'Kuburan Anak Bayi', Julukan Menyeramkan Bandung Tempo Dulu

Lorong Waktu

'Kuburan Anak Bayi', Julukan Menyeramkan Bandung Tempo Dulu

Sudirman Wamad - detikJabar
Sabtu, 01 Okt 2022 08:45 WIB
Kuburan Astanaanyar Kota Bandung
TPU Astana Anyar Kota Bandung (Foto: Sudirman Wamad/ detikJabar)
Bandung -

Kota Bandung telah berusia 212 tahun. Kota bersejarah yang menyimpan banyak kisah. Bandung dulunya adalah bekas danau purba, sehingga sempat menyisakan rawa-rawa begitu danau purba 'jebol' dan seiring berjalannya waktu berubah menjadi metropolitan.

Dalam catatan sejarah, Bandung memiliki banyak julukan. Seperti Paris van Java, Kota Kembang, dan 'Paradise in Exile' atau Surga dalam Pembuangan. Semua julukan itu tersemat karena peristiwa, identitas, tradisi atau budaya yang ada di Bandung.

Julukan lainnya yang pernah melekat di Bandung adalah kinderkerkhof atau kuburan anak bayi. Julukan ini sempat disematkan pada kota yang baru saja berusia 212 tahun itu karena tingginya angka kematian bayi pada pertengahan abad-19.

Dikutip dari jurnal Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung yang disusun Nandang Rusnandar yang berjudul 'Sejarah Kota Bandung "Bergedessa" (Desa Udik) Menjadi Bandung "Heurin Ku Tangtung" Metropolitan, yang terbit di Pantajala Vol 2 No 2 Tahun 2010, Kota Bandung pada pertengahan abad ke-19 masih merupakan desa yang sunyi sepi. Bandung dikenal dengan sebutan een kleine berg dessa (desa pegunungan yang mungil).

Jurnal itu menyebutkan desa yang kecil ini asal muasalnya merupakan bekas danau, maka di atas area ini masih banyak rawa di sana-sini sehingga menjadi sumber penyakit seperti malaria atau kolera, yang menyebabkan tingkat kematian balita yang amat tinggi.

"Hal tersebut menjadikan desa ini pun mendapat julukan kinderkerkhof (kuburan anak bayi), terbukti pada waktu itu banyaknya kuburan anak balita di setiap halaman rumah," tulis Nandang dalam jurnalnya yang mengutip dari buku Haryoto Kunto:1996.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kuburan Astanaanyar Kota BandungKuburan Astanaanyar Kota Bandung Foto: Sudirman Wamad/ detikJabar



Lebih lanjut, pada periode 1910 itu Bandung diserang wabah kolera. Tingkat kematian pun tinggi. Wabah mengerikan yang menyerang Bandung ini membuat pemakaman dilakukan di mana-mana, seperti halaman rumah atau lahan lainnya. Wabah ini menyerang saat Bandung berstatus gementee (kota) yang ditetapkan Gubernur Jenderal J.B. van Heutsz pada 1 April 1906,

Kemudian, Kota Bandung menerbitkan Bouwverrordening van Bandoeng, peraturan ini salah satunya mengatur pengembangan pemukiman dan penataan ruang terbuka hijau. Taman di Kota Bandung yang ada saat ini adalah produknya, selain itu dibangunlah kompleks pemakaman yang ada hingga saat ini, sehingga pemakaman warga pun bisa dilakukan di tempat pemakaman umum (TPU) yang sudah tersedia.

Pegiat sejarah dari Komunitas Aleut Ariyono Wahyu Widjajadi alias Alex, menceritakan saat itu kebiasaan masyarakat Bandung, khususnya pribumi menguburkan sanak keluarganya di halaman rumah. Sebab, saat itu belum diatur tentang penataan kota, termasuk kompleks pemakaman.

ADVERTISEMENT

Di waktu bersamaan dengan penetapan Bandung sebagai Gementee, Alex mengatakan tingkat kematian saat itu masih tinggi. Beberapa faktornya adalah adanya wabah kolera, hingga kesadaran dan keilmuan tentang kesehatan masih minim.

"Angka kematian cukup tinggi. Jadi, menurut saya bukan hanya karena wabah. Faktor lingkungan juga, karena waktu itu belum dikelola dengan baik," kata Alex kepada detikJabar.

Alex mengatakan pemerintahan Kota Bandung waktu itu menerbitkan aturan tentang penataan kota. Perlahan, kondisi kota mulai membaik. Julukan menyeramkan itu pun perlahan sirna. Salah satu aturannya adalah membuat dan memelihara kompleks pemakaman.

"Kemudian diatur kebiasaan untuk menguburkan anggota keluarga. Menguburkan itu tidak di area rumah, tapi dalam satu kompleks," kata Alex.

Kuburan Astanaanyar Kota BandungKuburan Astanaanyar Kota Bandung Foto: Sudirman Wamad/ detikJabar


"Kebiasaan menguburkan keluarga di area rumah, atau tidak dalam satu kompleks Itu yang menurut saya, yang kemudian menjadikan suasana kota suram," ucap Alex menambahkan.

Alex mengatakan pemerintah Kota Bandung sat itu membuat beberapa kompleks pemakaman, seperti TPU Astananyar dan Sirnaraga yang diperuntukkan bagi pribumi, pemakaman Pandu untuk Eropa, dan Cikadut untuk Tionghoa. Hingga akhirnya, Kota Bandung berkembang seiringan dengan perkembangan kotanya.

(sud/yum)


Hide Ads