Dodo Taryana (54), warga Dusun Kamurang, Desa Babakan, Kecamatan/Kabupaten Pangandaran sudah mendedikasikan diri menjadi penjaga pantai di Badan Penyelamat Wisata Tirta (Balawista) Pantai Pangandaran selama 27 tahun, tepatnya sejak 1996.
Dia bercerita, semula keinginan besar menjadi penjaga pantai karena kasihan melihat kondisi Pantai Pangandaran yang sering terjadi kecelakaan laut sekitar tahun 1990-an.
"Sebelum ada penjaga pantai atau yang sekarang akrab disebut Balawista. Hampir setiap hari minggu, terutama weekend pada tahun itu pasti ada korban tenggelam," kata Dodo kepada DetikJabar di Markas Balawista Pangandaran belum lama ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dodo mengatakan, sebelum ada kelompok yang dinamakan Balawista, warga lokal membuat kelompok SAR alam, tim relawan penyelamat pantai Pangandaran. Menurut Dodo, kerjanya memang seperti SAR, ketika ada kejadian baru hadir untuk melakukan pencarian.
"Dulu kita menyelamatkan orang kalau ada laporan saja, sementara alat komunukasi dan perlengkapan kita terbatas. Sehingga sama sekali tidak ada pencegahan dan pengawasan," ucap Dodo.
Baru pada 1995, Menteri Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi menggelar pelatihan dengan Menteri Ketenagakerjaan untuk Balawista. Dodo dan rekan-rekannya digembeleng dengan beragam pengetahuan seputar penyelamatan.
"Kami ikut didik (pendidikan), ada 150 orang warlok (warga lokal) Pangandaran yang ikut pelatihan," ucapnya.
![]() |
Pesertanya bukan hanya orang Pangandaran, tapi se-Jabar yang daerahnya memiliki pantai. Saat itu pelatihnya berasal dari Bali.
"Alhamdulillah setelah pendidikan, mengajukan pembentukan Balawista dan memohon ke Balawista Pusat yang berada di Bali. Karena sudah ada sejak 1975," jelas Dodo.
Setelah melakukan lobi dan pengajuan, akhirnya pembentukan Balawista di Pangandaran disetujui karena daerah tirtawisata terpanjang di Jawa Barat.
Pada 1996 Pangandaran pun resmi memiliki Balawista dan dikukuhkan sebagai penjaga Pantai Pangandaran. Seiring perkembangan, saat ini Balawista ada di Pantai Karapyak, Pangandaran, dan Batukaras.
Karena kehadiran Balawisata dipandang perlu ada di Pangandaran, pemerintah Kabupaten Ciamis saat itu menerbitkan Surat Keputusan Bupati Ciamis tahun 1996 tentang Pembentukan Balawista.
"Kerja kita dulu sosial murni sebagai relawan. Namun karena kami perlu juga kebutuhan untuk makan dan menyambung hidup, alhamdulillah sejak tahun 2019 kita menjadi tenaga kontrak (honorer) di bawah Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Pangandaran," ucapnya.
Sementara sebelumnya, sejak 1996-2018, Dodo dan kawan-kawan masih berstatus relawan dan pemasukannya hanya dari Dinas Pariwisata, itupun dari bantuan saja.
"Meskipun gajinya tak besar, kita tetap syukuri, karena sudah diniatkan untuk ibadah dan mengabdi sebagai warlok yang peduli terhadap keamanan pantai Pangandaran," ucapnya.
Ia bercerita soal pengalamannya. Ada rasa bangga ketika menjalankan tugas dengan baik. Ia pun menegaskan bukan kebanggaan ketika berhasil mengangkat jenazah akibat kecelakaan laut.
"Justru kebanggan kami ketika menolong orang dalam laka laut dengan keadaan selamat," ucapnya.
Dodo menjelaskan, ada kendala yang dihadapi sebagai petugas pantai. Salah satunya sikap cuek wisatawan terhadap rambu-rambu peringatan yang dipasang.
"Ada petugas pasang rambu-rambu peringatan dilarang berenang, tapi masih banyak yang ngeyel. Ada yang kena imbasnya, baru mulai mengerti," katanya.
![]() |
Aktivitas Harian
Dodo mengatakan, kerja menjadi seorang penjaga pantai tidaklah mudah. Namun, hal itu tetap dilakoni karena pekerjaan yang dijalani dibarengi hati.
"Kami berjuang untuk kemanusiaan, seharian tanpa pamrih di bawah terik matahari memperhatikan aktivias wisatawan," ucapnya.
Ia bekerja mulai pukul 06.00 WIB sampai 17.00 WIB. Ia dan rekan-rekannya tak boleh lengah. Mata harus selalu siaga mengawasi sekitar, telinga pun harus peka mendengar orangmembutuhan bantuan. Perlengkapan penyelamatan pun jadi senjata untuk berjuang. Hal ini memperkuat
"Kami buka mata terus menerus untuk mengawasi para wisatawan," ucapnya.
Kecelakaan pun jadi hal yang biasa terjadi. Namun, hal itu berusaha diminimalisir. Sehingga, para petugas kerap bawel kepada wisatawan.
Ia lalu bercerita momen kecelakaan lebih dari 20 tahun lalu saat peralatan penyelamat masih minim. Pada 2000 pernah terjadi 20 kecelakaan sehari, sementara saat itu peralatan penyelamatan terbatas.
"Hampir setiap hari banyak ditemukan orang tenggelam, hal itu terjadi pada tahun 2000-an," ungkapnya pria yang 18 tahun memimpin Balawisata Pangandaran itu.
Dodo yang kini jadi Ketua Balawisata Jawa Barat itu menceritakan, saat terjadi tsunami pada 2006, Balawista menjadi salah satu penyelamat pertama evakuasi mayat korban tsunami. Bahkan anggota Balawista yang kena ganasnya ombak sampai patah tulang.
Bagi Dodo, profesi sebagai penjaga pantai tak akan membuatnya surut. Ia terus menanamkan semangat. Bahkan, belum ada pikiran menanggalkan pekerjaan tersebut.
"Kalau pekerja lain ada pensiun, penjaga pantai menjadi pekerjaan sepanjang hayat," ucapnya.
(ors/ors)