Allah SWT menciptakan manusia dalam dua jenis yang berbeda, yaitu laki-laki dan perempuan. Namun, hubungan antara keduanya memiliki aturan yang jelas agar tidak melampaui batas dan terjerumus pada perbuatan yang dilarang.
Dalam ajaran Islam, ada satu istilah yang berkaitan dengan interaksi antara laki-laki dan perempuan non-mahram, yaitu ikhtilat. Istilah ini sering dikaitkan dengan percampuran atau pergaulan yang dapat menimbulkan fitnah dan dosa apabila tidak sesuai dengan tuntunan agama.
Lantas, apa sebenarnya yang dimaksud dengan ikhtilat, dan apakah perbuatan ini termasuk dosa dalam pandangan Islam?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengertian Ikhtilat
Menurut Delfi Suganda dan Nawira Dahlan dalam jurnal Ikhtilath Dalam Dunia Hiburan, istilah ikhtilat secara bahasa berarti percampuran atau pergaulan antara dua pihak yang berbeda. Dalam konteks Islam, istilah ini digunakan untuk menggambarkan interaksi antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram.
Secara istilah, ikhtilat merujuk pada keadaan ketika laki-laki dan perempuan yang tidak memiliki hubungan mahram berada di satu tempat dan saling berinteraksi. Bentuk interaksi ini bisa berupa percakapan, sentuhan fisik, atau sekadar berdekatan dalam keramaian tanpa batasan yang jelas.
Kondisi seperti ini umumnya terjadi dalam kegiatan sosial yang melibatkan banyak orang tanpa pemisahan antara laki-laki dan perempuan. Berbeda dengan khalwat, yang menggambarkan situasi berduaan secara tertutup, ikhtilat berlangsung di tempat terbuka namun tetap berpotensi menimbulkan pelanggaran etika dalam pergaulan menurut pandangan Islam.
Apakah Ikhtilat Itu Dosa?
Dijelaskan dalam buku Assalamualaikum Imamku oleh Laila Anugrah, ikhtilat atau percampuran laki-laki dan perempuan dalam sebuah lingkungan terbagi menjadi dua, antara yang dilarang dan diperbolehkan.
1. Ikhtilat yang Dilarang
Hukum ikhtilat adalah haram. Hal ini disampaikan secara tersirat dalam Surat Al-Ahzab ayat 33.
وَقَرْنَ فِيْ بُيُوْتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْاُوْلٰى
Artinya: "Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan (bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliah dahulu."
Imam Al-Qurthubi menafsirkan ayat tersebut sebagai anjuran bagi kaum perempuan untuk tetap berada di rumah dan tidak keluar tanpa alasan yang dibenarkan. Sementara itu, Ibnu Katsir menjelaskan bahwa perempuan diperintahkan untuk tinggal di rumah mereka dan hanya diperbolehkan keluar apabila ada kebutuhan yang penting.
Ikhtilat dilarang ketika laki-laki dan perempuan yang bukan mahram berbaur dan melakukan hal-hal yang bernilai negatif dalam pandangan agama. Misalnya, adanya kontak mata yang disertai niat tidak baik atau pandangan yang menimbulkan syahwat antara keduanya.
Selain itu, kontak fisik seperti bersentuhan tangan, berpelukan, atau berdekatan tanpa alasan yang dibenarkan juga termasuk dalam bentuk ikhtilat yang terlarang. Tindakan tersebut dapat menimbulkan godaan dan membuka jalan menuju perbuatan zina, sehingga Islam memerintahkan umatnya untuk menjaga diri dan membatasi interaksi dengan lawan jenis.
Jika ikhtilat dilakukan tanpa disertai dengan penjagaan diri, batas adab, dan nilai-nilai Islam, maka perbuatan tersebut menjadi haram dan berdosa. Hal ini karena ikhtilat yang tidak terkendali dapat menjerumuskan seseorang pada fitnah dan mendekati perbuatan zina yang dilarang oleh agama.
2. Ikhtilat yang Diperbolehkan
Ikhtilat diperbolehkan apabila laki-laki dan perempuan berinteraksi dengan tetap mematuhi batas-batas yang telah ditetapkan dalam Islam. Di antaranya adalah menjaga aurat, menundukkan pandangan, membatasi interaksi, serta tetap menjunjung tinggi nilai-nilai kesopanan dan keimanan.
Seorang laki-laki diperkenankan berbaur dengan perempuan apabila ada mahram yang mendampingi atau dalam kondisi darurat yang memerlukan bantuan. Contohnya dapat dilihat dari kisah Nabi Musa yang menolong dua wanita mengambil air untuk ternak mereka sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Qashash ayat 23.
وَلَمَّا وَرَدَ مَآءَ مَدْيَنَ وَجَدَ عَلَيْهِ أُمَّةً مِّنَ ٱلنَّاسِ يَسْقُونَ وَوَجَدَ مِن دُونِهِمُ ٱمْرَأَتَيْنِ تَذُودَانِ ۖ قَالَ مَا خَطْبُكُمَا ۖ قَالَتَا لَا نَسْقِى حَتَّىٰ يُصْدِرَ ٱلرِّعَآءُ ۖ وَأَبُونَا شَيْخٌ كَبِيرٌ
Artinya: Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Mad-yan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya).
Musa berkata: "Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?" Kedua wanita itu menjawab: "Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum penggembala-penggembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya".
(hnh/lus)












































Komentar Terbanyak
Ma'ruf Amin Dukung Renovasi Ponpes Pakai APBN: Banyak Anak Bangsa di Sana
Gus Irfan soal Umrah Mandiri: Pemerintah Saudi Izinkan, Masa Kita Larang?
MUI Surakarta Jelaskan Hukum Jenazah Raja Dimakamkan dengan Busana Kebesaran