Cerita Prabu Siliwangi di Leuweung Sancang, Mitos atau Fakta?

Cerita Prabu Siliwangi di Leuweung Sancang, Mitos atau Fakta?

Hakim Ghani - detikJabar
Minggu, 18 Sep 2022 08:30 WIB
Kawasan Leuweung Sancang di Garut.
Kawasan sekitar Leuweung Sancang di Garut. (Foto: Hakim Ghani/detikJabar)
Garut -

Leuweung Sancang atau Hutan Sancang di Kabupaten Garut, Jawa Barat merupakan salah satu hutan yang eksotis dengan beragam flora dan faunanya. Namun, Hutan Sancang juga menyimpan cerita Prabu Siliwangi yang hingga kini masih menjadi misteri.

Bukan rahasia, jika Leuweung Sancang erat kaitannya dengan sosok Prabu Siliwangi. Sebab, legenda yang paling tenar di masyarakat menyebut, jika Raja Kerajaan Padjajaran itu terakhir kali terlihat di sana dan berubah rupa menjadi macan putih.

Dalam sebuah jurnal karya Rosyadi, berjudul Legenda-legenda Keramat di Kawasan Sancang Kabupaten Garut, yang dibuat tahun 2013 lalu, seperti dilansir ejurnalpatanjala.kemdikbud.go.id, dikisahkan momen tersebut terjadi di abad ke-16.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kala itu, Prabu Siliwangi yang digambarkan sebagai sosok raja yang bijaksana, gagah perkasa dan sangat teguh dihadapkan dengan anaknya sendiri, Raden Sagara atau yang lebih dikenal dengan nama Prabu Kian Santang.

Anak ketiga dari pernikahannya dengan Nyi Mas Subanglarang itu menjadi seorang muslim dan mengajak Prabu Siliwangi menjadi seorang muslim pula. Prabu Siliwangi yang dikisahkan memegang teguh ajaran dan kepercayaan yang ditanamkan leluhurnya jelas menolak.

ADVERTISEMENT

Dia kemudian memutuskan meninggalkan Kerajaan Padjajaran yang dipimpinnya dan mengembara ke arah selatan Jawa Barat, hingga tiba di Leuweung Sancang. Aksi itu dilakukan Prabu Siliwangi, demi menghindari pertumpahan darah dengan anaknya sendiri.

Sancang konon dipilih menjadi tempat pelarian, karena di tempat tersebut berdiri Kerajaan Sancang, yang tak lain dipimpin adiknya sendiri, Maharaja Dilewa.

Prabu Kian Santang yang tak menyerah terus berupaya mengejar Prabu Siliwangi hingga menginjakkan kaki di tempat tersebut. Namun sayang, sang ayah memilih untuk menghilang dengan mengubah wujudnya menjadi macan atau yang lebih dikenal di Garut saat ini dengan istilah maung Sancang.

Lukisan di Keraton Kasepuhan CirebonLukisan di Keraton Kasepuhan Cirebon Foto: Tri Ispranoto

Dikatakan Rosyadi dalam jurnal tersebut, Prabu Siliwangi sempat menorehkan beberapa kata pada kulit sebatang pohon kayu, menggunakan pisau pangot. Dengan bunyi kalimat yaitu Kaboa panggih, kaboa moal, tapak lacak kaula ku anak incu.

"Selesai menorehkan kalimat itu, Prabu Siliwangi pun berubah wujud menjadi seekor maung loreng yang sangat besar. Demikian pula para pengiringnya," katanya.

Kisah itu lah yang selama ini dipercayai banyak orang, termasuk masyarakat di Leuweung Sancang perihal legenda Prabu Siliwangi. Seperti yang diungkap salah seorang warga Garut selatan, yang pernah bermukim lebih dari 20 tahun di kawasan Sancang, bernama Enur.

"Iya, menurut dongeng, kan Prabu Siliwangi mau disunatin sama Prabu Kian Santang. Kemudian lari ke Sancang dan berubah menjadi maung," katanya.

Senada dengan Enur, sejarawan Garut, Warjita juga mengungkapkan hal serupa. Menurut Warjita, selama ini, cerita itu yang berkembang dan menjadi kepercayaan masyarakat akan Sancang dan Prabu Siliwangi.

"Memang benar, legenda yang paling dipercayai masyarakat adalah itu. Prabu Siliwangi tilem (menghilang) di Leuweung Sancang saat dikejar anaknya Prabu Kian Santang," ujar Warjita.

Lantas, apakah cerita tersebut benar adanya, atau hanya mitos belaka? Sudut pandang lain disampaikan Warjita saat berbincang dengan detikJabar di Pendopo Garut, belum lama ini.

Warjita berpendapat, berdasarkan hasil penelusurannya, kisah tentang Prabu Siliwangi di Leuweung Sancang merupakan buatan. Cerita tersebut, diduga kuat, hanyalah akal-akalan Belanda pada zaman dahulu.

"Menurut saya, itulah pintarnya orang Belanda. Jadi cerita itu memang sengaja diciptakan," katanya.

Cerita tentang keangkeran Sancang dan kisah Prabu Siliwangi yang menjelma menjadi maung di sana, menurut Warjita hanyalah buatan Belanda. Alasannya, Belanda ingin agar Leuweung Sancang yang terkenal akan keindahan alamnya itu tetap lestari.

"Tujuannya ya agar Leuweung Sancang ini tetap terjaga," ungkap Warjita.

Opini yang disampaikan Warjita, terbilang lebih logis secara keilmuan, ketimbang mitos yang saat ini beredar di masyarakat. Namun, bisa jadi, argumentasi tersebut salah. Sebab, tak seorang pun yang memiliki bukti eksplisit terkait kebenaran kedua versi sejarah tersebut.

Hanyalah Sancang dan beribu keindahannya yang tahu pasti mana yang benar, perihal cerita tersebut. Sejarah tentang Prabu Siliwangi, terkubur rapi, di tengah rindangnya hutan belantara Sancang. Wallahu a'lam.

(orb/orb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads