Penyebab SLB Tertua di Asia Tenggara Kini Terlantar

Kota Bandung

Penyebab SLB Tertua di Asia Tenggara Kini Terlantar

Rifat Alhamidi - detikJabar
Senin, 22 Agu 2022 15:47 WIB
SLBN A Pajajaran Bandung.
SLBN A Pajajaran Bandung (Foto: Cornelis Jonathan Sopamena/detikJabar).
Bandung -

Kondisi SLBN A Pajajaran, Kota Bandung begitu memprihatinkan. KBM di SLB tertua di Asia Tenggara ini dihantui hal berbahaya lantaran atap sejumlah ruang kelas sudah runtuh, bahkan ada yang terpaksa disangga menggunakan batang kayu dan bambu untuk mencegah keruntuhan bangunan yang lebih parah.

Menurut Wakasek SLBN A Pajajaran Bidang Humas Y Tribagio, akar permasalahan yang membuat kondisi SLB kini terlantar bermuara dari alih status lahan negara. Saat itu, tepatnya pada 1986, negara mensertifikatkan lahan seluas kurang lebih 4,5 hektare itu untuk dimiliki Kementerian Sosial.

Kemudian pada 2019, Kemensos membangun Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Netra (BRSPDSN) sebagai perubahan nomenklatur dari Panti Wyata Guna menjadi Balai Rehabilitasi Sosial Disabilitas Terpadu berstandar internasional.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tahun 86, komplek ini disertifikatkan tanpa mempertimbangkan SLB di dalamnya. Kemudian dibangun untuk balai Kemensos. Sertifikatnya barang milik negara, digunakan kemensos, dan dikuasai kemensos," kata Tribagio saat ditemui detikJabar, Senin (22/8/2022).

Karena status kepemilikan tersebut, SLB Tribagio selama puluhan tahun tidak bisa mengusulkan rehab hingga revitalisasi bangunan sekolah. Padahal menurutnya, ada 3 sertifikat sekitar 1.648 meter persegi di Komplek Wyata Guna yang mencantumkan secara gamblang bahwa penggunaan lahan itu untuk SLBN A Pajajaran, Kota Bandung.

ADVERTISEMENT

"Akar masalahnya dari status tanahnya dulu harus jelas dan clear. Kalau (bisa) disertifikatkan atas nama pemprov, pemprov bisa membangun dan memberikan layanan pendidikan yang layak," ungkapnya.

Imbasnya pun dirasakan SLBN A Pajajaran. Dua tahun lalu, Pemprov Jabar selaku pemegang kewenangan penyelenggaraan pendidikan di SLB tersebut gagal menggelontorkan anggaran senilai Rp 600 juta. Padahal, anggaran tersebut mau digunakan untuk merehab sejumlah ruang kelas yang sudah rusak parah.

"Pemprov mengalokasikan dana 600 juta untuk memperbaiki kelas. Tapi enggak bisa, ditolak. Karena terkendala dengan status tanah di sini," jelasnya.

Siang tadi, pertemuan untuk membahas nasib SLB itu pun digelar dengan menghadirkan beberapa pihak seperti Pemprov Jabar hingga Komite Nasional Disabilitas Indonesia (KNDI). Tribagio berharap ada solusi konkret yang dihasilkan supaya penyelenggaraan KBM di SLB tertua di Asia Tenggara itu bisa dilakukan dengan nyaman.

"Sekolah kami ingin status ini cepet beres, terutama menyangkut status lahan. Karena, Kemensos sebetulnya menyadari atau tahu bahwa di sini ada SLB, dan slb ini juga punya hak untuk juga menempati lokasi ini," tuturnya.

"Kalau status tanah sudah jelas, SLB bisa membangun dan revitalisasi. Bahkan dulu, janjinya Pak Ridwan Kamil itu mau membangun 3-4 lantai yang sesuai dengan ketentuan dan regulasi layanan pendidikan yang aksesebel," ujarnya.

(ral/mso)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads