Asep Ginanjar langsung berlari menuju motornya yang terparkir di samping warung es campur Jalan Aceh Kota Bandung, kala mendapatkan orderan ojek online (ojol). Asep tersenyum riang.
Ia sempat melempar senyum kepada kawan-kawannya yang masih menunggu orderan di warung tersebut. Ya, Asep seakan pamer. Ponsel Asep sudah berdering 11 kali. Artinya, 11 kali pula Asep mondar-mandir narik penumpang.
"Kadang juga bisa sudah 20 kali kalau sudah sore. Sekarang baru 11," kata pria 37 tahun itu sembari memakai helm, Rabu (24/8/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Orderan ke-11 Asep itu datang menjelang matahari terbenam. Tepat saat jam sibuk bagi para ojol, jam pulang kerja, makan sore hingga pulang sekolah. Sebelum Asep tancap gas menjemput pelanggan, ada empat ojol yang tengah menunggu orderan di warung es campur Jalan Aceh itu. Ojol lainnya juga ikut ketiban orderan.
Tersisa hanya Muhamad Rudi dan Andi Efendi. Menurut Andi, biasanya sekitar 10 ojol menunggu orderan di tempat tongkrongan Jalan Aceh. Tak ada logo komunitas ojol.
"Di sini mah bebas. Bukan komunitas, komunitas juga ada," ungkap Andi Efendi.
Andi adalah ojol yang selalu datang siang hari di tongkrongan itu. Sebab, pagi harinya ia sibuk membantu keluarganya yang memiliki warung.
Warung es campur menjadi markas. Andi saat itu tengah menyantap seblak sembari berbincang dengan Rudi. Perbincangannya tak jauh berbeda dengan talk show para artis, berbicara tentang kehidupan pribadi dan kerjaan.
Ya begitulah, driver ojol pun begitu. Obrolan soal kerjaan selalu menjadi topik utama. Apalagi kalau ada orderan aneh.
"Seputaran orderan paling sering sih. Orderan sepi, orderan ramai, macam-macam lah. Cerita soal konsumen yang rewel, yang baik, ya begitulah," kata Andi.
Keliru Menempatkan Titik Jemput
Rudi tiba-tiba mengeluarkan celetukan. "Ada saja yang macam-macam mah. Ya kita sabarin saja," ucap Rudi yang katanya ojol paling muda di tongkrongan itu.
Menurut Rudi, akhir-akhir ini ia kerap mendapat orderan yang keliru menempatkan titik lokasi. Kadang melenceng hingga ratusan meter.
Menjadi driver ojol memang harus cekatan. Mampu menerobos kemacetan hingga mencari jalan pintas. Sayangnya, salah menempatkan titik lokasi penjemputan atau pengantaran barang membuat kerja menjadi tak cekatan.
"Ya harus balik lagi atau cari jalan lagi untuk ke lokasi. Itu kalau salah titik. Ada juga yang pas dijemput tidak nongol-nongol, lama pisan (banget) gitu," ucapnya.
Penumpang yang rewel menjadi orderan yang paling sering dirasakan. Begitupun pelanggan yang baik hati dan budiman. "Kalau orderan fiktif mah jarang," katanya.
Bersama karena Rasa
Giliran Andi kembali menimpali obrolan. Meski orderan menjadi tujuan, kawan-kawan ojol ini tetap menganggapnya sebagai persaingan. Andi dan Rudi tak iri dengan temannya yang sudah tancap gas menjemput orderan.
"Kita ini satu rasa. Pahit satu, pahit semua. Begitupun dengan kabar baik," kata Andi.
Andi tak menampik tongkrongannya kerap urunan untuk membantu sesama ojol, baik saat terkena musibah maupun saat membutuhkan bantuan lainnya. Urunan menjadi media penguat kebersamaan.
"Kalau ada yang menikah pun sama, kita urunan. Terus datang bersama ke tempat hajatan," ucap Andi.
Andi dan Rudi sepakat bahwa orderan adalah campur tangan mesin. Tapi, rasa saling menghargai dan menjadikan tongkrongan sebagai keluarga dipupuk tanpa campur tangan mesin.
"Kalau orderan mah sudah ada yang mengatur, itu kan mesin. Yang paling rajin ya sering dapat, kalau yang kurang rajin ya beda juga. Itu mah masing-masing saja," kata Andi.
Rata-rata penghasilan ojol di tongkrongan Jalan Aceh itu mencapai Rp 150 ribuan per hari. Mereka rata-rata berjaket ojol sejak 2017.