Penyebab Meninggalnya Bocah Tasik dan Perilaku Tak Wajar Pelaku

Round-Up

Penyebab Meninggalnya Bocah Tasik dan Perilaku Tak Wajar Pelaku

Tim detikJabar - detikJabar
Kamis, 21 Jul 2022 18:30 WIB
Ilustrasi kekerasan pada anak
Ilustrasi anak korban kekerasan. (Foto: Getty Images/Imgorthand)
Bandung -

Peringatan (trigger warning): Artikel ini mengandung konten eksplisit tentang perundungan ekstrem yang dapat memicu kondisi emosi dan mental pembaca. Kami menyarankan Anda tidak meneruskan membacanya jika mengalami kecemasan dan meminta bantuan profesional.

Dokter rumah sakit umum daerah (RSUD) Tasikmalaya mengungkap penyebab kematian bocah yang di-bully dengan dipaksa menyetubuhi kucing. Dokter menyebut bocah SD itu didiagnosis mengalami peradangan otak.

Sebelum meninggal dunia, bocah itu dibawa ke rumah sakit pada Minggu (17/7) malam. Saat dibawa ke rumah sakit, sang bocah mengalami kondisi penurunan kesadaran sehari sebelumnya. Bahkan, bocah tersebut tak mau makan dan minum serta mengalami demam.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Masuk ke RSUD SMC Sabtu malam sudah tidak sadarkan diri. Kata keluarga juga sehari sebelumnya atau pas di rumahnya juga sudah tidak sadarkan diri. Dibawa ke kami dia sudah demam selama semingguan," ucap Kabid Pelayanan Kesehatan RSUD SMC Kabupaten Tasikmalaya. dr. Adi Widodo pada Kamis (21/7/2022).

Nyawa bocah tersebut tidak tertolong meski sudah mendapat penanganan medis maksimal. Pihak RSUD SMC mendiagnosis penyebab kematian korban akibat suspect typhoid dan ensefalopati atau peradangan otak akibat komplikasi tifus serta suspect episode depresi atau gangguan kejiwaan yang bisa diakibatkan karena komplikasi demam tifus. Berdasarkan pengakuan keluarga kepada pihak rumah sakit, almarhum sempat jadi korban perundungan teman sebaya.

ADVERTISEMENT

"Diagnosa kematian almarhum akibat suspect typhoid dan ensefalopati atau peradangan otak akibat komplikasi tifus. Serta ada suspect episode depresi atau gangguan kejiwaan yang bisa diakibatkan karena komplikasi tifusnya. Faktor internalnya bisa karena komplikasi demam," ucap Adi.

Pihak rumah sakit belum sempat memintai keterangan pasien karena kondisinya sudah hilang kesadaran. Sehingga untuk faktor eksternalnya, pihak rumah sakit belum menyimpulkan lantaran mengingat pasien tidak bisa berkomunikasi.

"Kami SMC belum sempat memintai keterangan pada almarhum karena sudah menurun kesadarannya sampai meninggal," kata Adi.

Sementara itu, psikiatri RSIA Limijati Kota Bandung dr. Elvine Gunawan mengatakan aksi bullying sebetulnya bukan kasus baru. Bullying menurutnya memiliki dampak yang luas.

"Setiap kasus bullying baik ringan atau seperti ini sudah ekstrem, bukan lagi bullying secara verbal, tapi ini lebih kekerasan secara fisik walaupun gunakan cara lain. Ini berdampak pada kesehatan jiwa, buat orang yang melakukan sudah pasti ada gangguan jiwa. Untuk orang terkena dampak jelas dan terakhir juga saksinya, dampaknya luas banget," kata Elvine via sambungan telepon, Kamis (21/7/2022).

Ia mengungkapkan perilaku terduga pelaku harus diobservasi lebih jauh. Pasalnya hal tersebut terjadi di luar nalar.

"Pelakunya harus diobservasi lebih, ini ada sesuatu, anak lain pada kondisi normal tidak punya pikiran untuk menyuruh orang untuk menyetubuhi kucing, tidak mungkin," ungkapnya.

Menurutnya, dalam kasus bullying ini ada ketidakseimbangan kekuasaan. Menurutnya pelaku sangat powerfull melakukan hal tersebut kepada orang lain.

"Harus ditarik lagi ke belakang bagaimana pola asuh anak ini, kepedulian keluarga, apakah dari dulu ada gangguan perilaku. Kalau dilihat sebenarnya kita harus lihat secara utuh, pola asuh dari kecil sampai besar seperti apa, apakah anak ini lihat percontohan, pernah lihat seperti ini sebelumnya, jangan-jangan dia lihat konten ini di media sosial seperti film porno, dia pasti pernah lihat," ucapnya.

Elvine juga menuturkan, kejadian ini cukup mengagetkan. Biasanya kasus bullying ini terjadi pada fisik atau secara sosial tidak bisa main bareng teman-temannya. Ia menilai, bullying seperti ini seperti out of the box (tak biasa) secara negatif.

"Orang tua harus peka apakah anak-anaknya ini, perilaku sama dengan seusianya, kalau bapak ibunya merasa ragu datang ke pelayanan kesehatan, apakah hanya feeling atau memang ada gangguan," tuturnya.

"Kedua, sebenarnya konteks bullying ini bisa terjadi di sekolah, sosial, dan lainnya. Harus ada kepedulian dari komunitas sosial kita untuk melindungi atau menjaga komunitas kita supaya sehat," ucapnya.

Menurutnya juga, jika ada kasus bullying jangan dianggap normal. Karena bullying ini tidak pernah menjadi kasus normal.

"Bahkan kita meledek fisik seseorang itu sudah bullying, itu sebenarnya harus segera ditemui karena pengabaian adalah pintu gerbang untuk bullying yang lebih besar lagi, jadi ketika anak sudah sering membully temannya, itu sudah ada tanda-tanda. Intinya kepekaan ya, karena korban bullying tidak akan berani melapor," ujarnya.

(bba/ors)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads