Dari Sensen hingga Odik: Deretan Jenderal NII yang Eksis di Garut

Dari Sensen hingga Odik: Deretan Jenderal NII yang Eksis di Garut

Hakim Ghani - detikJabar
Senin, 27 Jun 2022 10:00 WIB
Sidang Trio Jenderal NII di PN Garut
Sidang Trio 'Jenderal' NII di PN Garut (Foto: Hakim Ghani/detikJabar)
Garut -

Jajang Koswara, Sodikin dan Ujer Januari membuat geger warga Garut usai mengaku sebagai jenderal dari Negara Islam Indonesia (NII) dan menyebarkan video propaganda di medsos. Kemunculan jenderal-jenderal NII ini ternyata tak sekali saja terjadi.

Trio Jenderal NII ini muncul sekitar pertengahan tahun 2021 silam. Kala itu, warga Garut dihebohkan dengan kemunculan mereka melalui rekaman video yang tersebar di media sosial.

Di salah satu video yang mereka unggah, mereka terlihat mengibarkan bendera NII dan mendeklarasikan eksistensi dari aliran radikal tersebut. Mereka juga diketahui mengajak masyarakat untuk bergabung dengan NII melalui video-video yang dibuatnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kemunculan jenderal-jenderal NII di Garut ini ternyata bukan fenomena baru di Kabupaten Garut. Jauh sebelum Ujer, Jajang dan Sodikin, ada beberapa orang lain yang mengaku sebagai jenderal NII.

Dalam kurun waktu 12 tahun terakhir, setidaknya ada 6 orang pria yang mengaku sebagai jenderal NII dan bertingkah hingga membuat resah masyarakat kota intan. Aksi-aksi mereka ini kebanyakan nyeleneh, berikut ini merupakan keenam Jenderal NII yang pernah eksis di Garut:

ADVERTISEMENT

Sensen Komara

Sensen Komara BM Esa, atau yang akrab disapa Sensen Komara ini merupakan pentolan tertinggi Negara Islam Indonesia di Kabupaten Garut. Dia dianggap sebagai Presiden NII sekaligus rosul oleh para pengikutnya.

Kemunculan NII di Kabupaten Garut di bawah kepemimpinan Sensen Komara diketahui pertama kali mencuat di medio tahun 2007-an. Pada tahun 2008 silam, Sensen Komara dan para pengikutnya diketahui berulah. Mereka mengibarkan bendera bulan bintang khas NII di markasnya yang berada di kawasan Babakan Cipari, Sukarasa, Kecamatan Pangatikan, Garut.

Aksi itu kemudian berlanjut pada sekitaran tahun 2011 silam. Kala itu, diketahui Sensen Komara dan anak buahnya merayakan hari jadi Negara Islam Indonesia, 7 Agustus 2011 di tempat yang sama.

Sensen kemudian ditangkap polisi dan diproses hukum. Dalam proses persidangan, dia diketahui didakwa melakukan makar dan melanggar Pasal 106 juntco Pasal 53 KUHP.

Pada bulan Juli 2012, Sensen Komara kemudian dinyatakan bersalah atas tindakan makar dan penistaan agama yang dilakukannya. Namun, Sensen tak dibui.

Berdasarkan hasil keterangan saksi dan fakta-fakta di dalam persidangan kala itu, majelis hakim menilai Sensen tidak dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya secara hukum. Sebab, dia terindikasi mengalami gangguan jiwa.

Majelis hakim kemudian memutuskan untuk menjatuhi hukuman melakukan pengobatan dan mengirimnya ke poli kejiwaan Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.

Sensen Komara sendiri diketahui meninggal dunia sekitar akhir tahun 2019 lalu. Sebelum Sensen meninggal dunia, sejumlah awak media berkesempatan untuk melakukan wawancara di rumahnya yang terletak di Kampung Bayubud, Desa Sindangpalay, Karangpawitan, Rabu 5 Desember 2018.

Saat itu, Sensen terlihat sehat dengan perawakan kurus. Sepintas, sebenarnya tidak ada yang aneh dari tampilan diri Sensen. Seperti masyarakat pada umumnya dan kerap berinteraksi dengan lingkungan.

Kala itu, Sensen Komara sempat ditanya terkait aksi solat menghadap timur oleh wartawan dan dia menjawab masih melakukannya. Selain itu, dia juga menjawab saat ditanya terkait syahadat nyeleneh yang dilakukan pengikutnya.

"Ashyhadu allaa ilaaha illallah wa ashyhadu anna bapak Sensen Komara bin bapak Bakar Misbah. Karena setiap nabi itu berbeda-beda (syahadatnya)," kata Sensen.

Wawan Setiawan

Lima tahun berselang, usai Sensen Komara dihukum. Pada tahun 2017 warga Garut dihebohkan dengan kemunculan secuil surat yang dibuat oleh pengikut Sensen Komara. Dalam surat itu, sang penulis meminta warga Garut untuk solat menghadap ke timur.

Wawan Setiawan, seorang warga Kecamatan Pakenjeng, Garut adalah dalang di balik surat tersebut. Di dalam suratnya, Wawan mengaku sebagai Jenderal bintang empat sekaligus Panglima Angkatan Darat NII.

Di dalam surat tersebut, Wawan mengaku menjalankan solat menghadap ke timur dan meminta warga Garut untuk mengikutinya. Dia juga menyebut Sensen sebagai rosul Allah.

"Sholat dilaksanakan di Masjid Situ Bodol Ds Tegalgede, Kec Pakenjeng, Kab Garut," tulis Wawan dalam suratnya.

Kiriman surat dari Wawan Setiawan ke kantor desa itu sontak membuat heboh warga Garut. Polisi kemudian turun tangan dan menangkap Wawan tak lama berselang.

Usai melalui proses penyelidikan dan penyidikan, Wawan Setiawan kemudian disidang oleh majelis hakim. Hasilnya, pada Senin, 13 November 2017 Wawan dinyatakan bersalah melakukan makar dan penistaan agama.

"Terdakwa Wawan Setiawan telah terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindakan percobaan makar dan penodaan agama. Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa selama 10 tahun," ungkap ketua majelis hakim Endratno Rajamai.

Wawan Setiawan kemudian diaping sejumlah pemuka agama di Garut selama dalam masa hukuman. Wawan saat ini dikabarkan sudah bebas dari penjara.

Hamdani

Di tahun berikutnya, giliran Hamdani yang bikin onar. Salah satu loyalis Sensen Komara ini juga menyebar surat kepercayaannya terhadap Sensen dan siap mati demi Sensen.

"Kami sekeluarga satu-satunya warga Negara Republik Indonesia yang mengakui kepada Bapak Drs. Sensen Komara BM. ESA sebagai Rasul Allah dengan dasar atas keyakinan kami juga diiringi dengan mengucapkan dua kalimat syahadat, 'ASHADU ANLA ILAHA ILLALOH WA ASHADU ANNA BAPAK DRS SENSEN KOMARA BIN BAPAK BAKAR MISBAH BIN BAPAK KH MUGNI ROSULULLOH,' Kemudian apabila diperlukan kami siap menyerahkan harta dan jiwa raga kami kepada ROSUL Allah," kata Hamdani dalam surat tersebut.

Surat tersebut pertama kali menjadi perbincangan pada Minggu, 25 November 2018. Hamdani kemudian dicari-cari usai tersebarnya surat tersebut.

Dia akhirnya ditangkap Tim Resmob Polres Garut di kediamannya yang berada di Kecamatan Caringin, Garut pada hari Minggu 6 Juni 2019.

Berbeda dengan para pendahulunya. Hamdani mengaku sebagai Menteri Bagian Industri di Negara Islam Indonesia.

"Alasannya enggak ada yang lain-lain, hanya ingin terkenal," kata Kapolres Garut kala itu AKBP Budi Satria Wiguna saat ditanya wartawan terkait motivasi Hamdani menyebar surat.

Hamdani kemudian dijerat pasal penistaan agama dan diancam dengan hukuman 5 tahun bui.

"Kita kenakan pasalnya, Pasal 156 A KUHPidana. Kemudian karena ini berulang, artinya yang bersangkutan juga pernah melakukan hal serupa pada tahun 2018 lalu, jadi kami terapkan juga Pasal 64 KUHPidana dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara," ujar Budi.

Sodikin Alias Odik

Selanjutnya ada Sodikin alias Odik. Pria berusia lebih dari setengah abad ini ditangkap polisi gara-gara mengaku sebagai Panglima Jenderal dari Negara Islam Indonesia (NII).

Sodikin ditangkap polisi di akhir tahun 2021 silam. Kasusnya, dia menyebarkan video propaganda di media sosial, bersama dua orang rekannya yakni Ujer Januari (70) dan Jajang Koswara (50).

Kisah tersebut berawal pada pertengahan tahun 2021 silam. Saat itu, warga Garut dihebohkan dengan kemunculan video propaganda NII. Dalam video itu, ada tiga orang lelaki, salah satunya Odik yang mendeklarasikan eksistensi Negara Islam Indonesia di Kabupaten Garut.

Selain itu, Odik juga menyatakan bahwa dia merupakan Panglima Jenderal Negara Islam Indonesia dan mengajak warga Garut untuk bergabung dengan mereka menjadi bagian dari NII.

Dalam kasus tersebut, pria asal Kecamatan Pasirwangi berusia 55 tahun itu diketahui berperan sebagai deklarator dari teks propaganda yang mereka suarakan melalui video yang diunggah di YouTube.

Jajang Koswara

Nama berikutnya adalah Jajang Koswara. Jajang Koswara terjerat kasus serupa dengan Sodikin alias Odik. Dia mengaku sebagai Jenderal Negara Islam Indonesia (NII).

Dalam kasus tersebut, Jajang Koswara diketahui merupakan satu dari tiga pria selain Odik yang tampil dalam video propaganda yang diunggah mereka di YouTube. Pria berusia 50 tahun asal Kecamatan Pasirwangi, Garut ini berperan sebagai pengunggah video ke media sosial.

Di salah satu video terkait kasus tersebut yang tersebar di media sosial diketahui, Jajang Koswara merupakan pria berbadan tambun yang mengiringi langkah Sodikin saat berjalan sembari membawa bendera bulan bintang NII.

Jajang Koswara diketahui yang mengoperasikan akun YouTube Parkesit 82, tempat 57 video karya para jenderal NII disebarluaskan ke publik.

Ujer Januari

Terakhir, ada sosok Ujer Januari. Seorang kakek berusia 70 tahun yang berasal dari Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut. Sama halnya dengan Jajang dan Odik, Ujer juga terjerat kasus video propaganda.

Ujer diketahui merupakan satu dari tiga orang yang eksis di video propaganda NII yang tersebar di media sosial. Bedanya, Ujer diketahui hanya sebagai fasilitator tempat untuk membuat konten tersebut.

Dalam video, Ujer sendiri terlihat lebih pasif saat mereka ngonten. Pria tua ini hanya terlihat diam sembari mendampingi Sodikin yang berbicara menyampaikan naskah propaganda mereka.

Pada Kamis, 23 Juni 2022, Ujer, Jajang dan Sodikin divonis bersalah atas kasus makar dan penghinaan lambang negara. Ketiganya dinyatakan melanggar Pasal 110 KUHP tentang Makar dan Pasal 66 Jo Pasal 24 Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara.

Bedanya, Ujer dijatuhi hukuman yang paling ringan. Dia divonis hakim dengan hukuman penjara 1 tahun 6 bulan. Sedangkan Sodikin dan Jajang dijatuhi hukuman 4 tahun 6 bulan penjara., seperti yang diungkap kuasa hukum mereka Ega Gunawan.

"Jaksa penuntut umum mungkin beranggapan dari peran. Dimana Jajang sebagai peng-upload video, sedangkan Sodikin sebagai narator dan Ujer hanya menyediakan tempat," ujar Ega Gunawan.

Halaman 2 dari 3


Simak Video "Tangis Keluarga Lepas Trio Jenderal NII ke Balik Jeruji Besi"
[Gambas:Video 20detik]
(dir/dir)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads