Mengintip 'Kota Paris' yang Berdiri di Sukabumi

Mengintip 'Kota Paris' yang Berdiri di Sukabumi

Siti Fatimah - detikJabar
Senin, 29 Agu 2022 07:00 WIB
Kawasan Kota Paris di Sukabumi
Kawasan Kota Paris di Sukabumi (Foto: Siti Fatimah/detikJabar)
Sukabumi -

Tak banyak orang tahu, ternyata ada satu kawasan di Kota Sukabumi yang dinamakan dengan Kota Paris. Penamaan kawasan itu tentu bukan tanpa alasan, pasalnya Kota Paris di Sukabumi sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda.

Ketua Yayasan Dapuran Kipahare Irman Firmansyah mengatakan, penamaan Kota Paris dinisbatkan kepada sebuah kawasan perumahan sebelah timur dan barat pusat kota Sukabumi.

"Pada zaman kolonial Belanda, dua perumahan tersebut seolah menjadi etalase Kota Sukabumi disebelah barat dan timur kota," kata Irman kepada detikJabar, Minggu (28/8/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lebih lanjut, dua bagian Kota Paris timur dan barat itu memiliki nama asli yaitu Woningcomplex Tjiaoel (timur) dan Wongcomplex Tjipelang (barat). Perumahan tersebut dibangun pada tahun 1931 dengan arsitektur modern.

Irman menjelaskan, awal berdirinya Kota Paris di Sukabumi ini meniru perumahan modern lain yang ada di Tanah Tinggi Senen Jakarta, Gondangdia Baru Jakarta Timur dan Bogor.

ADVERTISEMENT

"Jika mengacu kepada Kota Paris Bogor, maka kompleks perumahan bogor yang dibangun tahun 1918 tersebut memang mengadopsi konsep penataan ruang Kota Paris modern ala Haussman dengan jalan dan trotoar luas, penerangan gas dan drainase yang baik," ujarnya.

Karena keindahannya dengan background pemandangan Gunung Salak, maka perumahan yang dibangun oleh pemerintah gemeente Bogor tersebut dijuluki De Staate van Parijs atau Kota Paris. Sejak itulah sebutan Kota Paris melekat di Bogor sebelum Kota Paris Sukabumi.

Kemudian, pembangunan awal perumahan Kota Paris di Sukabumi dibangun oleh pemerintah melalui NV Volkhuisvesting. Pemerintah memodali NV Volkhuisvesting yang berdiri pada 27 Juli 1928 dihadapan Notaris Schottel yang saat ini berupa bangunan heritage Wisma Wisnuwardhani.

"Pendirian ini memang tidak lepas dari rencana pemerintah dalam rapat dengan DPRD sejak awal 1928 untuk melakukan perbaikan kota, di mana salah satunya adalah perumahan modern yang fungsinya tertata rapi dan bersih. Dua tahun kemudian pemerintah membeli tiga petak lahan di Ciaul (Pintuhek) senilai 4.000 Gulden, nilai yang cukup mahal saat itu, setelah itu pembelian lahan juga dilakukan di Cipelang disebrang jalan Zuster Gruninglaan," paparnya.



Awal Maret 1931 pemerintah sudah memutuskan kepastian pembangunan 22 rumah di Ciaul dan 17 rumah di Cipelang. Rumah di komplek Tjiaoel rencananya akan disewakan senilai f 14.50 hingga f 25 (Gulden, mata uang Indonesia zaman Belanda).

Sedangkan Tjipelang senilai f 45 hingga f 55, masing-masing berisi 2 dan 3 kamar tidur, selain galeri dan ruang tamu. Saat itu, proyek pekerjaan harus diselesaikan dalam kurun waktu kurang lebih 7 bulan dan ditenderkan secara resmi.

"Tender akhirnya dimenangkan Voklshuisvesting dengan menggunakan 200 pekerja, hal tersebut dianggap sangat membantu masyarakat mengingat pengangguran akibat malaise sangat tinggi. Pembangunan cukup lancar meski sering terganggu hujan," jelas Irman.

Setelah pembangunan selesai, perumahan ini akhirnya menjadi semacam gerbang masuk kota dengan keindahan penataaan arsitekturnya dan menjadi tetenger area 'kota' pada masa tersebut. Meski demikian, Irman belum mengetahui secara pasti sejak kapan penyebutan Kota Paris dimulai.

"Namun dalam buku Seribu Wajah Wanita Pejuang dalam Kancah Revolusi 1945' sudah disebutkan tentang Wedana dari jalan Kota Paris. Artinya diawal kemerdekaan nama tersebut sudah dikenal, bisa jadi di masa kolonial sudah ada sebutan tersebut karena melihat kemiripan dengan Kota Paris Bogor, namun belum dicantumkan secara resmi sebagai alamat ataupun nama kompleks," sambungnya.

Saat ini, sebagian besar bangunan perumahan sudah berubah. Bahkan ada yang diubah menjadi tempat usaha rumah makan atau warung kopi.

"Rumah asli masih ada meskipun sebagian lainnya sudah berubah bentuk lebih modern. Perumahan tersebut memiliki nilai historis dan dapat berpotensi menjadi bangunan ataupun kompleks cagar budaya," kata Irman.

Perlu diketahui, nama-nama jalan yang masuk dalam kawasan Kota Paris di antaranya Jalan Cimandiri, Cisadea dan Cisokan untuk Kota aris Timus. Sedangkan Jalan Halimun, Gede, Arca dan Jalan Salak termasuk Kota Paris Barat.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video: Kisah Saryono, Guru yang Sudah Mengajar 33 Tahun Ditemani Motor Tua"
[Gambas:Video 20detik]
(dir/dir)


Hide Ads