Kawasan Bandung Utara alias KBU merupakan wilayah yang berperan penting dalam keberlanjutan hidup di Cekungan Bandung atau Bandung Raya. Sayangnya, alih fungsi lahan lahan di KBU begitu masif.
Alih fungsi lahan yang masif itu diduga karena persoalan perizinan yang masih tumpang tindih. Dampaknya pun besar, lahan kritis di KBU mencapai ribuan hektare. Dikutip dari detikNews berdasarkan Dinas Kehutanan Jabar, pada 2021 lahan kritis di KBU mencapai 19 ribu hektare, dari total luas lahan KBU yang mencapai sekitar 42.315 hektare. Sementara itu, total lahan kritis yang terjadi di KBB dan KBU mencapai sekitar 77 ribu hektare.
Anggota Komisi IV DPRD Jabar Daddy Rohanady menyebutkan lahan kritis di KBB mengalami penambahan pada 2021. Daddy menyebutkan kerusakannya mencapai 59 hektare lebih. Sehingga menyumbang luas lahan kritis di KBU.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Daddy pun tak menampik adanya alih fungsi lahan yang masif di KBU. Persoalan perizinan alih fungsi lahan selalu mencuat.
"Izin alih fungsi lahan ini diterbitkan oleh kawan-kawan yang di kabupaten (KBU). Ini yang menjadi persoalannya koordinasi antara kabupaten dan LH kita (Dinas Lingkungan Hidup Jabar). Mestinya terencana," kata Daddy saat dihubungi detikJabar, Rabu (13/7/2022).
Daddy tak hanya bicara soal perizinan alih fungsi lahan. Ia juga mengaku khawatir dengan adanya penetapan wilayah Cekungan Bandung menjadi proyek strategis nasional (PSN), otomatis KBU pun masuk di dalamnya.
Sekadar diketahui, penetapan Cekungan Bandung sebagai PSN ini ditetapkan pada Juli 2018 melalui Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2018 tentang Rencana Tata Ruang Perkotaan Cekungan Bandung. Sehingga, pemerintah pusat turut dalam pengawasan di Cekungan Bandung.
"Pengawasannya jadi banyak yang di pusat. Lahan di Jabar, tapi ada PSN. Lahan di kita, ada kendali dari pusat juga. Yang seperti ini agak sulit," ucap anggota Fraksi Partai Gerindra DPRD Jabar itu.
Daddy menegaskan semua pihak, baik pusat maupun daerah harus duduk bersama untuk mengantisipasi penambahan luas lahan kritis di KBU. Ia mengkhawatirkan dampak bencana atas kerusakan yang terjadi di KBU.
"Risikonya jika tidak maksimal sebagai kawasan resapan dan lainnya. Ini musibah besar. Banjir bisa terjadi. Karena KBU ini penyangga," kata Daddy.
Pertahankan Perda
Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengendalian Kawasan Bandung Utara sebagai Kawasan Strategis Provinsi Jawa Barat, menjadi salah satu muruah dalam menjaga KBU sebagai daerah penyangga Cekungan Bandung. Perda yang sudah berumur lima tahun lebih itu ternyata sempat menjadi perdebatan. Sempat mencuat perda ini untuk dicabut.
"Perda KBU sempat muncul untuk dihapus. Saya bilang jangan," ucap Daddy.
Daddy tak menyebut kelompok yang menginginkan pencabutan Perda tentang KBU itu. Menurutnya, Perda KBU menjadi kendali pemanfaatan ruang. Meski saat ini sudah ada perubahan Perda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jabar.
"Kalau Perda KBU dihapus berati kewajiban pemilik lahan juga hilang. Contoh soal koefisien dasar bangunan (KDB) yang 20 persen. Jelas eksplisit. Kalau Perda dihapus, nanti bisa keluar dari rambu rambu itu," kata politikus Partai Gerindra itu.
"Ini aturan pengendali. Karena alih fungsi lahan itu harus ada pengendalinya," kata Daddy menambahkan.
Daddy mengaku tak menolak jika ada revisi Perda tentang KBU. Catatannya, revisi perda itu disesuaikan dengan kebutuhan keberlangsungan hidup di wilayah Cekungan Bandung.
Sekadar diketahui, dalam perda tersebut menyebutkan pemanfaatan ruang di KBU yang tidak terkendali akan mengancam keberlangsungan fungsi konservasi kawasan sebagai daerah tangkapan air. Dan, menimbulkan berbagai bencana alam. Dalam perda juga menjelaskan tentang zonasi wilayah, antara zona hutan lindung, pemanfaatan lahan perkotaan hingga pedesaan.
Perda KBU mengatur prosentase KDB untuk pemanfaatan lahan. KDB ini diatur dan disesuaikan dengan pembagian zona yang ada. Untuk di kawasan lindung seperti hutan konservasi, Taman Hutan Raya Ir H Djuanda dan lainnya, KDB paling tinggi 10 persen. Sementara untuk daerah resapan air rendah, KDB tertingginya adalah 40 persen dari luas pemanfaatan lahan.
Tanggapan Pemprov Jabar soal Perizinan
Persoalan Perizinan
Sementara itu, dalam jurnal yang diterbitkan Universitas Padjadjaran (Unpad) berjudul Implementasi Kebijakan Pengendalian Kawasan Bandung Utara dalam Pembuatan IMB di Kecamatan Cimenyan, yang disusun Oneng Ruskasih, Deasy Sylvia Sari dan Ratna Meisa Dai, menyebutkan pembuatan IMB belum terlaksana secara menyeluruh. Masih banyak warga belum mempunyai IMB di Kecamatan Cimenyan.
Jurnal itu juga menyebutkan penerapan Perda tentang KBU harus efektif dalam penerbitan IMB. Karena jika kebijakan perda tersebut tidak dilaksanakan akan berakibat fatal terhadap lingkungan sekitar.
Terpisah, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jabar Prima Mayaningtyas mengatakan perizinan alih pemanfaatan lahan atau IMB merupakan kewenangan daerah setempat, atau daerah yang ada di KBU. Pihaknya hanya mendorong agar kota dan kabupaten di KBU menerapkan Perda tentang KBU.
"Perda Provinsi Nomor 2 tahun 2016 harus menjadi pertimbangan pemberian izin pemanfaatan ruang di KBU," kata Prima kepada detikJabar.
Prima menjelaskan adanya Undang-undang (UU) Cipta Kerja membuat pemprov tak punya kewenangan untuk memberikan rekomendasi teknis pemanfaatan ruang di KBU. Kendati demikian, DLH Jabar mengaku siap membantu penindakan adanya pelanggaran aturan jika terjadi di KBU.
"Saat ini upaya kita adalah penguatan kelembagaan dan SDM. Kalau penegakkan hukum sepanjang kabupaten dan kota meminta bantuan, provinsi insyaallah lakukan," kata Prima.