng Keenakan

Sudah 25 tahun lebih Asep saban hari duduk dan berinteraksi demi mendapatkan rezeki di depan Pasar Kosambi. Sebelum memilih berbisnis emas, ia pernah bekerja di BPJAMSOSTEK. Kemudian ia keluar memilih berjualan emas.

"Cape. Makanya pengin bebas dan berbisnis," tuturnya.

Asep sejatinya pernah peluang untuk menjadi PNS. Sebab, orang tuanya merupakan PNS. Namun, Asep menolak untuk mengikuti jejak orang tuanya. Bebas dan terikat aturan menjadi alasannya.

Ia pun akhirnya mantap berbisnis emas. Asep tak menampik awalnya hanya iseng belaka. Pelan tapi pasti, relasi terjalin hingga akhirnya Asep membuka lapak pada 1996. Sudah tiga kali Asep pindah lapak. Awalnya, lapak Asep berdekatan dengan kios.

"Iseng-iseng, akhirnya keterusan. Dan, sampai sekarang alhamdulillah masih diberi kesehatan untuk cari nafkah di sini," katanya.

Kala itu Asep masih bujang. Hidupnya penuh dengan kebebasan. Hingga akhirnya, tahun 2005 ia meminang seorang perempuan. Asep pun dikarunia tiga anak.

"Sudah hapal karena puluhan tahun ya, jadi kalau saya pegang emas dan saya kira-kira masanya berapa, itu ya bisa saya tebak. Tapi, sekarang mah sudah ada timbangan digital," katanya.

Laba yang Asep dapat memang tak pasti. Dulu, Asep masih bergantung dengan orang lain. Ia harus meminjam uang dulu untuk bisa membeli emas yang ditawarkan orang. Kini Asep bisa mandiri. Bahkan, bisa langsung menjual emasnya ke bandar.

"Kalau saya dapat, misalnya empat gram. Saya tak langsung jual, dikumpulkan dulu. Kemudian dilebur. Nah, setelah dilebur dijual ke bandar. Harganya tergantung kadar emasnya," kata Asep.

Krisis Moneter

Berbisnis jual-beli emas membuat Asep belajar banyak tentang hidup. Ia telah melewati pasang surut hidup. Bahkan, Asep pernah mengalami masa kejayaan saat orang lain kelimpungan. Tepatnya, krisis moneter 1998, saat Presiden Soeharto lengser.

Kala itu, Asep banjir menerima jual-beli emas. Harga emas melonjak sat itu. Nilai tukar Rupiah merosot terhadap Dolar. Sehari Asep bisa kantongi Rp 2 jutaan lebih. Harga emas saat itu tembus Rp 140 ribu per gramnya.

"Jadi, waktu itu banyak orang jual emas. Karena harganya lagi tinggi. Itu masa jaya-jayanya tuh. Waktu itu saya masih berbagi dengan empat teman, jadi hasilnya dibagi empat orang," kata Asep.

Masa kejayaan itu menguatkan asa Asep untuk mandiri berbisnis. Tapi, setelah krisis moneter harga emas kembali turun. "Jadi roda itu berputar kaya hidup, usaha juga gitu," ucapnya.

"Kalau sekarang mah stabil. Saya menerima apapun kondisi emas, ada yang sudah patah, tanpa surat dan lainnya," kata Asep.

Perbincangan dengan Asep ditutup dengan hujan yang mengguyur Bandung. Asep pun mengaku belajar banyak dari logam mulia. Harga yang naik turun ibarat kehidupan.




(sud/yum)


Hide Ads