Pada 24-30 April 2022 terjadi sebuah fenomena pencemaran laut di Teluk Bima, Nusa Tenggara Barat. Fenomena itu pun sempat viral setelah adanya cuitan di Twitter terkait pencemaran perairan.
Merespons hal itu, Institut Teknologi Bandung (ITB) melakukan riset langsung di lokasi. Dari kejauhan, pencemaran nampak seperti gurun pasir dengan luas lebih dari 10 hektare.
"Dimulai dari tanggal 26 April 2022, tim kami dekat dengan Relawan Tanggap Bencana setempat. Kami diberi laporan adanya pencemaran pada tanggal tersebut, kebetulan tim memang ada di Bima untuk meneliti daerah kumuh. Kami ke lapangan pada keesokan harinya," ujar Prof. Dr. Ing. Ir. Prayatni Soewondo, M.S., Pakar Rekayasa Air dan Limbah Cair ITB, Selasa (14/6/2022).
Laporan itu juga memuat info bahwa terdapat warga yang keracunan usai mengkonsumsi ikan laut tersebut. Di depan awak media, Prayatni menyampaikan bahwa saat ia dan tim Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan (FTSL) ITB sampai di lokasi, diambil sampel dari lima titik.
"Saat itu pencemaran masih ada tapi sudah berkurang. Karakteristik buih kecoklatan yang ada di laut tersebut yakni ada bau, berupa busa kental yang tebal sekitar 10 cm, teksturnya kenyal, berwarna cokelat, dan tidak mengalami pembakaran," jelas Prayatni.
Ia memaparkan pada 28-29 April 2022, buih semakin berkurang. Hal ini tertangkap dari kamera satelit, hingga pada 6-14 Mei 2022 buih tak terlihat di perairan Bima.
"Kami tanya dari penduduk setempat, fenomena ini ternyata biasa terjadi setahun sekali. Namun tahun ini adalah yang terbesar. Setelah kami teliti, ada algae dialom atau algae laut dalam lima sampel," terangnya.
"Dalam penelitian kami, ini dipengaruhi oleh adanya aktivitas perekonomian setempat. Ini merupakan faktor limbah domestik, pertanian, perikanan, kandungan oil. Semua bergantung pada geografis, pola arus, dan global warming," ujarnya.
Simak Video "Video: Ada 'Paus Raksasa' Terdampar di Pasar Seni ITB"
(aau/ors)