Kasus kekerasan terhadap anak tengah menjadi sorotan. Bocah berusia 11 tahun di Kabupaten Tasikmalaya menjadi korban perundungan atau bullying, sempat depresi, hingga akhirnya meninggal dunia.
Korban diminta melakukan adegan tak senonoh menyetubuhi kucing. Kemudian direkam. Videonya kemudian menyebar.
Pemprov Jabar pun menyoroti soal ruang aman bagi anak di media sosial (medsos). Pemprov Jabar bersama Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) akan membentuk Satgas Paredi Cekas. Paredi merupakan akronim dari Parenting Digital, sedangkan Cekas merupakan Cegah Kekerasan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sedang kita finalkan dengan PKK. Akan ada advokasi terkait bagaimana bijak menggunakan digital, gadget (gawai) dan macamnya," kata Plh Sekretaris Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Jabar Emma Kusumah usai rapat di Gedung Sate, Kota Bandung, Senin (25/7/2022).
Emma mengatakan Satgas Paredi Cekas bertujuan melindungi hak anak di era digital. Selain itu, kehadiran Satgas tersebut juga salah satu upaya dalam pencegahan kekerasan terhadap anak, termasuk kasus perundungan.
"Kita juga ada edukasi semacam kode-kode adanya kekerasan. Kode-kode ini harus diviralkan, kode tangan kalau ada kekerasan di lingkungan sekitar," jelas Emma.
Perketat Pengawasan
Di tempat yang sama, Wagub Jabar Uu Ruzhanul Ulum meminta orang tua agar lebih bijak mengasuh anaknya dalam penggunaan gawai. Sebab, selain digunakan untuk belajar, gawai juga bisa menimbulkan hal mudarat.
"Karena handphone ini ada manfaat dan mudaratnya. Sehingga jangan diberikan kebebasan sebebas-bebasnya. Kami kira ada negatifnya," ungkap Uu.
Mantan Bupati Tasikmalaya itu meminta orang tua mengawasi anaknya yang bermain gawai. Ia juga mengimbau agar ada aturan dalam keluarga agar anak tak kecanduan bermain gawai.
"Diberikan handphone sewajarnya. Sejam atau dua jam sehari. Setelah itu handphone dirawat ke orang tua lagi," ucap Uu.
Uu juga bercerita saat berkunjung di RS Jiwa Cisarua Bandung. Uu mengaku tak sedikit anak-anak yang menjadi korban dampak negatif penggunaan gawai.
"Banyan korban handphone, ada 30-ana anak kecil, SMP yang nyanyi-nyanyi, pidato tak berhenti dan lainnya," ujar Uu.
Kasus Kekerasan di Medsos
Di tempat yang sama, Kepala UPTD PPA DP3AKB Jabar Anjar Yusniar mengaku banyak kasus kekerasan terhadap anak yang muncul di medsos. "Kalau jumlahnya belum lakukan pendataan. Tapi, sekarang banyak kasus viral muncul di medsos," kata Anjar.
Anjar berharap masyarakat lebih bisa memanfaatkan layanan pengaduan kekerasan terhadap anak ketimbang melaporkan ke medsos. Sebab, lanjut dia, munculnya kasus kekerasan di medsos bisa menimbulkan persepsi publik yang keliru.
"Mungkin kasus yang belum tentu terbukti sebagai pelaku, malah menjadi korban karena mendapat bully dari masyarakat," ucap Anjar.
Sebelumnya, Ketua KPAID Kabupaten Tasikmalaya Ato Rinanto mendorong agar pemerintah dan pihak lainnya masih menyosialisasikan Undang-undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Langkah ini dinilai menjadi bagian penting dalam menjaga etika digital masyarakat. Upaya yang bisa mengarah pada terjaganya anak di jagat maya.
Ato mendorong agar ada upaya konkret untuk memberi edukasi kepada anak-anak tentang etika digital. "Anak-anak kita diberikan handphone, difasilitasi lainnya. Ya mengoperasionalkan medsos. Tetapi, tidak dibekali pola menggunakan medsos yang bijak," kata Ato.
Tak adanya bekal mengakibatkan anak-anak melakukan di luar batas. "Sehingga, potensi anak hari ini adalah daya keinginan tahunnya menjadi liar. Menjadi liar ketika tidak diimbangi edukasi orang tua. Seperti hari ini terjadi di Tasikmalaya," ungkap Ato.
Ato menambahkan banyak kasus yang menimpa anak-anak yang terjadi di medsos, salah satunya kasus modus pelecehan seksual grooming. Ato berharap pemerintah hadir secara utuh di jagat maya untuk menjaga anak-anak.
"Kebijakannya dalam bentuk apapun. Yang penting kecepatan kenakalan di medsos tak kalah cepat dengan aturan yang ada," ucap Ato.
(sud/ors)