Polemik SD negeri berstatus inklusi di Kota Bandung yang hanya mendapat 3 murid baru mendapat sorotan dari pengamat pendidikan. Pasalnya, SD tersebut sepi peminat dan kurang dilirik oleh orang tua siswa.
Pengamat Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Cecep Darmawan pun memberikan sejumlah saran kepada Pemkot Bandung supaya kejadian itu tak terulang. Bagi Cecep, sekolah berstatus inklusi seharusnya bisa menjadi sekolah unggulan yang memiliki poin plus dibanding sekolah reguler lainnya.
"Sekolah inklusi itu sekolah plus, artinya dia memiliki keistimewaan. Harusnya sekolah itu menjadi sekolah unggul, karena perlakuannya pun harusnya istimewa dibanding sekolah biasa," kata Cecep saat berbincang dengan detikJabar via telepon di Bandung, Selasa (12/7/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Cecep mengungkap, sekolah inklusi bukan hanya berupa lembaga pendidikan yang turut menampung siswa berkebutuhan khusus di dalamnya yang bisa belajar secara normal. Namun lebih jauh, tujuan adanya sekolah inklusi harus bisa menjadi sekolah unggulan dibanding sekolah-sekolah lain.
"Anggarannya juga harusnya ditambah, fasilitas harus lebih baik. Nantinya, pasti orang akan seneng (sekolah) di situ. Karena bagi yang inklusi juga nanti berkembang sesuai kebutuhannya, terus yang biasa, yang noninklusi itu juga dia bisa banyak belajar dari para mereka yang inklusi tadi," tuturnya.
"Dengan demikian, image publik terhadap sekolah inklusi juga berubah," tambahnya.
Hal lain yang membuat sekolah inklusi di Bandung sepi peminat seperti di SDN 206 Putraco Indah menurut Cecep, terjadi karena Disdik tidak melakukan sosialisasi hingga tataran paling bawah. Sehingga ia menyebut, masih ada stigma di masyarakat jika sekolah inklusi jauh tertinggal dengan sekolah regular.
"Memang tidak bisa menyalahkan sepenuhnya kepada masyarakat, karena barang kali ada mispersepsi, ada stigma yang salah selama ini jika sekolah inklusi itu untuk anak berkebutuhan khusus saja. Dari sini, ada yang kurang tentang sosialisasi dan penjelasan dari pemerintah sendiri mengenai sekolah inklusi," ucapnya.
Dalam pernyataannya, Cecep menyayangkan jika ada usulan sekolah insklusi harus dihapus gara-gara persoalan sepinya peminat. Sebab bagi dia, keberadaan sekolah inklusi seharusnya bisa mengalahkan sekolah lain yang selama ini mendapat label dari publik sebagai sekolah elit dan favorit.
"Justru jangan, malah harusnya mereka yang noninklusi itu harus orang-orang yang unggul di sekolah situ. Bahkan kalau bisa, mereka bukan cuma gratis sekolahnya, dapat beasiswa juga kalau perlu. Sehingga nanti, mereka bisa jadi murid-murid yang hebat dibanding sekolah yang lain," terangnya.
Persoalan ini pun menurut Cecep tak bisa dibiarkan begitu saja. Harus ada evaluasi dari Disdik, supaya tahapan PPDB tahun selanjutnya tak memunculkan kembali sekolah yang kurang diminati warga seperti di SDN 206 Putraco Indah.
"Enggak bisa, kalau hanya sekedar dilakukan dan hanya sekedar merubah (status sekolah) itu menjadi inklusi, tadi itu image di masyarakatnya berbeda dengan apa yang seharusnya ditargetkan. Karena saya yakin, kalau masukan tadi itu dilakukan, maka org tua akan berduyun-duyun menyekolahkan anaknya ke sekolah inklusi ini," pungkasnya.
Sebagaimana diketahui, pada laman resmi PPDB Kota Bandung 2022, ppdb.bandung.go.id, Senin (11/7/2022), SDN 206 Putraco Indah hanya diisi oleh 3 siswa baru. Ketiganya berasal dari jalur zonasi 2 orang dan dari jalur afirmasi 1 orang.
Padahal dalam laman tersebut, SDN 206 Putraco Indah mendapatkan kuota total 56 calon siswa baru. Rinciannya yaitu 55 siswa untuk jalur zonasi dan 1 siswa untuk jalur afirmasi.
Namun masalahnya, ternyata hanya 2 orang yang mendaftar melalui jalur zonasi ke sekolah yang beralamat di Jl Rajamantri Kaler, Kelurahan Turangga, Kecamatan Lengkong, Kota Bandung tersebut. Kemudian 1 orang mendaftar melalui jalur afirmasi, sehingga ketiganya dinyatakan diterima seluruhnya.
(ral/dir)