Dalam Islam, tidak semua perempuan boleh dinikahi. Perempuan yang akan menikah disyaratkan dia bukan mahram (orang yang haram untuk dinikahi) dengan laki-laki yang hendak menikahinya, baik mahram untuk selama-lamanya ataupun mahram hanya sementara waktu saja. Alasan dibedakannya adalah supaya tidak terjerumus pada perzinahan, jadi harus dipastikan bahwa pasangannya itu tidak ada hubungan mahram dengannya. Larangan berzina terdapat di dalam Al-Qur'an surat Al-Isra ayat 32:
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنٰىٓ اِنَّهٗ كَانَ فَاحِشَةً ۗوَسَاۤءَ سَبِيْلًا
Wa lā taqrabuz-zinā innahū kāna fāḥisyah(tan), wa sā'a sabīlā(n).
Artinya: "Janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya (zina) itu adalah perbuatan keji dan jalan terburuk."
Salah satu hubungan mahram yang sering menimbulkan pertanyaan adalah antara seorang laki-laki dan anak tirinya. Lalu, bagaimana hukumnya menikahi anak tiri jika sudah bercerai dengan ibunya menurut Islam? Simak pembahasan lengkapnya berikut ini.
Hukum Menikahi Anak Tiri Menurut Islam
Mengutip dari buku Fikih Sunnah 3 karya Sayyid Sabiq, menikahi anak tiri tetap haram meskipun seorang laki-laki sudah bercerai dari ibu si anak. Ketentuan ini berlaku apabila sang ayah tiri pernah berhubungan badan (jima') dengan ibu kandung anak tiri tersebut.
Larangan ini tidak hanya berlaku untuk anak perempuan istri, tetapi juga cucu perempuannya, baik dari garis anak laki-laki maupun anak perempuan, dan mencakup seluruh tingkatannya. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surah An-Nisa ayat 23:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ اُمَّهٰتُكُمْ وَبَنٰتُكُمْ وَاَخَوٰتُكُمْ وَعَمّٰتُكُمْ وَخٰلٰتُكُمْ وَبَنٰتُ الْاَخِ وَبَنٰتُ الْاُخْتِ وَاُمَّهٰتُكُمُ الّٰتِيْٓ اَرْضَعْنَكُمْ وَاَخَوٰتُكُمْ مِّنَ الرَّضَاعَةِ وَاُمَّهٰتُ نِسَاۤىِٕكُمْ وَرَبَاۤىِٕبُكُمُ الّٰتِيْ فِيْ حُجُوْرِكُمْ مِّنْ نِّسَاۤىِٕكُمُ الّٰتِيْ دَخَلْتُمْ بِهِنَّۖ فَاِنْ لَّمْ تَكُوْنُوْا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ ۖ وَحَلَاۤىِٕلُ اَبْنَاۤىِٕكُمُ الَّذِيْنَ مِنْ اَصْلَابِكُمْۙ وَاَنْ تَجْمَعُوْا بَيْنَ الْاُخْتَيْنِ اِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا ۔
Ḥurrimat 'alaikum ummahātukum wa banātukum wa akhawātukum wa 'ammātukum wa khālātukum wa banātul-akhi wa banātul-ukhti wa ummahātukumul-lātī arḍa'nakum wa akhawātukum minar-raḍā'ati wa ummahātu nisā'ikum wa rabā'ibukumul-lātī fī ḥujūrikum min nisā'ikumul-lātī dakhaltum bihinn(a), fa illam takūnū dakhaltum bihinna falā junāḥa 'alaikum, wa ḥalā'ilu abnā'ikumul-lażīna min aṣlābikum, wa an tajma'ū bainal-ukhtaini illā mā qad salaf(a), innallāha kāna gafūrar raḥīmā(n).
Artinya: "Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anak perempuanmu, saudara-saudara perempuanmu, saudara-saudara perempuan ayahmu, saudara-saudara perempuan ibumu, anak-anak perempuan dari saudara laki-lakimu, anak-anak perempuan dari saudara perempuanmu, ibu yang menyusuimu, saudara-saudara perempuanmu sesusuan, ibu istri-istrimu (mertua), anak-anak perempuan dari istrimu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu) dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum bercampur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), tidak berdosa bagimu (menikahinya), (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu), dan (diharamkan pula) mengumpulkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali (kejadian pada masa) yang telah lampau. Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Ayat tersebut menggambarkan kondisi yang sering terjadi pada anak tiri. Biasanya, mereka ikut bersama ibu dan kemudian diasuh oleh suami ibu atau ayah tiri. Dalam Islam, anak tiri tetap haram dinikahi, baik ia tinggal dan diasuh oleh ayah tirinya maupun tidak.
Bolehkah Menikahi Anak Tiri yang Tidak Seatap dengan Ayah Tirinya?
Hukum menikahi anak tiri yang tidak seatap dengan ayah tirinya tetap haram. Dalam penjelasan buku Qawa'id Tafsir: Kaidah-kaidah Menafsirkan Al-Qur'an karya Fikri Mahmud, bagian ayat yang menyebut "...anak-anak perempuan dari istrimu yang dalam pemeliharaanmu" (QS. An-Nisa: 23) bukan berarti haram hanya jika tinggal seatap. Ungkapan itu hanya menggambarkan kondisi umum yang terjadi di masyarakat, yaitu jika orang tua bercerai, biasanya anak ikut ibu dan tinggal bersama ayah tiri.
Yang menjadi sebab keharamannya bukan karena tinggal bersama, melainkan karena ayah tiri sudah menikah dan melakukan hubungan suami istri dengan ibu kandung si anak. Begitu hubungan itu terjadi, anak perempuan istri (dan cucu perempuan dari istri) menjadi mahram selamanya bagi ayah tiri. Sehingga, haram dinikahi kapan pun, meskipun nanti bercerai.
Hikmah Larangan Menikahi Perempuan karena Pernikahan
Dikutip dari buku sebelumnya, yaitu Fikih Sunnah 3, larangan menikahi beberapa perempuan karena hubungan pernikahan sebenarnya memiliki hikmah yang sejalan dengan fitrah manusia.
Misalnya, ibu dari seorang perempuan yang dinikahi seorang laki-laki dipandang seperti ibu sendiri bagi suami tersebut. Begitu pula dengan anak perempuan istri, baik itu anak kandung yang diasuhnya maupun anak yang tinggal bersama mereka, sudah dianggap seperti anak sendiri.
Hal yang sama juga berlaku untuk istri dari anak laki-laki. Dalam Islam, menantu perempuan diposisikan layaknya anak perempuan sendiri yang harus dijaga dan disayangi sebagaimana menyayangi anak kandung. Karena kedekatan dan kehormatan hubungan inilah, Islam menetapkan batasan agar tidak terjadi pernikahan yang melanggar fitrah dan nilai keluarga.
Pada akhirnya, pembahasan mengenai hukum menikahi anak tiri menunjukkan betapa Islam sangat menjaga kehormatan dan keteraturan hubungan dalam keluarga. Larangan ini bukan sekadar aturan, tetapi memiliki hikmah besar agar tidak terjadi kerancuan peran, menjaga batasan, serta memelihara kenyamanan dalam keluarga besar.
Simak Video "Video: Congrats! Boiyen Resmi Menikah"
(lus/lus)