Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) soroti kasus perundungan atau bullying terhadap bocah sebelas tahun di Kabupaten Tasikmalaya, Jabar. Komnas PA menyoroti soal kesadaran masyarakat untuk melaporkan kasus pelecehan dan kekerasan, termasuk dampak media sosial (medsos).
"Tadi malam, kami dapat laporannya. Teman-teman dari KPAID membuat laporan resmi, informasinya seperti itu," kata Dewan Pembina Komnas PA Bimasena saat dihubungi detikJabar, Kamis (21/7/2022).
Komnas PA menyayangkan kasus perundungan sering terjadi. Bimasena juga mengaku sedih. Sebab, bocah Tasikmalaya itu menjadi korban hingga depresi dan meninggal dunia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dia selain menjadi korban fisik, ada depresi karena videonya beredar. Jadi, korban ini menjadi korban lagi kesekian kalinya," kata Bimasena.
Komnas PA mengaku terlambat mendapatkan informasi perundungan itu. Sebab, kasus tersebut diketahui setelah korban meninggal dunia. Komnas PA berharap masyarakat turut gerak cepat ketika ada kasus perundungan, kekerasan pelecehan seksual terhadap anak.
"Kami berharap, keluarga yang menjadi korban dan lainnya berani lapor awal-awal. Supaya kita bisa lakukan pendampingan secara psikologi dan medis sejak awal," kata Bimasena.
Bimasena juga tak menampik ada faktor yang membuat korban atau keluarga tak berani untuk melapor. Salah satunya intimidasi dari pelaku. Ia tak menampik ada beberapa kasus kekerasan anak yang tak dilaporkan, atau korban mencabut laporan.
"Peran pemerintah daerah harus langsung memberikan perlindungan hukum terhadap korban," katanya.
Perketat Pengawasan Medsos
Selain perlindungan hukum dan pendampingan psikolog terhadap korban, termasuk keluarganya, Komnas PA juga menyoroti soal dampak medsos. Dalam kasus bocah Tasikmalaya itu, medsos menjadi perantara tindak kejahatan perundungan.
"Yang paling penting pengawasan, memang (pengawasan) dampaknya sedikit. Tapi, penting agar orang tua, termasuk tenaga pendidik atau orang terdekat aktif mengawasi," ucap Bimasena.
Komnas PA tengah mengupayakan adanya regulasi terkait perlindungan hak anak di medsos. Bimasena menginginkan agar ada sinergitas antara Kominfo, Kemendikbud dan lembaga lainnya untuk lebih peduli terhadap perlindungan hak anak.
Baca juga: Ikan Predator dari Kolam Bos Cengkeh |
"Atau tidak usah regulasilah. Misalnya, mengambil keputusan cepat ketika ada situs pornografi dan lainnya langsung diblokir. Jadi jangan menunggu laporan. Kominfo juga sebetulnya punya alat banyak dan lebih canggih," kata Bimasena.
Bimasena tak menampik kasus perundungan atau kekerasan terhadap anak dipicu dari medsos. "Berlatar belakang dari medsos banyak sekali. Menggunakan medsos bukan hanya sekadar bentuk kejahatan. Tapi perantara kejahatan. Khususnya perantara seksual," kata Bimasena.
(sud/yum)