Fosil babi hutan purba bertaring empat ditemukan di wilayah Sulawesi Selatan beberapa tahun silam. Babi hutan purba bertaring empat itu kini keberadaannya sudah punah.
Bagi Anda yang ingin melihat fosil babi hutan purba ini, datang saja ke Museum Geologi, Kota Bandung. Fosil ini dipajangkan di antara fosil badak dan banteng di ruang sayap timur Museum Geologi.
Babi ini memiliki empat taring yang cukup besar, bentuknya beda dengan taring babi yang saat ini masih hidup di Indonesia. Taring babi purba ini lebih menyerupai tanduk kerbau atau banteng yang melengkung ke samping atas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Badan babi ini memiliki tinggi sekitar satu meter, lebar setengah meter dan panjang sekitar dua meter.
![]() |
Penyelidik Bumi Museum Geologi Unggul Prasetyo Wibowo mengatakan, fosil ini ditemukan di wilayah Sulawesi Selatan.
"Ini memang unik, satu-satunya babi yang pernah hidup di Indonesia dan memiliki taring yang cukup besar, ini taring asli, ada empat, bawah dua, atas dua," kata Unggul kepada detikJabar di Museum Geologi belum lama ini.
Unggul mengungkapkan, hingga kini asal-usul babi hutan purba bertaring empat ini masih menjadi misteri.
"Kalau di Afrika masih bisa ditemukan, taringnya sebesar ini, tapi di luar Afrika enggak ada. Kenapa mucul di Indonesia, ini masih menjadi misteri ya, babi ini hidup 1,5 juta tahun lalu di Sulawesi Selatan," ungkapnya.
Menurut Unggul, fosil babi purba ini ditemukan di kawasan Situs Cabbenge yang merupakan salah satu situs paleolitik di Sulawesi Selatan yang terpusat di Lembah Walanae.
Jika melihat bentuk tubuh, ukuran hewan ini sama dengan babi pada umumnya yang saat ini masih hidup. Namun, yang membedakan adalah ukuran taring dan gigi dari babi tersebut.
"Ini bukan replika, asli ditemukan di Situs Cabbenge yang membedakan taring dan gigi dengan babi lainnya," tuturnya.
Fosil hewan yang memiliki nama ilmiah Celebochoerus heekereni ini merupkan hasil rekonstruksi dari penelitian yang dilakukan Badan Geologi dan proses rekonstruksi fosil babi ini membutuhkan waktu cukup lama.
"Ini hasil penelitian. Rekonstruksi fosil babi ini mencapai 20 tahun, bahkan penelitinya sampai ganti karena peneliti awalnya sudah pensiun," jelas Unggul.
(wip/yum)