Dedi Mulyadi Bantu Mediasi Persoalan Bau Limbah Pabrik di Purwakarta

Dedi Mulyadi Bantu Mediasi Persoalan Bau Limbah Pabrik di Purwakarta

Inkana Izatifiqa R Putri - detikJabar
Selasa, 13 Sep 2022 09:15 WIB
Dedi Mulyadi mediasi warga dan perusahaan di Purwakarta.
Foto: dok. Dedi Mulyadi
Jakarta -

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi membantu mediasi antara warga dan pihak perusahaan PT Indorama Synthetics, terkait keluhan warga soal kebocoran limbah pabrik yang menyebabkan bau menyengat dan pencemaran sungai. Mediasi ini dihadiri oleh sejumlah perwakilan warga dari Desa Kembang Kuning dan Desa Bunder, Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, yang terdampak limbah, serta perwakilan perusahaan Indorama, Ali.

Dalam mediasi pada Senin (12/9) tersebut, warga menuntut perusahaan untuk memberi jaminan hidup yang baik dan sehat. Pasalnya, warga di dua desa tersebut kerap mencium bau tidak sedap yang berasal dari pabrik.

"Sekarang sudah dua bulan berturut-turut bau. Tolong beri kami jaminan karena masyarakat dilindungi oleh undang-undang berhak mendapatkan hidup yang baik dan sehat," ujar salah seorang warga, dalam keterangan tertulis, Selasa (13/9/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sementara itu, warga lainnya, Taufik menyampaikan hal serupa juga sempat terjadi saat Dedi menjabat sebagai Bupati Purwakarta. Namun, perusahaan dapat menghilangkan bau tersebut dan memberikan solusi kepada warga.

"Tapi begitu Kang Dedi sudah tidak jadi bupati bau itu ada lagi dan bahkan lebih parah, menyengat. Sampai sekarang bahkan ada yang sampai sesak. Kami ingin mencari solusi. Apalagi kok zaman Kang Dedi jadi bupati kok bisa nggak bau," ujar Taufik.

ADVERTISEMENT

Merespons hal ini, Perwakilan dari perusahaan, Ali, memastikan pihaknya akan transparan terkait apa yang terjadi, salah satunya dengan mengundang warga untuk mediasi.

Dari hasil investigasi internal, terjadi kebocoran karena salah satu instalasi terputus, serta tutup pipa yang hilang diduga dicuri. Dua hal inilah yang menjadi faktor penyebab munculnya bau menyengat.

"Mengenai bau kita akui. Ini salah kami, kami akui. Kebocoran itu mengakibatkan bau diam di satu tempat sehingga ketika ada angin maka terbawa, kalau ada air besar itu terbawa oleh arus," ujar Ali.

"Saya tidak menyalahkan pihak lain, tapi kami menemukan fakta pipa dipotong, tapi itu tetap tanggung jawab kami. Kemudian tutup pipa dicopot hilang sehingga terbuka," lanjutnya.

Mengenai hal ini, Dedi menilai ada dua kepentingan yang harus dimediasikan, yakni kepentingan warga dan perusahaan. Pertama, perusahaan sudah membayar pajak yang besar pada negara sehingga seharusnya negara dapat membangun berbagai infrastruktur lingkungan.

Salah satunya dengan memberikan prioritas kesehatan pada warga yang hidup berdampingan dengan pabrik. Misalnya, di kecamatan yang tak memiliki potensi pencemaran, pemerintah dapat mempersiapkan satu dokter. Sementara di daerah yang berpotensi pencemaran, setidaknya dipersiapkan empat hingga lima orang dokter.

"Negara harus hadir menyelesaikan itu," tegas Dedi.

Kedua, lanjut Dedi, perusahaan juga harus secara terbuka membuka data dan informasi terkait permasalahan limbah. Dengan demikian, masyarakat dapat mengetahui lebih jelas terkait penyebab persoalan tersebut.

"Asumsi di masyarakat kalau hujan perusahaan buang limbah, ini harus diluruskan benar atau tidak. Kemudian persepsinya limbah sudah dibuang hujan gak jadi, jadinya bau. Ini harus dijelaskan," kata Dedi.

Dalam kesempatan ini, Dedi juga menjawab soal pertanyaan warga terkait tidak adanya bau limbah saat dirinya menjabat sebagai Bupati Purwakarta. Menurutnya, hal ini perlu pengelolaan yang tepat sehingga perusahaan harus dapat menjelaskannya secara ilmiah kepada masyarakat.

"Apa sih yang menjadi problem kok tiba-tiba bau lagi. Harus ada aspek yang dijelaskan. Kalau soal kimia itu dulu ada, tapi kok sekarang tetap bau. Ini teknis yang harus dijelaskan kenapa delapan tahun lalu gak bau kok sekarang bau lagi, ini kenapa," urainya.

Dedi pun berpesan kepada warga dan tokoh masyarakat bahwa problem limbah tidak dapat ditukar dengan beras atau sembako lainnya. Pasalnya, masalah ini harus diselesaikan secara ilmiah.

Ia tak setuju jika setiap ada peristiwa kebocoran limbah atau lainnya, perusahaan membagikan sembako kepada warga. Sebab, hal itu akan membentuk persepsi masyarakat yang ketergantungan, bahkan berharap agar terjadi kebocoran untuk bisa mendapatkan bantuan dari perusahaan.

"Andai kata perusahaan akan membagikan, ya bagikan saja pada yang memang tidak mampu. Jangan sampai nanti orang gak dapat-dapat sembako berdoa mudah-mudahan bau. Dalam pandangan saya perusahaan tidak perlu karena perusahaan telah bayar pajak dan CSR, tetapi di Indonesia perusahaanya baik masih memberikan bantuan," ucapnya.

"Sehingga permintaan kita saat ini problem segera ditemukan, persoalannya dulu 8 tahun ke belakang tidak ada (bau), ini harus dicari solusinya. Kuncinya pada tata kelola limbah," imbuhnya.

Di akhir mediasi, Dedi juga menelepon langsung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk melakukan pemeriksaan terhadap kadar air dan udara terkait pencemaran Indorama.

Dari hasil mediasi tersebut, Dedi juga memastikan perusahaan akan segera menangani masalah kebocoran tersebut dengan membangun kawasan wisata edukasi di Sungai Cikembang. Hal ini bertujuan untuk menjamin kualitas dan mutu air sungai.

"Nanti diumumkan pada publik bahwa ini ada masalah atau tidak. Kalau masih ada masalah ayo kita perbaiki, kalau tidak ada masalah tidak boleh dipermasalahkan. Sehingga nanti omongannya berbasis penelitian bukan sekadar cerita," katanya.

"PT Indorama juga akan membangun jalan senilai Rp 9 miliar untuk mendukung kenyamanan transportasi warga," pungkasnya.




(prf/ega)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads