Lalu lalang kendaraan dan bisingnya suara knalpot sudah jadi teman sehari-hari Komarudin. Pria 60 tahun ini hanya terduduk santai di atas becaknya. Rutinitas ini sudah dilakoni Komarudin puluhan tahun.
Berlokasi di Jalan Kosambi, Kota Bandung, tepatnya di dekat perlintasan kereta api, Komarudin tiap hari mangkal untuk meraup pundi-pundi rupiah. Menarik becak jadi profesi Komarudin sejak 1979.
"Saya dari tahun 89 (1989) mulai di sini (narik becak)," kata Komarudin mengawali perbicangan dengan detikJabar belum lama ini.
Bapak empat anak ini menceritakan keluh kesahnya menjadi penarik becak di tengah gempuran moda transportasi modern. Saat ini, kata Komarudin, mencari penumpang yang masih ingin menggunakan becak sangatlah susah.
Maraknya transportasi online membuat pelanggan becak perlahan tapi pasti menghilang. Itu terbukti dari cerita Komarudin dimana ia seringkali hanya mendapat satu penumpang, atau bahkan tidak sama sekali dalam sehari.
"Kan ayeuna (sekarang) kebanyakan online. Bapak kemarin cuma dapat berapa, Rp 10 ribu, cuma satu orang narik teh, ditungguin sampe sore jam 3 teu aya (nggak ada) lagi. Jadi cuma dapat satu seharian. Kebanyakan pakai online semua," keluhnya.
Berkurangnya minat masyarakat untuk menggunakan becak terjadi saat transportasi online mulai masuk ke Kota Bandung. Ditambah lagi, pandemi Corona yang melanda makin memperburuk kondisi itu.
Komarudin mengungkapkan untuk mendapat uang Rp 100 ribu per hari saat ini dirasa mustahil. Padahal dulu jumlah itu bisa didapat tiap hari.
"Sehari teh palingan Rp 50-80 ribu, nggak ada sampe Rp 100 ribu. Mulai sepi pas Corona, pendapatan menurun, penumpang nggak ada, (transportasi) online makin banyak. Tapi kalau lagi ada, ya ada. Kalau nggak ada, sama sekali nggak ada," ungkap Komarudin sembari mengelap becak kesayangannya.
Saking berkurangnya penumpang, Komarudin memiliki slogan tersendiri yang menggambarkan kondisi saat ini. "Sekarang becak neangan (mencari) muatan, dulu muatan neangan becak," ungkap Komarudin.
Naik Kereta Setiap Hari
Meski bekerja di Kota Bandung, ternyata Komarudin tinggal di Cicalengka, Kabupaten Bandung. Tiap hari ia pulang-pergi menggunakan kereta api. Berangkat dari rumah sekitar pukul 05.00 WIB, Komarudin berharap bisa mendapat penghasilan yang mencukupi.
(bba/ors)