Ratusan siswa di SD Bunisari, Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat (KBB) kini bisa kembali bersekolah seperti sedia kala usai mengalami gangguan akibat aksi penutupan akses ke ruang kelas oleh pihak yang mengklaim ahli waris pemilik lahan.
Demi mencegah kejadian serupa terulang lagi Dinas Pendidikan KBB turun tangan melakukan mediasi dengan ahli waris demi menyelesaikan sengkarut kepemilikan lahan yang belum ada ketetapan di mata hukum.
Kepala Bidang SD pada Dinas Pendidikan KBB, Dadang A Sapardan mengatakan pihaknya mempersilakan ahli waris menempuh meja hijau untuk menyelesaikan permasalahan sengketa lahan tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sudah bertemu juga kemarin, ada perwakilannya. Intinya kita silakan mereka untuk menyelesaikan permasalahan sengketa lahan ini ke pengadilan, ini kan permasalahannya saling klaim," kata Dadang kepada wartawan.
Selama belum ada ketetapan hukum soal pemilik lahan yang sah, pihaknya mengultimatum pihak ahli waris untuk tidak melakukan perbuatan serupa karena mengganggu aktivitas belajar mengajar siswa SD Bunisari.
"Intinya selama belum ada kepastian dari pengadilan siapa pemilik lahan itu, tidak boleh terjadi lagi aksi penyegelan dan pengelasan. Itu melanggar hak anak-anak untuk mendapatkan pendidikan. Disanggupi ahli waris di hadapan kepolisian dan Camat Ngamprah," kata Dadang.
Tanggapan Ahli Waris
Pihak perwakilan ahli waris akhirnya bertemu dengan Pemda KBB dan pihak sekolah. Hasilnya pihak ahli waris akan menempuh jalur pengadilan untuk menyelesaikan sengketa lahan seluas 700 meter tersebut. Kabar baiknya, mereka tak akan melakukan aksi penyegelan terhadap sekolah lagi.
"Insya Allah besok atau lusa kita lanjut proses pengadilan. Dokumen lengkap tinggal diserahkan," kata pria berinisial B, seorang perwakilan ahli waris Nana Rumantana usai pertemuan dengan Pemda KBB.
Selama ini pihaknya telah melayangkan surat ke Dinas Pendidikan terkait kejelasan lahan tersebut. Namun tak pernah digubris sehingga ahli waris terpaksa melakukan langkah penyegelan.
"Kami tidak semena-mena untuk menggembok ya, ada surat yang dilayangkan dulu ke Disdik dari bulan September 2001 dan ada buktinya yang menerimanya juga ada. Jadi bukan kami tidak peduli dengan masalah pendidikan," katanya.
Ahli waris menyebut aksi penutupan akses ke ruang kelas menggunakan pagar besi dilakukan untuk keselamatan siswa karena bangunan sekolah telah lapuk. Apalagi ada aturan jika tidak boleh dilakukan rehab bangunan yang berdiri di atas tanah orang lain.
"Kalau tidak salah tidak boleh merehab bangunan di atas tanah milik orang lain. Nah yang dikhawatirkan itu bangunan kelas ada yang ambruk makanya kemarin kami gembok. Untuk sementara silakan berjalan, tapi saya tidak bertanggungjawab kalau misalkan roboh, itukan sudah lapuk," tuturnya.
(yum/yum)