Prancis dan Arab Saudi akan mempertemukan puluhan pemimpin dunia untuk menggalang dukungan bagi solusi dua negara. Beberapa di antaranya diperkirakan akan secara resmi mengakui negara Palestina. Ini bisa saja memicu tanggapan keras dari Israel dan Amerika Serikat.
Meskipun KTT ini dapat meningkatkan moral rakyat Palestina, tapi juga bisa saja tidak akan membawa perubahan di lapangan. Di mana pemerintah sayap kanan dalam sejarah Israel telah menyatakan tidak akan ada negara Palestina di tengah berlanjutnya perang melawan Hamas di Gaza.
Upaya untuk menciptakan solusi dua negara telah gagal mencapai kemajuan selama beberapa dekade ini seiring dengan meningkatnya kekerasan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Israel dan Amerika Serikat akan memboikot KTT tersebut, kata Duta Besar Israel untuk PBB Danny Danon yang menggambarkan acara tersebut sebagai "sirkus". Pernyataan ini dikutip dari Reuters pada Senin (22/9/2025).
Inggris, Kanada, Australia dan Portugal semuanya mengakui negara Palestina pada hari Minggu (21/9/2025). Prancis dan lima negara lainnya diperkirakan juga akan secara resmi mengakui negara Palestina pada Senin (22/9/2025).
Namun, tidak semua kekuatan Eropa akan mengikuti langkah ini. Italia mengatakan langkah tersebut dapat "kontraproduktif", sementara Jerman mengatakan hal itu dapat merusak upaya mencapai solusi dua negara yang dinegosiasikan Israel.
Respon Israel Mungkin Termasuk Pencaplokan Tepi Barat
Menurut Times of Israel, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu telah menolak pengakuan tersebut serta gagasan Negara Palestina dan berjanji untuk menanggapinya sekembalinya dari PBB. Beberapa menteri pemerintah mendesak Israel untuk mencaplok sebagian Tepi Barat sebagai tanggapan.
Arab Saudi dilaporkan telah memperingatkan bahwa aneksasi atau pencaplokan Tepi Barat akan memiliki "implikasi besar." UEA yang memiliki hubungan dengan Israel, juga menyebut aneksasi sebagai "garis merah."
Seorang juru bicara Departemen Luar Negeri AS menyebut pengakuan tersebut "Performatif," mengatakan kepada AFP dengan syarat anonim: "Fokus kami tetap pada diplomasi yang serius, bukan gestur performatif. Prioritas kami jelas: pembebasan para sandera, keamanan Israel dan perdamaian serta kemakmuran bagi seluruh kawasan yang hanya mungkin terjadi jika bebas dari Hamas.
Aneksasi bisa menjadi langkah yang berbalik merugikan dan berpotensi membuat negara-negara penting, seperti Uni Emirat Arab-sebuah kekuatan besar di bidang energi sekaligus pusat perdagangan dengan pengaruh diplomatik luas di kawasan Timur Tengah-menjauh.
UEA, yang merupakan negara Arab pertama dan paling menonjol menormalisasi hubungan dengan Israel melalui Perjanjian Abraham yang difasilitasi AS pada 2020, menilai tindakan itu akan merusak semangat perjanjian.
"Karena itulah kami dengan tegas menyatakan bahwa aneksasi adalah garis merah bagi pemerintah kami, sebab hal tersebut bertentangan dengan tujuan utama Perjanjian Abraham," tegas Lana Nusseibeh, Menteri Negara di Kementerian Luar Negeri UEA, saat diwawancarai BBC pada Senin.
(aeb/erd)
Komentar Terbanyak
Ribuan Orang Teken Petisi Copot Gus Yahya dari MWA UI
142 Negara PBB Setuju Palestina Merdeka tapi Gaza Terus Digempur Israel
KTT Darurat Arab-Islam di Doha Kecam Serangan Israel, Hasilkan 25 Poin Komunike