Isu kemerdekaan Palestina masih menjadi sorotan utama di dunia internasional. Pengakuan dari negara-negara lain dianggap sebagai langkah penting dalam memperkuat posisi Palestina di tengah konflik yang tak kunjung usai. Hingga tahun 2025, dukungan internasional terhadap Palestina semakin besar.
Menurut laporan Al Jazeera, sebanyak 158 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mengakui Palestina sebagai negara berdaulat. Jumlah ini setara dengan sekitar 81 persen anggota PBB. Artinya, mayoritas negara di dunia kini menganggap Palestina sebagai negara yang sah.
Gelombang Dukungan Baru dari Negara-Negara Eropa
Setelah bertahun-tahun pengakuan Palestina lebih banyak datang dari negara-negara Asia, Afrika, dan Amerika Latin, kini dukungan besar muncul dari Eropa. Prancis, Luksemburg, Malta, Monako, Andorra, dan Belgia yang secara resmi mengakui Palestina pada Sidang Umum PBB (UNGA) ke-80. Tidak lama kemudian, Inggris, Kanada, Australia, dan Portugal juga mengambil langkah yang sama pada September 2025 baru-baru ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Keputusan Inggris menjadi perhatian khusus. Ini adalah pengakuan pertama sejak lebih dari 100 tahun setelah Deklarasi Balfour 1917 dan 77 tahun setelah berdirinya Israel. Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, menegaskan melalui video yang diunggah ke akun X resminya, bahwa keputusan tersebut diambil demi menjaga harapan perdamaian dan mencapai solusi dua negara.
Baca juga: Palestina di Akhir Zaman Menurut Hadits |
Setelah Pengakuan Negara Palestina, Akankah Perang Berakhir?
Bertambahnya pengakuan tentu membawa dampak penting. Secara diplomatik, Palestina dapat memperluas hubungan resmi dengan negara lain, menjalin kerja sama ekonomi, hingga membawa kasus ke Mahkamah Pidana Internasional (ICC).
Meski demikian, sejumlah pengamat meragukan bahwa pengakuan tersebut akan membawa dampak yang nyata dalam mengakhiri tragedi genosida yang terjadi di Palestina.
Al Jazeera menyebut pengakuan terhadap negara Palestina tidak otomatis menghentikan perang di Gaza ataupun mengakhiri pendudukan Israel di Tepi Barat. Banyak pengamat menilai bahwa pengakuan hanyalah langkah awal, sedangkan jalan menuju perdamaian masih panjang.
Senada, kolumnis The Guardian Nesrine Malik juga menyatakan bahwa pengakuan negara-negara Barat terhadap Palestina hanya sebagai kedok belaka dan tidak berkorelasi dengan apa pun.
"... Sebuah pengakuan yang tidak terhubung dengan apa pun, sesuatu yang akhirnya menjadi kedok bagi pemerintah Barat untuk mengatakan bahwa mereka telah mengambil langkah besar, dan karena itu mendapatkan keringanan," tulisnya dikutip Kamis (25/9/2025).
Malik juga berpendapat bahwa Israel tidak semudah itu dihentikan pelanggarannya terhadap Palestina setelah apa yang dilakukannya selama beberapa tahun terakhir.
"Kini, dua tahun setelah genosida, jelas bahwa pemerintah Israel bukanlah pemerintah yang dapat diancam, didesak, atau ditegur untuk menghentikan pelanggarannya terhadap hak asasi manusia dan hak politik Palestina," tambahnya.
Sejalan dengan analisa sebelumnya, BBC juga menganalisis bahwa pengakuan Palestina lebih bersifat simbolis daripada praktis. Pasalnya, Palestina masih menghadapi berbagai keterbatasan, antara lain:
- Tidak memiliki batas wilayah yang diakui dunia internasional.
- Tidak memiliki ibu kota resmi.
- Tidak memiliki angkatan bersenjata.
- Masih berada di bawah pendudukan dan blokade Israel.
Dengan kondisi ini, perang di Gaza maupun konflik di Tepi Barat tidak serta-merta berhenti meskipun jumlah pengakuan internasional semakin banyak. Amerika Serikat, yang menjadi sekutu utama Israel, juga belum menunjukkan perubahan sikap besar yang bisa mendorong tercapainya solusi dua negara.
(inf/lus)
Komentar Terbanyak
MUI Konfirmasi Dugaan Nampan MBG Terpapar Minyak Babi
Erdogan Sebut Kematian di Gaza Itu Genosida Total dan Hamas Bukan Teroris
Batas Wilayah Palestina dan Israel Jika Tercapai Solusi Dua Negara