Kasus perundungan yang menimpa bocah 11 tahun di Tasikmalaya, Jawa Barat membetot perhatian publik. Bocah malang tersebut meninggal dunia usai depresi setelah dipaksa menyetubuhi kucing oleh rekan-rekannya.
Dosen Departemen Psikologi Pendidikan Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran (Unpad) Fitriani Yustikasari Lubis mengatakan perundungan anak di lingkungan sekolah biasanya terjadi karena adanya perilaku atau kondisi yang khas.
Kondisi pertama anak yang dirundung cenderung anak pendiam atau mudah dibuat cemas dan anak memiliki perilaku atau karakter yang tidak sama, menonjol, hingga tidak disukai teman-temannya.
"Karakteristik korban di-bully memang biasanya sangat mudah dibuat cemas. Kalau temannya menuntut sesuatu, anak akan khawatir tidak bisa memenuhi. Atau dia merupakan anak yang punya perilaku tidak sama, sampai akhirnya teman-temannya suka mengejek dia," kata Fitri dilansir dari laman resmi Unpad, Kamis (21/7/2022).
Untuk mengantisipasi korban perundungan mengalami dampak lebih serius, peran guru sangat penting dalam melakukan observasi dan mengamati karakter setiap anak didiknya.
Guru sebaiknya mampu menilai anak didik mana yang berpotensi mengalami perundngan, memiliki karakter/perilaku menonjol, hingga memiliki masalah belajar. "Akan lebih baik jika guru memunculkan awareness-nya dalam memperhatikan mereka-mereka yang potensial dirundung," ucap dia.
Selain itu, guru juga harus lebih peka apabila ditemukan adanya perubahan perilaku pada peserta didiknya. Begitu ada perubahan perilaku pada salah seorang murid, guru dapat langsung melakukan pendampingan dan penelusuran penyebabnya.
Perubahan perilaku yang sering terlihat dari korban perundungan adalah cenderung menjadi lebih diam dan tidak bersemangat saat berada di lingkungan sekolah.
"Apalagi jika sudah muncul perilaku signifikan seperti tidak mau makan, guru harus punya radarnya. Begitu ada perubahan perilaku, bisa langsung ditindaklanjuti," ujarnya.
(bba/mso)