Suasana Kota Bandung sore itu sudah mulai tampak dipadati kendaraan warga yang akan kembali ke rumahnya masing-masing. Menjelang senja tiba, warga ingin segera bertemu keluarganya setelah seharian berjibaku dengan pekerjaan yang mereka lalui.
Pemandangan demikian tentu akan mudah ditemukan di sepanjang ruas jalan di Kota Bandung. Tak terkecuali di Jalan Malabar, iring-ringan kendaraan pun sudah mulai memadati jalan yang tak hanya didominasi kendaraan roda dua saja, namun juga kendaraan roda empat.
Di sudut Jl Malabar yang mengarah ke Jl A Yani, tepatnya menuju Pasar Kosambi, Kota Bandung, aktivitas warga masih terlihat di sana. Hal itu wajar mengingat di lokasi ini berjejer lapak usaha warga, mulai dari lapak penjualan dan tempat reparasi kursi kantor, etalase toko, tukang sol serta lapak sepatu, hingga lapak penjualan sepeda bekas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari berbagai lapak ini, terselip 3 lapak yang begitu berbeda dengan lapak-lapak lainnya. Bukan, lapak ini dibuka bukan untuk menjajakan barang dagangan atau melayani jasa reparasi barang tertentu, melainkan sebuah lapak yang didirikan khusus untuk melayani jasa cukur rambut.
Posisinya yang khas pun menjadi pemandangan unik tersendiri untuk ketiga lapak di sana. Lapak tersebut didirikan secara sederhana hanya bermodalkan terpal ataupun baligho yang disusun sehingga bisa menjadi tempat berteduh tukang cukur rambut saat melayani pelanggannya.
Kebetulan, lokasi lapak itu berada tepat di bawah pohon besar nan rindang yang telah berusia puluhan tahun. Karena lokasinya tersebut, warga punya sebutan tersendiri bagi tukang cukur di sana yaitu tukang cukur handap kai atau hankai yang dalam bahasa sunda berarti tukang cukur di bawah pohon.
detikJabar lalu berkenalan dengan salah satu dari tiga tukang cukur hankai di Jl Malabar, Kota Bandung. Namanya adalah Yana Mulyana. Pria asal Garut kelahiran 1972 ini mengaku sudah menekuni pekerjaan sebagai tukang cukur selama 25 tahun lamanya semenjak datang ke Bandung pada tahun 1997.
"Udah lama a, ada lah 25 tahun mah jadi tukang cukur. Ya gini, karena mungkin lokasinya ada di bawah pohon, makanya sering disebut sama orang-orang katanya hankai-hankai, handap kai (di bawah pohon)," kata Yana mengawali perbincangannya dengan wartawan.
![]() |
Meski sudah 25 tahun membuka jasa tukang cukur, Yana mengaku tak langsung menjadi tukang cukur hankai di Jl Malabar. Ia terlebih dahulu bekerja serabutan membantu pamannya berjualan pakaian di daerah Pajagalan yang dekat dengan Cibadak Mal saat tiba di Kota Bandung.
Tapi tak lama dari itu, Yana yang memang diwarisi keahlian mencukur karena faktor lingkungan asalnya, langsung diminta untuk membuka jasa tukang cukur. Permintaan itu datang langsung dari para pedagang pakaian di Cibadak Mal, tempat awal Yana saat pertama kali merantau ke Bandung.
Permintaan itu pun disanggupi Yana. Ia yang memang sedari kelas 2 tsanawiyah sudah diajarkan keahlian mencukur, tak begitu kesulitan saat diminta untuk mereparasi rambut orang-orang sesuai permintaan.
"Karena pas di Garut, saya dari kecil sudah diajarin cara nyukur itu gimana. Terus pas tsanawiyah, saya sering diminta sama bapak-bapak buat nyukur di pancuran (tempat pemandian) sambil mereka bawa gunting sama kursi sendiri-sendiri. Dari situ akhirnya terbiasa nyukur orang,"
"Nah pas ke Bandung, tadinya enggak nyukur dulu tapi bantuin paman dorong roda buat jualan pakaian di Cimol (menyebut Cibadak Mal). Tapi karena tahu saya bisa nyukur, orang-orang Padang di situ minta saya buat buka nyukur. Akhirnya dilakuin, tempatnya juga masih seadanya kayak di pinggir jalan sama di bawah pohon," tutur Yana menambahkan.
Perbincangan dengan Yana beberapa kali harus tertunda karena ia mulai kedatangan pelanggan untuk dipermak rambutnya dengan berbagai macam gaya. Selama satu jam mengobrol dengannya, Yana telah merombak rambut enam orang pelanggannya dari yang tadinya gondrong menjadi lebih rapi, atau hanya sekedar memotong sebagian tipis rambut sesuai permintaan dari pelanggan yang datang.
Meski harus berkutat dengan kesibukannya, Yana masih menyempatkan waktu untuk meladeni pertanyaan seputar perjalannya sebagai tukang cukur saat dilontarkan wartawan. Ia lalu melanjutkan kisah awal mula melakoni usaha sebagai tukang cukur di kawasan dekat Cibadak Mal yang sempat tertunda itu.
"Dari situ mulai nyukur, tapi sambil bantu-bantu paman jualan. Waktu itu nyukurnya juga enggak langsung ngelayanin banyak orang, hanya beberapa aja yang memang kenal dan minta pengen dicukur. Biasanya orang-orang Padang tuh yang minta saya buat nyukur mereka," ucapnya.
![]() |
Tapi rupanya, usaha awal yang dirintis Yana hanya bertahan seumur jagung. Ia harus pindah dari kawasan Cibadak Mal dan mencari tempat lain untuk melanjutkan usaha jasa tukang cukurnya tersebut.
Setelah berkeliling Kota Bandung, Yana mendapat tempat yang cocok untuk memulai kembali jasanya tersebut. Tepat di Jl Malabar ini lah, Yana memantapkan diri untuk membuka lapak yang begitu sederhana untuk bisa meneruskan jasa tukang cukurnya.
"Di Cimol enggak lama, sebentar doang cuma beberapa bulan. Sampai saya pindah ke sini, waktu itu cuma ada dua tukang cukur di sini. Mereka juga udah pada tua, aki-aki, kadang suka ganti-gantian nyukurnya karena enggak netap di sini," tuturnya.
Setelah meminta izin sang penghuni rumah tepat di depan lapaknya sekaligus memberi kabar ke petugas kelurahan, dengan alat seadanya Yana mulai mendirikan lapak jasa cukur rambut di Jl Malabar. Menariknya, Yana memilih lokasi untuk lapaknya itu tepat di bawah pohon rindang yang besar di Jl Malabar.
Saat pertama memulai usahanya, Yana masih ingat ia cukup merogoh kocek Rp 100 ribu untuk melengkapi alat-alat cukur di lapaknya itu. Sejumlah alat mulai dari gunting, catok -mesin potong rambut- yang masih berbentuk tradisional berbentuk seperti gunting dan masih digunakan secara manual, hingga beberapa alat lain untuk kelengkapan usaha cukur rambutnya tersebut.
"Dulu mah Rp 100 ribu juga udah lengkap, kalau sekarang kan beli mesin cukur aja pake uang segitu udah abis," katanya.
Tenar dari mulut ke mulut
Saat pertama kali menjalankan usaha cukur hankai, Yana masih kesulitan mencari pelanggan. Syukur-syukur ada orang yang datang ke lapaknya, karena saat itu bagi Yana, satu pelanggan dalam sehari saja sudah membawa berkah untuk usaha yang mulai ia jalankan tersebut.
Tapi seiring berjalannya waktu, usaha cukur hankai Yana mulai kebanjiran pelanggan. Semua bermula saat hasil kerja Yana dalam merombak gaya rambut itu pun mendapatkan apresiasi dari para pelanggannya. Mayoritas mereka puas dengan kerjaan Yana, hingga mulai mengedarkan informasi adanya tukang cukur hankai itu lewat mulut ke mulut.
"Kebanyakan yang cukur ke saya anak sekolah. Ada yang diantar sama orang tuanya, itu anak-anak SD biasanya. Ada juga yang datang langsung kayak anak SMP sama SMA. Dari sana mulai tuh bilang ke temen-temennya katanya di sini mah enak enggak beda lah sama tukang cukur di pangkas rambut," katanya.
Di sela-sela asyik berbincang mengenai pengalamannya, Yana tiba-tiba menghentikan obrolan dengan detikJabar. Rupanya, ia ingin memesan kopi supaya obrolan tersebut makin cair sekaligus memudahkan Yana mengingat kembali masa-masa awal saat merintis usaha hankai.
"Kita pesen kopi dulu yah, enggak afdol kalau misalkan ngobrol enggak ada kopi. Rudet jadinya, he-he-he," kata Yana di sela-sela perbincangannya.
Dua cangkir kopi hitam pun akhirnya datang. Dengan sebatang rokok kretek yang mulai ia bakar, Yana kembali melanjutkan kisahnya sebagai tukang cukur hankai.
"Tadi sampe mana ngobrolnya? Oh sampe anak sekolah yah. Jadi setelah dari situ, pada banyak orang yang datang ke sini. Pernah waktu itu ada dua anak SMP yang nyukur ke sini, mereka dianter sama tiga temennya. Eh enggak tahunya minta dicukur juga lima orang ini, katanya sih yang tiga ini pengen juga karena lihat potongan rambut temennya bagus dan enggak kalah sama tukang cukur di pangkas rambut," tutur Yana.
Dari situ, usaha cukur rambut hankai Yana mulai laris dibanjir pelanggan. Prinsipnya tak memilih-milih pelanggan membuat usaha yang dirintis Yana pun mulai tenar dan dikenal banyak orang. Tua, muda hingga anak-anak, selalu ia layani jika memang ingin dicukur di lapak hankai-nya tersebut.
"Rame-ramenya itu 10 tahun ke belakang, sehari itu bisa sampe 25 orang. Kadang sering ibu-ibu bawa anaknya juga ke sini. Itu kalau sudah begitu, saya sampe enggak duduk-duduk, enggak ada istirahatnya," kata Yana.
Praktis setelah itu, julukan tukang cukur hankai (Handap kai) atau tukang cukur di bawah pohon langsung melekat pada diri Yana. Semenjak itu pula tukang cukur berkonsep hankai langsung menjamur di Jl Malabar yang jumlahnya mencapai 15 lapak.
"Dari situ mulai banyak yang buka di sini. Rata-rata sih masih satu perantauan sama saya dari Garut, jadinya sama-sama saling bantu pas buka cukur di sini," kenang Yana.
Meski banyak lapak tukang cukur baru, Yana tetap memiliki pelanggan setia. Pelanggannya pun memang rata-rata anak sekolah, tapi ada juga beberapa prajurit TNI berpangkat mayor yang akhirnya menjadi pelanggan setia Yana. Terlebih, lokasi lapak yang Yana dirikan tak jauh dari markas Sekolah Staf dan Komando (Seskoad) TNI.
"Pernah juga dipanggil buat nyukur di panti asuhan, itu dulu nyukur pernah sampe 15 orang sama saya sendiri. Terus yang lain palingan juga mayor-mayor di Seskoad, ada juga dosen yang nyukur ke saya," ucapnya.
Menariknya, pelanggan Yana seolah tak lekang oleh usia. Anak-anak sekolah yang dulu sering datang ke jasa cukurnya, hingga sekarang masih kerap datang ke lapaknya. Ada yang sudah menikah, bekerja, bahkan berpindah rumah ke luar Kota Bandung. Namun hal itu tak membuat mereka berpaling dan tetap datang ke lapak Yana untuk mendapatkan jasa cukur tersebut.
"Jadi yang dulunya SMP, sampe sekarang sampe mereka udah kerja lagi masih tetep datang ke sini. Yang dari Soreng, Ujungberung, juga masih sering ke sini. Padahal kan banyak yah pangkas rambut, tapi tetep maunya ke saya aja. Soalnya katanya udah nyaman, cocok terus sama merekanya," kata Yana.
Karena memegang teguh prinsip ini lah, Yana masih bertahan sebagai tukang cukung hankai di Jl Malabar hingga sekarang. Padahal, belasan lapak cukur lain sudah pada gulung tikar. Namun Yana terus bertahan di tengah gempuran tempat pangkas rambut yang sudah modern dan profesional.
Tapi jangan salah, meski sudah berkepala lima dan hanya bermodalkan lapak cukur hankai sederhana, Yana tak begitu asing dengan istilah-istilah model potongan rambut terkini mulai dari skinhead, mohawk hingga undercut. Istilah itu kerap ia dengar dari anak-anak sekolah yang memang sudah menjadi langganannya sejak lama.
"Dulu kan kalau nyukur masih pake catok (alat cukur rambut) yang manual, enggak kayak sekarang yang sudah praktis pake mesin. Tapi anehnya, anak-anak yang sekarang udah pada gede itu pasti pengennya dicukur pake alat manual itu. Enggak tahu saya juga aneh, kata mereka sih lebih enak pake itu dibanding pake mesin cukur kayak sekarang," ucap Yana.
![]() |
Biayai sekolah 3 anak lelakinya
Lewat usaha jasa cukurnya, Yana juga berhasil membiayai pendidikan 3 anak lelakinya. Anak pertamanya baru lulus SMA, sementara yang kedua baru duduk di bangku SD dan anak bungsunya baru masuk TK.
Bagi Yana, pendidikan anak-anaknya memang menjadi prioritas. Ia bertekad supaya anak-anaknya bisa memiliki wawasan yang luas dan bisa menjadi kebanggaan bagi orang tua.
"Alhamdulillah a, enggak kebayang tadinya mah. Sekarang yang gede baru aja lulus SMA, mudah-mudahan bisa membanggakan orang tuanya lah nantinya a," harap Yana.
Alami Pasang Surut
Meski demikian, usaha Yana tanpa pasang surut. Dengan konsep hankai, Yana kerap dihadapkan oleh situasi sulit mencari uang jika cuaca Kota Bandung memasuki musim penghujan.
Jika sudah berhadapan dengan situasi tersebut, mau tak mau Yana harus ikhlas kehilangan pelanggan. Sebab, ia tak mungkin memaksakan untuk mencukur orang dengan tempat yang hanya berpayungkan terpal sederhana jika sudah diguruy hujan.
"Kalau musim hujan sepi, kalau pun ada yang datang itu juga enggak kecukur. Kan tempatnya juga gini, kalau maksa nyukur pas hujan, airnya itu pasti nyebrot ke mana-mana. Makanya suka kasihan, jadinya saya mending tutup aja," ungkapnya.
Selain itu, pandemi COVID-19 juga berdampak terhadap usaha cukur hankai miliknya. Sebab saat kasus Corona sedang tinggi-tingginya di Kota Badung, ia dilarang oleh pemerintah setelah untuk membuka jasa cukur demi menghindari penularan virus.
Mau tak mau Yana akhirnya mengikuti aturan itu. Meski ada kekecewaan, Yana akhirnya bisa mencari akal agar jasa cukur hankai-nya tetap jalan dan bisa membuat dapur rumahnya tetap ngebul seperti biasa.
"Pas COVID tutup, disuruh kelurahan karena lagi bahaya-bahayanya waktu itu. Saya nurut, tapi saya enggak enggak abis akal. Akhirnya buka layanan cukur panggilan, saya pasang nomor saya di sini supaya yang mau nyukur bisa nelepon ke saya," katanya.
"Alhamdulillah waktu itu tetap rame. Ya walaupun nyukurnya tetap aja di bawah pohon, pinggir jalan, pinggir rel kereta, bahkan ada istilahnya pirgo, di pipir sabari cingogo (cukur di pekarangan rumah sambil jongkok). Jadinya dapur masih bisa ngebul pas COVID kemarin Alhamdulillah," ucapnya.
Tak Pasang Tarif
Puluhan tahun membuka jasa cukur hankai, Yana mengaku tak pernah mematok tarif tertentu bagi pelanggannya. Harga jasa cukur rambutnya pun diserahkan kepada orang yang datang. Namun biasanya, mereka akan membayar atas jasa cukur Yana dengan harga Rp 10-15 ribu.
"Enggak pernah matok. Harga segitu juga dari dulu enggak pernah saya minta naik, terserah yang datang aja mau ngasihnya berapa," ungkap Yana.
Sebab bagi Yana, pelayanan lah yang lebih ia kedepankan dibanding mematok tarif tertentu. Hal ini yang sepertinya membuat Yana memiliki pelanggan setia selama puluhan tahun dan tak kenal usia berapapun, bahkan masih bertahan dengan status tukang cukur hankai di tengah gempuran zaman.
"Mudah-mudahan begitu a. Karena kalau saya, pelanggan tetap yang prioritas. Sayang kalau misalkan saya punya banyak pelanggan, tapi jadi rusak karena urusan-urusan gini. Makanya saya mah serahin aja ke mereka termasuk tarifnya," tutur Yana mengakhirnya perbincangannya dengan detikJabar.
![]() |
Salah seorang langganan Yana, Ghufran Dimas (23), ikut merasakan bagaimana servis Yana dalam mencukur rambut dengan konsep hankai. Ghufran telah menjadi langganan tetap Yana saat ia masih duduk di kelas 2 SMP hingga sekarang.
"Langganan dari SMP, udah enak kalau sama Mang Hankai mah akhirnya milih nyukurnya di sini aja," pungkasnya.
(ral/yum)