Kriminolog Unpad Sebut Hukuman Pelaku Bullying Bukan Ajang Balas Dendam

Kabupaten Tasikmalaya

Kriminolog Unpad Sebut Hukuman Pelaku Bullying Bukan Ajang Balas Dendam

Rifat Alhamidi - detikJabar
Kamis, 21 Jul 2022 13:11 WIB
Poster
Foto: edit Wahyono
Bandung -

Peringatan (trigger warning): Artikel ini mengandung konten eksplisit tentang perundungan ekstrem yang dapat memicu kondisi emosi dan mental pembaca. Kami menyarankan Anda tidak meneruskan membacanya jika mengalami kecemasan dan meminta bantuan profesional.

Bocah kelas enam SD di Kecamatan Singaparna, Tasikmalaya mengalami nasib pilu setelah mendapatkan perundungan dari rekan sebayanya. Bocah tersebut mengalami depresi hingga sakit keras dan akhirnya meninggal dunia usai dipaksa menyetubuhi kucing saat aksi perundungan dilakukan.

Kriminolog Universitas Padjadjaran (Unpad) Yesmil Anwar memberikan pandangannya mengenai aspek hukum kasus tersebut. Menurutnya, pelaku aksi perundungan itu harus mendapat perlakuan yang tepat, supaya hukuman yang dia terima nantinya pun bukan sebagai ajang balas dendam.

"Karena di kasus ini pelakunya kan juga anak-anak, jadi dari sudut pandang kriminolog, anak-anak itu jangan sampai dijadikan miniaturnya orang dewasa. Hukumannya harus tetap berjalan, tapi jangan sampai jadi hukuman untuk balas dendam," kata Yesmil saat berbincang dengan detikJabar via telepon di Bandung, Kamis (21/7/2022).

Yesmil menegaskan, hukuman untuk anak pelaku perundungan harus demi kebaikan anak itu sendiri. Meski sifatnya berupa efek jera, tapi perlu ada edukasi di dalamnya yang bisa mendidik si anak pelaku itu supaya merubah cara pandangnya.

"Itu memang untuk penjeeraan, tapi penjeraan yang sifatnya mendidik. Karena tujuannya, hukuman kepada anak itu untuk kepentingan terbaik anak yang dihukum," tuturnya.



Aturan tentang penanganan pidana anak pun sudah diatur secara khusus dalam UU No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Kata Yesmil, para penegak hukum bisa mengacu kepada undang-undang tersebut agar penangannya lebih tepat untuk masa depan sang anak.

"Kita sudah punya UU Perlindungan Anak, nah itu harus dipergunakan dengan tetap berazaz. Supaya ini seimbang dengan anak yang melakukan (pelaku), karena penting itu pembinaan atau pengembalian situasi anak yang menjadi pelakunya ataupun yang menjadi korbannya. Kedua sisi ini harus diberikan prioritas yang sama, baik korban maupun pelaku," ucapnya.

"Intinya, saya ingin menyampaikan jika menghukum pelaku anak itu memang berbeda tujuannya, harus berimbang. Karena saya udah khawatir jika cara pandang kita anak ini adalah miniatur orang dewasa. Jadi kalau kita anggap itu kejahatan, berarti anak itu melakukan kejahatan. Padahal kan dia masih kecil," pungkasnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT



Sebelumnya, Pilu dialami bocah PH (11) dari Singaparna, Kabupaten Tasikmalaya. Bocah kelas enam SD ini meninggal dunia diduga akibat mengalami depresi usai dirundung rekan sebayanya.

Dari informasi, PH dipaksa oleh rekan-rekannya untuk menyetubuhi kucing. Video aksi perundungan itu direkam, kemudian disebarkan para pelaku di media sosial.




(ral/dir)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads