Fenomena 'selimut hidup' di kawasan Puncak mencoreng julukan 'Kota Santri' yang tersemat bagi Kabupaten Cianjur. Pengguna bisnis jasa esek-esek ini tak main-main jumlahnya, dalam satu malam tiap akhir pekan, satu penjaja harus bisa melayani belasan pria hidung belang.
Hal itu diungkapkan oleh salah seorang muncikari, Udin (bukan nama selengkapnya). Udin mengaku, 'selimut hidup' yang ia tawarkan harus mau melayani belasan pria dalam waktu semalaman.
"Kalau lagi rame, bisa belasan pria semalam. Beres dari satu tempat, langsung ke tempat lain melayani pria hidung belang lainnya. Kalau sepi semalam paling satu atau dua tamu saja yang dilayani," kata Udin, Senin (21/3/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Biasanya, ujar Udin, momen itu terjadi saat momen libur panjang. Tak sedikit, wisatawan yang datang mencari 'selimut hidup' saat menginap di vila-vila yang memang menyediakan jasa haram tersebut.
"Kalau yang memang sengaja cari perempuan, biasanya datang ke kawasan prostitusi di Cipanas. Kalau yang ke vila, awalnya hanya menginap kemudian pesan 'selimut hidup' karena ditawari temannya,"
Dewi (bukan nama sebenarnya), mengaku setiap malamnya Ia mesti melayani nafsu para pria hidung belang yang berbeda. Meski hatinya berkata untuk berhenti, tetapi kebutuhan memaksanya untuk menjalani pekerjaan itu.
"Beragam pria saya layani, yang muda dan tua. Bukan hanya dari Cianjur, tapi banyak tamu dari luar kota juga. Ya mau bagaimana lagi, cari kerjaan susah. Kalau ada pekerjaan lain pun saya ingin berhenti," ungkap dia.
Menurutnya terkadang pria hidung belang hanya memesannya untuk sekali berhubungan, tapi ada juga yang meminta untuk ditemani semalaman.
"Kalau yang sekali main Rp 300 ribu, kalau semalaman di atas Rp 1 juta. Itupun tidak semuanya untuk saya, harus dibagi-bagi lagi dengan mucikari dan yang nganter kalau tamunya ada di vila," ungkapnya.
(yum/bbn)











































