Mengintip Proyek ACT Pertama di Sukabumi yang Diduga Disunat

Mengintip Proyek ACT Pertama di Sukabumi yang Diduga Disunat

Siti Fatimah - detikJabar
Kamis, 07 Jul 2022 16:34 WIB
Proyek ACT di Sukabumi.
Foto: Proyek ACT di Sukabumi (Siti Farimah/detikJabar).
Sukabumi -

Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) saat ini tengah menjadi perbincangan terkait pengelolaan donasi. Di Kota Sukabumi, ada suatu program donasi Indonesia Dermawan berupa sumur wakaf yang masih menyisakan pertanyaan di kalangan masyarakat.

Sumur wakaf atau MCK itu berlokasi di Kampung Nagrak, Kelurahan Benteng, Kecamatan Warudoyong, Kota Sukabumi. Pembangunan MCK itu selesai pada Februari 2021 dan disebut sebagai proyek pertama ACT di Kota Sukabumi. Berukuran sekitar 4x6 meter dengan dua kamar mandi dan dua pancuran di bagian luar dan dicat berwana hijau oranye.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, pembangunan MCK itu mulanya diusulkan oleh ACT Cabang Sukabumi. Campaign di website disebutkan bahwa kebanyakan warga di sana menggunakan air limbah, sehingga donasi pembuatan sumur sangat diperlukan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketua RT setempat Irwan Kurniawan (54) mengatakan, memang sangat jarang warga di Kampung Nagrak menggunakan air sumur. Sekitar 85 persen warga di sana menggunakan air PDAM dan itu pun tidak maksimal.

"Awalnya itu kita dapat tawaran dari ACT langsung. Kebetulan waktu itu Desember 2020 RT 4 ini sedang bikin MCK jadi program P2RW, kebetulan dari ACT datang silaturahmi, ngobrol-ngobrol katanya 'ada yang bisa dibantu' kebetulan MCK ini belum," kata Irwan saat ditemui detikJabar di lokasi, Kamis (7/7/2022).

ADVERTISEMENT

Lebih lanjut, laman donasi langsung dibuka melalui website ACT dan masyarakat dapat secara transparan melihat jumlah donasi yang terkumpul. Irwan ingat betul, donasi yang terkumpul selama dua bulan untuk pembangunan MCK di kampungnya sebesar Rp 32 juta.

"Itu saya perhatikan dari awal donasi dibuka selama 2 bulan itu terkumpul Rp 32 juta dari Rp 0 sampai tutup masa donatur. Cuman untuk turun ke lokasi pas titik pembangunan ini kita dikasih bentuk barang, bukan uang," ujarnya.

Akan tetapi, kata Irwan, tidak semua donasi diterima oleh warga. Dari total Rp 32 juta, hanya Rp 24 juta yang dibelanjakan untuk bahan bangunan, upah kerja dan upah bor sumur. Artinya, ada selisih sekitar Rp 8 juta atau 25 persen.

Irwan mengungkapkan, potongan Rp 8 juta itu kabarnya untuk biaya administrasi atau biaya operasional. Namun, pembahasan pemotongan donasi umat itu tidak dibicarakan sebelum pembukaan donasi.

"Ya mungkin kecewa karena waktu itu saya sempat adu argumen di saat mulai program turun katanya ini bisanya cuma Rp 24 juta, mulai program turun ini cuman bisa Rp 24 juta dari pusat. Pembahasan pemotongan setelah dana terkumpul, jadi kita tahu itu ada potongan setelah ada pelaksanaan," paparnya.

Sementara itu untuk kebutuhan tukang atau buruh sehari-hari seperti konsumsi ditanggung oleh kas RT. "Waktu itu keluar tambahan pelaksanaan hampir Rp 2 juta dari kas RT. Keperluan sehari-hari kaya makannya, kan banyak juga warga yang ikut kerja bakti, kan setidaknya kita sediakan makan," tuturnya.

Menanggapi isu yang beredar hari ini tentang ACT, Irwan mengatakan, sebaiknya dibicarakan sejak awal terkait pemotongan biaya administrasi atau operasional. Selain itu, diharapkannya potongan donasi tidak terlalu besar.

"Kalau saya sikapi memang ada pemotongan, contohnya di sini dari Rp 32 juta jadi Rp 24 juta dengan bahasanya operasional mereka. Kalau saya sih terima-terima saja karena memang bermanfaat (programnya)," ucapnya.

"Cuman kalau bisa jangan sebesar itu karena masih banyak pengeluaran. Nggak jelas dalam artian biaya yang dipotong itu buat apa, sedangkan itu kan amanat dari donatur yang harus disampaikan kepada warga," sambungnya.

Respons ACT bisa dibaca di halaman selanjutnya

Respons ACT Sukabumi

Marketing Komunikasi ACT Sukabumi Malsi Abadi Akbar menjawab dugaan pemotongan donasi tersebut. Dia mengatakan, sejujurnya biaya donasi sumur wakaf di Benteng tersebut kurang dari target capaian.

"Sebenarnya kalau untuk sumur ini secara real nya, karena kita kan ngomong waktu fgd nya kita itu menjelaskan total yang diterima, mereka enggak tahu ada kekurangan. Untuk sumur ini dana yang masuk dari penggalangan itu minus," kata Malsi saat ditemui detikJabar.

Dari data yang diterimanya, donasi publik yang masuk melalui transfer itu berasal dari JNE sebesar Rp 5 juta, pegadaian syariah Rp 10 juta, publik Rp 4 juta an dan platform Rp 1 juta, selain itu ada stimulus dari kantor pusat sebesar Rp 2 juta. Total keseluruhan sekitar Rp 24 juta padahal RAB sebesar Rp 29,5 juta.

"Kekurangannya itu ada yang nyumbang berbentuk barang, torennya atau misalkan kita beli ke material mereka melebihi, menyumbang, mewakafkan. Nah itu kita masukkan ke nominal karena harus dicatat walaupun itu berbentuk barang," paparnya.

Setelah itu, barulah dinyatakan bahwa total donasi Rp 32 juta dengan catatan bantuan barang dinominalkan. "Mereka sebetulnya enggak tahu, pemotongannya betul 12,5 persen. Total Rp 32 juta betul cuman kita ngasihnya ada dana stimulan dari pusat," bebernya.

Sekedar diketahui, penggunaan dana Yayasan ACT menuai polemik. Presiden Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ibnu Khajar pun sempat meminta maaf kepada publik terkait riuh yang berkaitan isu gaji fantastis petinggi lembaga nirlaba tersebut seiring dengan pemberitaan di majalan Tempo.

Selain itu, pihaknya juga mengakui mengambil 13,7 persen dari donasi yang terkumpul. Ibnu mengatakan dana yang diambil itu dipakai untuk operasional gaji pegawai. Saat ini, izin penyelenggaraan pengumpulan uang dan barang (PUB ACT) dicabut oleh Kementerian Sosial.

Halaman 2 dari 2
(mso/mso)


Hide Ads