Sang Penarik Becak yang Percaya Rezeki Tak Nyasar

Cerita Warga Biasa

Sang Penarik Becak yang Percaya Rezeki Tak Nyasar

Bima Bagaskara - detikJabar
Sabtu, 09 Jul 2022 11:00 WIB
Komarudin, penarik becak di kawasan Kosambi, Kota Bandung.
Komarudin, penarik becak di kawasan Kosambi, Kota Bandung. (Foto: Bima Bagaskara/detikJabar)
Bandung -

Lalu lalang kendaraan dan bisingnya suara knalpot sudah jadi teman sehari-hari Komarudin. Pria 60 tahun ini hanya terduduk santai di atas becaknya. Rutinitas ini sudah dilakoni Komarudin puluhan tahun.

Berlokasi di Jalan Kosambi, Kota Bandung, tepatnya di dekat perlintasan kereta api, Komarudin tiap hari mangkal untuk meraup pundi-pundi rupiah. Menarik becak jadi profesi Komarudin sejak 1979.

"Saya dari tahun 89 (1989) mulai di sini (narik becak)," kata Komarudin mengawali perbicangan dengan detikJabar belum lama ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bapak empat anak ini menceritakan keluh kesahnya menjadi penarik becak di tengah gempuran moda transportasi modern. Saat ini, kata Komarudin, mencari penumpang yang masih ingin menggunakan becak sangatlah susah.

Komarudin, penarik becak di kawasan Kosambi, Kota Bandung.Komarudin, penarik becak di kawasan Kosambi, Kota Bandung. Foto: Bima Bagaskara/detikJabar

Maraknya transportasi online membuat pelanggan becak perlahan tapi pasti menghilang. Itu terbukti dari cerita Komarudin dimana ia seringkali hanya mendapat satu penumpang, atau bahkan tidak sama sekali dalam sehari.

ADVERTISEMENT

"Kan ayeuna (sekarang) kebanyakan online. Bapak kemarin cuma dapat berapa, Rp 10 ribu, cuma satu orang narik teh, ditungguin sampe sore jam 3 teu aya (nggak ada) lagi. Jadi cuma dapat satu seharian. Kebanyakan pakai online semua," keluhnya.

Berkurangnya minat masyarakat untuk menggunakan becak terjadi saat transportasi online mulai masuk ke Kota Bandung. Ditambah lagi, pandemi Corona yang melanda makin memperburuk kondisi itu.

Komarudin mengungkapkan untuk mendapat uang Rp 100 ribu per hari saat ini dirasa mustahil. Padahal dulu jumlah itu bisa didapat tiap hari.

"Sehari teh palingan Rp 50-80 ribu, nggak ada sampe Rp 100 ribu. Mulai sepi pas Corona, pendapatan menurun, penumpang nggak ada, (transportasi) online makin banyak. Tapi kalau lagi ada, ya ada. Kalau nggak ada, sama sekali nggak ada," ungkap Komarudin sembari mengelap becak kesayangannya.

Saking berkurangnya penumpang, Komarudin memiliki slogan tersendiri yang menggambarkan kondisi saat ini. "Sekarang becak neangan (mencari) muatan, dulu muatan neangan becak," ungkap Komarudin.

Naik Kereta Setiap Hari

Meski bekerja di Kota Bandung, ternyata Komarudin tinggal di Cicalengka, Kabupaten Bandung. Tiap hari ia pulang-pergi menggunakan kereta api. Berangkat dari rumah sekitar pukul 05.00 WIB, Komarudin berharap bisa mendapat penghasilan yang mencukupi.

Namun lagi-lagi, ia seringkali hanya diam di pangkalan menanti penumpang yang tak kunjung datang. Jikapun ada, hanya satu-dua orang, yang uangnya pun habis untuk ongkos.

"Rumah di Cicalengka, tiap hari naik kereta. Uang habis buat ongkos. Naik kereta Rp 5 ribu, pulang pergi Rp 10 ribu. Belum buat makan," ujarnya.

Komarudin kembali ke Cicalengka setiap pukul 15.00 WIB. Ia menitipkan becak miliknya di sebuah gudang yang tak jauh dari Stasiun Bandung.

Komarudin, penarik becak di kawasan Kosambi, Kota Bandung.Komarudin, penarik becak di kawasan Kosambi, Kota Bandung. Foto: Bima Bagaskara/detikJabar

Percaya Rezeki Tak Tertukar

Meski pelanggan tak seramai dulu, Komarudin percaya jika rezeki tidak akan tertukar. Ia menegaskan usahanya mencari nafkah dengan menarik becak tetap akan menghasilkan sesuatu.

"Tapi percaya rezeki mah pasti ada aja walaupun sedikit juga. Yang penting usaha kitanya," ucapnya.

Selama menjadi penarik becak memang Komarudin tidak memiliki harta melimpah. Hanya satu hal yang ia syukuri dengan kerja kerasnya itu, yakni keempat anaknya bisa sekolah meskipun hanya sampai SMP dan SMA.

Bahkan saat ini keempat anaknya sudah menikah dan Komarudin telah mendapat dua cucu. Satu lagi yang ia syukuri betul, kondisi kesehatan dirinya dan istri yang sehat hingga detik ini.

"Alhamdulillah bisa sekolahkan anak meskipun hanya tamat SMP-SMA. Anak sudah pada menikah. Yang paling penting saya dan istri sehat," kata Komarudin.

Komarudin, penarik becak di kawasan Kosambi, Kota Bandung.Komarudin, penarik becak di kawasan Kosambi, Kota Bandung. Foto: Bima Bagaskara/detikJabar

Ingin Istirahat dan Berjualan

Usianya yang tak lagi muda membuat Komarudin seringkali merasa lelah. Namun ia tetap menjalankan tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga.

Di balik semangat yang masih tersisa, Komarudin juga memiliki harapan untuk beralih profesi. Ia ingin meninggalkan pekerjaannya menarik becak dan berjualan di rumahnya.

"Mau berhenti. Kalau ada modal usaha di rumah. Sudah capek juga," harapnya.

Halaman 2 dari 2
(bba/ors)


Hide Ads