Maulana, salah seorang guru honorer asal Kabupaten Garut, Jabar, ikut berunjuk rasa di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Senin (25/7/2022). Ia berurai air mata saat berunjuk rasa.
Maulana mengenakan penutup kepala oranye. Tak lama setelah tiba di depan gerbang utama Gedung Sate, Maulana bersama rekannya membentang spanduk bertuliskan 'Mohon Angkat Langsung Guru Honorer yang Lulus PG PPPK Menjadi Guru PPPK 2022 Tanpa Tes'. Maulana merupakan seorang guru honorer di SMKN 14 Garut yang lulus passing grade (PG) PPPK.
Maulana meneteskan air mata saat membentangkan spanduk. Ia mengenakan ikat kepala berwarna oranye. Air matanya tak terbendung saat orator unjuk rasa menyampaikan kondisi guru honorer saat ini. Sesekali Maulana menundukkan kepala. Mengusap air matanya. Wajahnya pun memerah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ikat kepala oranye yang ia kenakan seakan menjadi tanda siap berjuang. Sebab nasibnya kini terkatung-katung. PPPK salah satu tujuannya. Baginya, unjuk rasa hari ini adalah gambaran ironi nasib guru honorer.
"Hari ini kami demo. Kami berdiri di depan Gedung Sate, mengharapkan bisa bertemu Gubernur Jabar Ridwan Kamil," kata Maulana sembari meneteskan air mata.
Maulana berdiri tegak. Tak goyah dengan teriknya matahari. Guru olahraga itu mengaku sedih. Selama ini, ia berjuang memuliakan anak didiknya, menyiapkan generasi bangsa yang beradab. Tapi, hari ini, Maulana juga terkatung-katung memperjuangkan nasibnya sendiri.
"Tapi, nasib gurunya sendiri seperti ini. Harus berdiri di sini demi nasibnya. Jujur, merasa terhina harus berdiri di sini," ungkap guru lulusan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) itu.
Maulana mengajar sebagai guru honorer sejak 2013. Pelan-pelan ia berjuang. Upah yang minim tetap ia syukuri. Ia bercita-cita bisa menjadi guru yang manut aturan. Tapi, aturan atau regulasi pemerintah belum berpihak pada Maulana.
Delapan tahun sejak jadi guru honorer, Maulana ikut ujian passing grade PPPK. Ia berhasil lulus tahun lalu. Namun, tak kunjung mendapatkan kepastian tentang penempatan dan status PPPK. Aturan anyar tentang penghapusan honorer menambah deritanya, jam mengajar Maulana pun berkurang.
"Dulu 24 jam (ngajar) dalam seminggu. Sekarang 16 jam. Kami ingin meminta kepastian," kata Maulana.
Bekerja serabutan demi penuhi kebutuhan. Simak di halaman selanjutnya.
Kerja Serabutan
Soal dukacita menjadi honorer, menurut Maulana, bukan lagi hal rahasia. Upah yang kurang layak menjadi sorotan sejak lama. Mualana salah seorang guru yang dibayar Rp 85 ribu per jamnya.
"Tahu sendiri soal upah mah. Beda-beda. Cukup tidak cukup kita syukuri," kata Maulana.
Bapak dua anak itu mengaku kerap bekerja serabutan demi memenuhi kebutuhan keluarga. Selain guru, Maulana juga pernah menjadi ojek online (Ojol). Apapun ia kerjakan, demi keluarga tak kekurangan makan.
"Kadang, saya juga ikut ngojek dan lainnya. Ya harus dilakukan," ucap Maulana.
![]() |
Maulana, satu dari ribuan guru di Jabar, khususnya yang telah lulus passing grade PPPK tapi belum mendapatkan kepastian. Menurut data forum Guru Lulus Passing Grade (GLPG) PPPK Jabar, dari total sebanyak 10.397 guru yang lulus GLPG PPPK jenjang SMA dan SMK, hanya 6.425 guru yang sudah mendapatkan kepastian.
Sementara itu, Ketua GLPG PPPK Jabar Endri Lesmana mengatakan sebanyak 3.972 guru yang lulus passing grade belum mendapatkan kepastian.
"Ada 6.425 yang terserap sesuai dengan kebutuhan mata pelajaran sekolah. Selebihnya, atau sebanyak 3.972 belum ada penempatan. Ini harus dituntaskan, harapan kami itu," ujar Endri.
Lebih lanjut, Endri menjelaskan Pemprov Jabar saat ini belum memberikan kepastian data tentang penempatan guru yang telah lulus P3K itu. Kondisi demikian, lanjut dia, ribuan guru yang nasibnya tak jelas, ada yang dikeluarkan sekolah, jam mengajar berkurang dan lainnya.
"Mereka itu bukan guru honorer baru, terdaftar di Dapodik dan lulus passing grade," kata Endri.