SLB BC Yayasan Galeuh Pakuan (YGP) berjuang memandirikan siswanya. Seni dan tradisi menjadi bagian dalam perjuangan untuk memberdayakan kawan-kawan disabilitas di SLB yang berlokasi di Kabupaten Garut itu.
Siswa di SLB BC YGP itu diajarkan menganyam dan memproduksi berbagai produk, seperti caping atau tapi petani berbentuk kerucut, kipas bambu, bakul nasi dan lainnya. Uniknya, kreasi kerajinan tradisional itu diwarnai. Warna yang begitu lucu dan mencolok.
SLB yang berada di Kecamatan Limbangan, Kabupaten Garut itu sengaja memilih mengajarkan siswanya membuat kerajinan. Sebab, Limbangan terkenal dengan produk kerajinan peralatan rumah tangga.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita sesuaikan dengan kearifan lokal. Jadi kita produksi kebutuhan alat rumah tangga, dari zaman dulu sampai sekarang," kata Rohman Efendi, guru Kelas SMA LB BC YGP, saat berbincang dengan detikJabar, Senin (1/8/2022).
Rohman ingin membekali anak didiknya agar mandiri setelah lulus sekolah. Produksi peralatan rumah tangga dan kerajinan bambu itu tak dilakukan setiap hari. "Kalau ada warga yang pesan kita buat," ungkap Rohman.
Rohman mengaku perkembangan zaman menggeser tren penggunaan alat rumah tangga tradisional ke modern. Namun, Rohman tetap memberi ruang agar tetap ada pelestarian tradisi. Ia bersama anak didiknya dan dengan keterbatasannya tetap memproduksi kerajinan bakul nasi dan kawan-kawan.
"Kolaborasi juga dengan warga. Jadi ada warga yang sediain bambu dan alat-alat lainnya. Yang membuat kerajinan anak-anak semuanya," kata Rohman.
Melawan dengan Prestasi
Rohman dan guru-guru lainnya memiliki alasan kuat memilih kerajinan sebagai salah satu bakat yang dikembangkan. SLB yang berdiri 1986 itu sempat juga menggeluti kerajinan batik.
Rohman tak menampik penyandang disabilitas kerap dipandang sebelah mata. Penghinaan dan pelecehan masih terjadi terhadap kawan-kawan penyandang disabilitas. SLB BC YGP ingin melawan hinaan melalui kerajinan.
![]() |
Rohman dan guru-guru lainnya tengah berjuang mengubah masyarakat, khususnya di kampung-kampung, tentang perspektif terhadap disabilitas. Suka dan duka pun dirasakan para guru.
"Anak (siswa) kita kan tunagrahita. Kadang dianggap warga itu miring, itu dukanya bagi saya," ucap Rohman.
Helmi Amer yang juga guru di SLB YGP menimpali. "Ya katakanlah tersingkirkan dari lingkungan. Tapi, sukanya bagi kita adalah kalau mereka (anak disabilitas) berhasil, berkarya," tuturnya.
Saat ini SLB BC YGP memiliki 80 siswa. Helmi Amer mengaku sekolahnya tak memaksakan siswa untuk belajar sesuatu. Sekolah punya cara tersendiri untuk mengembangkan bakat anak.
"Setiap individu itu punya ketertarikan dan kemauan di bidang apa. Kita pilah, mana yang baik dan menonjol. Jadi ada yang olahraga, kesenian, dan lainnya," ujar Helmi.
"Kita merancang program sesuai dengan visi dan misi. Anak bisa mandiri dan berdaya. Itu sudah suatu keberhasilan bagi kita," ucap Helmi.
![]() |
Helmi juga menerangkan beberapa siswa di SLB BC YGP akan tampil dalam pekan paralimpik pelajar tingkat Jabar. Siswanya akan tampil dalam cabor atletik.
"Alhamdulillah tahun ini ada paralimpik tingkat Jabar. Ada yang tampil di tolak peluru dan lempar cakram," kata Helmi.
(sud/ors)