Khalifah Umar bin Khattab RA adalah sosok teladan dalam kesederhanaan. Ketika menjadi pemimpin umat Islam, Sayyidina Umar RA enggan menerima tawaran kenaikan gaji padahal gajinya terbilang jauh dari cukup.
Kisah ini diceritakan dalam Tarikh at-Thabari seperti dinukil A.R Shohibul Ulum dalam buku Umar bin Khattab: 30 Hari Memahami Teladan Sang Singa Berhati Pualam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada awal kekhalifahannya usai menggantikan Abu Bakar Ash-Shiddiq RA, Umar RA mendapat gaji sama seperti pendahulunya. Seiring berjalannya waktu, saat harga kebutuhan pokok naik, para sahabat mengusulkan ambil uang dari baitul mal untuk memberi tunjangan sang khalifah.
Hal tersebut berjalan sekian lama sampai akhirnya para sahabat Rasulullah SAW terkejut mengetahui jumlahnya yang sangat kecil. Jauh dari kata pantas untuk tunjangan seorang khalifah yang memimpin dan mengurusi masyarakatnya.
Para sahabat kemudian berdiskusi untuk menawarkan kenaikan tunjangan pada Khalifah Umar RA. Namun, tak satu pun dari mereka yang berani menyampaikan langsung pada Khalifah Umar RA.
Utsman bin Affan RA lantas mengusulkan agar menyampaikannya pada putri Khalifah Umar RA, Hafshah. "Sebab, aku khawatir Umar akan murka kepada kita," tambah Utsman RA.
Para sahabat kemudian menemui Hafshah dan memintanya tak memberitahukan nama mereka.
"Apabila beliau menyetujuinya, barulah kami akan menemuinya untuk menyampaikan usulan tersebut. Kami minta kepadamu untuk tidak menyebutkan nama seorang pun di antara kami," kata para sahabat.
Hafshah lalu menyampaikan usulan itu kepada ayahnya. Begitu mendengar hal tersebut, wajah Khalifah Umar RA memerah, menahan amarah seraya menanyakan siapa yang mempunyai usulan kenaikan gaji itu.
"Berikanlah dulu pendapatmu, Ayah," kata Hafshah dengan santun dan hormat.
"Aku tidak akan memberitahukan nama mereka sebelum Ayah memberitahukan pendapat ayah tentang usulan itu," tambah Hafshah, yang juga istri Nabi SAW itu.
Khalifah Umar RA justru marah, "Demi Allah, seandainya aku tahu siapa orang yang mengajukan usulan itu, niscaya aku akan memukul wajah orang itu.
Sang khalifah kemudian balik bertanya pada Hafshah tentang kehidupan Rasulullah SAW. "Putriku Hafshah, demi Allah tolong ceritakan kepadaku, ketika Rasulullah SAW masih hidup, bagaimanakah pakaian yang dimiliki oleh beliau di rumahnya?" tanyanya.
"Rasulullah SAW hanya punya dua pakaian. Satu dipakai untuk menerima tahu dan satu lagi dipakai sehari-hari," jawab Hafshah.
Dalam riwayat lain saat ditanya pakaian mewah apa yang dikenakan Rasulullah SAW, dengan suara lirih dan merunduk Hafshah menjawab, "Selembar jubah berwarna kemerahan karena sudah luntur. Itulah yang beliau bangga-banggakan untuk menerima tamu-tamu kehormatan."
Kemudian, Khalifah Umar RA bertanya tentang makanan Rasulullah SAW. "Roti tawar kering dan keras dan untuk memakannya harus dicelup dulu ke air minumnya," jawab Hafshah yang tak mampu menahan air matanya.
Khalifah Umar RA kemudian bertanya, "Apakah Rasulullah SAW mempunyai kasur di rumahnya?"
Hafshah menceritakan Rasulullah SAW tak punya kasur sama sekali. Nabi SAW hanya punya selimut tebal yang dipakai alas tidur saat musim panas. Begitu musim dingin tiba, selimut itu dilipat, satu sisi sebagai alas tidur dan sisi lainnya sebagai selimut.
Mendengar semua jawaban Hafshah, sang khalifah kemudian mengutarakan akan mengikuti jejak Rasulullah SAW yang hidup penuh kesederhanaan. Ia enggan menerima tawaran kenaikan gaji karena lebih memilih hidup kecukupan di akhirat daripada bermewah-mewahan di dunia yang fana.
"Hafshah, putriku. Aku, Abu Bakar, dan Rasulullah SAW adalah tiga musafir yang menuju cita-cita yang sama. Karena itu, kami harus menempuh jalan yang sama. Musafir pertama, yakni Rasulullah SAW telah tiba di tempat tujuan sebagai pelopornya. Musafir kedua telah mengikuti jalannya dengan saksama, sehingga dia telah berkumpul bersama musafir yang pertama. Dia adalah Abu Bakar. Apakah sebagai musafir ketiga, jika aku tidak meniti jalan yang sama akan dapat bergabung dengan mereka? Tidak, Hafshah. Katakan kepada para sahabat yang mengusulkan kenaikan gajiku itu, 'Umar bin Al-Khaththab lebih memilih berkecukupan di akhirat daripada bermewah-mewah di dunia yang fana ini," kata Khalifah Umar RA dikutip dari buku Pesan Indah dari Makkah dan Makkah susunan Ahmad Rofi' Usmani.
(kri/lus)
Komentar Terbanyak
13 Asosiasi Haji-Umrah Serahkan DIM ke PKS, Tolak Legalisasi Umrah Mandiri
Respons Menag Nasaruddin Usai Kantor Kemenag Digeledah KPK
Bisakah Tes DNA untuk Menentukan Nasab? Ini Kata Buya Yahya