Pesan Mantan PSK Bandung yang Hidup Berdampingan dengan HIV/AIDS

Pesan Mantan PSK Bandung yang Hidup Berdampingan dengan HIV/AIDS

Muhammad Fadhil Raihan - detikJabar
Sabtu, 27 Agu 2022 18:27 WIB
Mantan pria PSK di Bandung yang positif tertular HIV.
Mantan pria PSK di Bandung yang positif tertular HIV (Foto: Wisma Putra/detikJabar).
Bandung -

Pekerja Seks Komersial (PSK) adalah salah satu pekerjaan yang kerap dianggap tabu di masyarakat. Jika mengutip lirik lagu 'Kupu-Kupu Malam' karya Titiek Puspa, 'Ada yang benci dirinya, Ada yang butuh dirinya, Ada yang berlutut mencintainya, Ada pula yang kejam menyiksa dirinya'. Lirik tersebut seolah menggambarkan dilema terhadap profesi PSK di masyarakat.

Di satu sisi, PSK kerap menerima caci maki karena pekerjaannya yang dianggap keji. Di sisi lain, PSK masih dicari-cari hanya untuk memuaskan hasrat diri. Setelah merasa puas, seorang PSK hanya dianggap sebagai alat pemuas diri dan lantas kembali mendapatkan caci maki.

Padahal, seorang PSK memiliki motif yang sama untuk bekerja, yaitu demi memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Bedanya, profesi PSK tersebut seringkali bukanlah suatu pilihan dari pekerjanya. Terkadang seorang PSK tidak memiliki pilihan lain untuk menghidupi diri sendiri ataupun keluarga.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Salah seorang mantan PSK di Bandung yang berinisial AS (33) menceritakan motifnya menjadi Wanita Pekerja Seks (WPS) karena alasan ekonomi. Selain itu, ia juga mengaku dijerumuskan oleh temannya yang lebih dulu terjun di dunia malam.

"Awalnya oleng di bidang ekonomi, terus cerita-cerita ke temen dan dijerumuskan temen yang juga kerja di situ, cuma saya nggak tahu kerjanya di situ, tahunya cuma nemenin minum aja, nggak sampai kayak gitu," ucap AS saat ditemui di Female Plus belum lama ini.

ADVERTISEMENT

Sementara itu mantan PSK lain, yakni E yang berusia sekitar 20-an menceritakan kisahnya yang berujung menjadi PSK laki-laki seks dengan laki-laki (LSL). E mengaku salah satu faktor yang membuatnya menjadi PSK adalah kondisi keluarga yang kurang harmonis.

"Saya dilahirkan di keluarga yang keras, terus merasa nggak punya sosok pria dewasa yang bisa melindungi. Terus karena lingkungan juga jadi kebawa sifat-sifat feminim. Waktu SMA ada yang ngajak main dan saya ngerasa nyaman, dibayar juga, akhirnya keterusan," ucap E yang juga ditemui di Female Plus di hari yang sama.

Protokol Pengaman Menjadi PSK

Saat masih aktif menjadi PSK, AS bercerita bahwa terdapat beberapa pelanggannya yang tidak ingin menggunakan alat pengaman. Padahal dari pihak pengelola atau 'bos' AS menerapkan protokol untuk menggunakan alat pengaman kontrasepsi.

Meskipun menerapkan protokol, AS mengaku masih cukup banyak pelanggannya yang memilih untuk tidak menggunakan alat pengaman. Terkait hal tersebut, AS menyebutkan bahwa pihak pengelolanya lepas tanggung jawab.

"Kadang pake pengaman kadang nggak, tergantung tamunya. Pelanggan sih bilangnya beli ya jadi pengen enaknya aja. Kalau cerita (pelanggan tidak pakai pengaman) ke pengelola dibilangnya risiko, jadi kayak lepas tanggung jawab," ucap AS yang menjadi PSK selama empat tahun sejak tahun 2011.

Sejalan dengan AS, E juga menceritakan pelanggannya ada yang memilih menggunakan pengaman dan ada juga yang tidak menggunakan. Kini, setelah tidak aktif menjadi PSK, masih ada beberapa pelanggan yang menghubunginya untuk sekedar berbincang.

"Selama melakukan pekerjaan itu (PSK LSL) ada yang pake pengaman, ada juga yang nggak," ucap E.

Sekadar diketahui, AS dan E merupakan salah dua orang dengan HIV/AIDS (ODHA) yang kini sama-sama berjuang di tengah masa pengobatan. AS menjadi ODHA sejak tahun 2018, sementara E menjadi ODHA sejak tahun 2015, saat masih menginjak masa kuliah.

Sebagai ODHA dan orang yang pernah aktif sebagai PSK, AS dan E sama-sama berpesan kepada masyarakat untuk lebih mementingkan keamanan dan kesehatan ketika melakukan hubungan seksual yang berisiko. Hal tersebut tentu untuk menghindari infeksi virus HIV/AIDS yang salah satu faktornya adalah hubungan seksual berisiko.

Halaman 2 dari 2
(mso/mso)


Hide Ads