Apakah Resepsi Pernikahan Wajib dalam Islam?

Apakah Resepsi Pernikahan Wajib dalam Islam?

Lusiana Mustinda - detikHikmah
Kamis, 17 Jul 2025 14:17 WIB
National wedding. Bride and groom. Wedding muslim couple during the marriage ceremony. Muslim marriage
Hukum resepsi pernikahan. Foto: Getty Images/iStockphoto/Vershinin
Jakarta -

Resepsi pernikahan menyajikan jamuan makanan yang dalam Islam disebut dengan walimah. Apakah acara perayaan ini wajib dalam Islam?

Menurut penjelasan dalam buku Fiqih Munakahat: Hukum Pernikahan dalam Islam tulisan Sakban Lubis dan Muhammad Yuan, pengertian walimah pernikahan berasal dari Arab yang artinya makanan pengantin atau makanan yang disediakan khusus dalam acara pesta perkawinan.

Walimah adalah istilah yang terdapat dalam literatur Arab yang secara arti kata berarti jamuan yang khusus untuk perkawinan dan tidak digunakan untuk perhelatan di luar perkawinan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sedangkan walimatul ursy dijelaskan oleh Achmad Ngarifin dalam buku Fikih Pernikahan, secara bahasa "walimah" berarti hidangan, sedangkan "ursy" bermakna pernikahan, yang artinya adalah makanan dan yang dihidangkan karena ada sebuah acara pernikahan.

Menurut Imam As-Syafi'i walimah tidak hanya terkhusus pada pernikahan saja, akan tetapi setiap undangan yang dilaksanakan karena datangnya suatu kebahagiaan seperti khitan, dan juga kelahiran. Meskipun secara umum walimah hanya tertuju pada pernikahan saja.

ADVERTISEMENT

Namun secara definisi, walimatul 'ursy tidaklah jauh berbeda dengan acara resepsi yang biasa dilakukan oleh masyarakat karena di dalam acara tersebut pasti disediakan hidangan bagi para tamu yang hadir. Hanya saja kalau dalam acara resepsi pasti terdapat susunan acara sesuai dengan tradisi yang berkembang di berbagai kalangan.

Intinya selama di dalam acara tersebut terdapat hidangan yang disuguhkan bagi para tamu yang hadir sebagai bentuk rasa syukur atas datangnya suatu kebahagiaan maka hal itu sudah bisa dikatakan walimah.

Allah SWT berfirman dalam surah Ar-Rum ayat 21 tentang pernikahan yang berbunyi:

وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةًۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ

Artinya: "Di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah bahwa Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari (jenis) dirimu sendiri agar kamu merasa tenteram kepadanya. Dia menjadikan di antaramu rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir."

Hukum Resepsi Pernikahan dalam Pernikahan Islam

Ada dalil yang mendasari resepsi pernikahan yang disebut jadi salah satu sunnah Rasulullah SAW karena beliau sendiri pernah mengadakan walimah setelah menikahi istri-istri beliau, seperti dalam riwayat:

أَنَّهُ أَوْلَمَ عَلَى بَعْضٍ نِسَائِهِ بِمُدَّيْنِ مِنْ شَعْيْرٍ وَأَنَّهُ أَوْلَمَ عَلَى صَفِيَّةَ بِتَمْرٍ وَسَمِنٍ وَأَقِطٍ

Artinya: "Sesungguhnya Rasulullah SAW melaksanakan walimah atas sebagian istri-istri beliau dengan dua mud jagung, dan sesungguhnya Rasulullah juga melakukan walimah atas Shofiyah dengan kurma, samin dan aqith." (HR Bukhari)

Hukum walimah menurut paham jumhur ulama adalah sunnah muakkad, bagi suami yang sudah rasyid, atau bagi wali dari suami yang belum rasyid jika harta diambil dari wali suami tersebut. Sedangkan jika harta tersebut diambil dari harta suami yang belum rasyid maka hukumnya haram mengadakan walimatul 'ursy.

Adapun jika yang mengadakan walimatul 'ursy dari pihak istri, hukumnya tetap sunnah selama atas izin dari suami. Seperti yang sering terjadi di sebagian kalangan masyarakat di mana prosesi akad nikah dilangsungkan di rumah mempelai wanita lalu dilanjutkan dengan acara resepsi. Kalau memang acara tersebut atas persetujuan dari mempelai pria maka sudah bisa dikatakan walimah dan mendapatkan kesunahannya dengan catatan acara yang dilangsungkan setelah prosesi akad nikah selesai.

Seseorang yang memiliki istri lebih dari satu walimah tersebut juga sunah dilakukan lebih dari satu kali, akan tetapi jika sang suami hanya mengadakan satu kali walimah untuk semua istrinya maka hukumnya boleh dan tetap mendapatkan kesunahan walimah.

Dalam melaksanakan walimah tidak ada batasan minimal untuk bisa mendapatkan kesunahan. Akan tetapi, jika mampu hendaknya minimal dengan satu ekor kambing karena satu ekor kambing adalah batas minimal kesempurnaan dalam kesunahan walimah.

Syarat Walimatul Urs'y

Ali Mansur dalam buku berjudul Hukum dan Etika Pernikahan dalam Islam menyebut ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan resepsi pernikahan, baik untuk orang yang akan menyelenggarakan (shahibul hajat) maupun bagi para undangannya:

1. Undangannya Harus Merata

Jika shahibul hajat termasuk orang yang mampu atau kaya, undangannya harus merata, terdiri dari semua lapisan masyarakat. Tidak boleh hanya orang-orang kaya yang diundang, tetapi orang-orang miskin juga harus diundang.

Hal ini berdasarkan hadits berikut:

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ : أَخْبَرَنَا مَالِكٌ: عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنِ الْأَعْرَجِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّهُ كَانَ يَقُوْلُ : شَرَّ الطَّعَامِ طَعَامُ الْوَلِيمَةِ يُدْعَى لَهَا الْأَغْنِيَاءُ وَيُتْرَكُ الْفُقَرَاءُ، وَمَنْ تَرَكَ الدَّعْوَةَ فَقَدْ عَصَى اللهَ وَرَسُوْلَهُ . رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ)

Artinya: "Abdullah bin Yusuf telah menceritakan kepada kami: Malik telah mengabarkan kepada kami: Dari Ibnu Syihab, dari Al-A'raj, dari Abu Hurairah, sesungguhnya dia berkata: Seburuk-buruk makanan walimah ialah: Orang-orang kaya yang diundang, sedangkan orang-orang miskin ditinggalkan, dan barang siapa yang meninggalkan suatu undangan, maka sungguh dia telah meningkari Allah dan Rasul-Nya." (HR Bukhari, no. 5177)

Adapun pemahaman penting yang bisa dipetik dari hadits tersebut, di antaranya:

  • Undangan tersebut bisa mempererat hubungan antar sesama muslim, yang terdiri dari berbagai strata dan status sosial, sehingga dapat mengurangi kesenjangan (gap) antara orang kaya dan orang miskin.
  • Jika ditinjau dari segi ekonomi, orang kaya itu secara materi sudah tercukupi semua kebutuhan pokoknya termasuk dalam perihal makanan, mereka setiap hari bisa makan makanan yang lezat dan bergizi, sedangkan bagi orang miskin belum tentu setiap hari bisa makan, apalagi untuk makan makanan yang lezat dan bergizi. Maka makanan yang dihidangkan dalam walimah tersebut bisa dinikmati oleh semua orang, sehingga tidak ada yang terbuang sia-sia (mubazir).
  • Dari segi komunikasi, agar pesan yang ingin disampaikan oleh shahibul hajat tentang adanya pernikahan bisa tercapai, karena dapat menjangkau semua lapisan masyarakat.
  • Doa orang miskin itu mustajab, sehingga kehadiran mereka di suatu acara walimah turut memberikan kontribusi doa kepada shahibul hajat, agar acara tersebut mendapatkan keberkahan dan keridhoan dari Allah Ta'ala.

Namun jika orang yang mempunyai hajat itu orang miskin, atau tidak mampu secara materi, atau situasi dan kondisinya sedang sulit, yang diundang boleh dibatasi, misalnya keluarga, tetangga dan teman dekat saja.

2. Diutamakan dari Orang-orang yang Terdekat dan Kenalan

Diutamakan dari keluarga terdekat, tetangga dan teman-teman terdekat, serta siapa saja yang dikenal. Hal ini berdasarkan hadits:

حَدَّثَنَا مَالِكُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ: حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ : عَنْ بَيَانٍ قَالَ: سَمِعْتُ أَنَسًا يَقُوْلُ : بَنَى
النَّبِيُّ عَ بِإِمْرَأَةٍ ، فَأَرْسَلَنِي فَدَعَوْتُ رِجَالًا إِلَى الطَّعَامِ. (رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ)

Artinya: "Malik bin Isma'il telah menceritakan kepada kami: Zuhair telah menceritakan kepada kami: Dari Bayan, dia berkata; Aku mendengar Anas berkata; Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam menikahi seorang wanita, lalu beliau mengutusku, maka aku mengundang beberapa orang untuk makan-makan." (HR Bukhari, no. 5170)

3. Hidangannya Halal dan Baik

Halal menyangkut pada semua bahan dan proses pengolahan, serta penyajiannya, sedangkan baik berkaitan dengan adat dan kemaslahatan (kesehatan) masyarakat.

Hal ini berdasarkan firman Allah dalam surah Al-Maidah ayat 88,

وَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللهُ حَلَالًا طَيِّبًا وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي أَنْتُمْ بِهِ تُؤْمِنُوْنَ (۸۸)

Artinya: "Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya."

4. Hidangannya Berupa Makanan Pokok Masyarakat Setempat

Hidangannya lebih baik berupa makanan pokok yang telah dimasak (siap makan), sehingga orang yang diundang bisa langsung memakannya.

Hal ini berdasarkan hadits berikut:

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يُوسُفَ : حَدَّثَنَا سُفْيَانُ: عَنْ مَنْصُورِ بْنِ صَفِيَّةَ عَنْ أُمِّهِ صَفِيَّةَ بِنْتِ شَيْبَةَ قَالَتْ: أَوْ لَمَ النَّبِيُّ عَلَى بَعْضٍ نِسَائِهِ بِمُدَّتَيْنِ مِنْ شَعِيرٍ. (رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ)

Artinya: "Muhammad bin Yusuf telah menceritakan kepada kami: Sufyan telah menceritakan kepada kami: Dari Manshur bin Shafiyah, dari Ibunya Shafiyah binti Syaibah, dia berkata: Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengadakan walimah untuk sebagian istri-istrinya dengan dua mud gandum." (HR Bukhari, no. 5172)

Bagi orang yang mampu, hendaknya memberikan hidangan masakan daging, namun jika tidak mampu, cukup seadanya, disesuaikan dengan kemampuan shahibul hajat. Hal ini berdasarkan hadits berikut:

حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ: حَدَّثَنَا حَمَّادٌ: عَنْ ثَابِتٍ، عَنْ أَنَسٍ قَالَ: مَا أَوْ لَمَ النَّبِيُّ هِ عَلَى شَيْءٍ مِنْ نِسَائِهِ مَا أَوْلَمَ عَلَى زَيْنَبٍ، أَوْلَمَ بِشَاةٍ. (رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ)

Artinya: "Sulaiman bin Harb telah menceritakan kepada kami: Hammad telah menceritakan kepada kami: Dari Tsabit, dari Anas, dia berkata: Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam tidak pernah mengadakan walimah yang lebih baik terhadap istri-istrinya sebagaimana beliau mengadakan walimah atas Zainab, beliau mengadakan walimah dengan seekor kambing." (HR Bukhari, no. 5168)

5. Tidak Ada Hal-Hal yang Dilarang Syari'at

Meliputi segala aspek yang berkaitan dengan walimah secara umum, misalnya tidak ada unsur syirik dalam waktu penyelenggaraan walimah, dengan percaya terhadap ramalan dukun yang menetapkan pelaksanaanya berdasarkan weton. Sehingga terkadang waktu-waktu yang baik dalam Islam malah dianggap buruk, dan tidak boleh menyelenggarakannya.

Hal ini berdasarkan surah Al-Maidah ayat 2,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوْا لَا تُحِلُّوْا شَعَائِرَ اللَّهِ وَلَا شَهْرَ الْحَرَامِ ... (۲)

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram..."

6. Shahibul Hajat Harus Mempersiapkan Walimah dengan Baik

Penyelenggara hajat tentu harus mempersiapkan dengan baik. Meliputi berbagai hal yang diperlukan dalam acara walimatul ursy, sehingga bisa terlaksana dengan baik, misalnya hidangannya, tempatnya, perlengkapannya, dan yang lainnya.

Hal ini berdasarkan hadits berikut:

حَدَّثَنَا سُوَيْدُ بْنُ سَعِيدٍ: حَدَّثَنَا الْفَضْلُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ: عَنْ جَابِرٍ، عَنِ الشَّعْبِي، عَنْ مَشْرُوقٍ، عَنْ عَائِشَةَ وَأُمُّ سَلَمَةَ قَالَتَا أَمَرَ نَا رَسُوْلُ اللَّهِ ﷺ أَنْ نُجَهْزَ فَاطِمَةَ حَتَّى نَدْخُلَنَا عَلَى عَلِيّ. فَعَمَدْنَا إِلَى الْبَيْتِ. فَفَرَ شُنَاهُ تُرَابًا لَيْنَا مِنْ أَعْرَاضِ الْبَطْحَاءِ. ثُمَّ خَشَوْنَا مِرْ فَقَتَيْنِ لِيْفًا، فَنَفَشْنَاهُ بِأَيْدِيْنَا. ثُمَّ أَطْعَمْنَا تَمْرًا وَزَبِيْبًا وَسَقَيْنَا مَاءً عَذْبًا وَعَمَدْنَا إِلَى عُوْدٍ، فَعَرَضْنَاهُ فِي جَانِبِ الْبَيْتِ لِيُلْقَى عَلَيْهِ الثَّوْبُ وَيُعَلَّقُ عَلَيْهِ السِّقَاءُ فَمَا رَأَيْنَا عُرْسًا أَحْسَنَ مِنْ عُرْسِ فَاطِمَةَ. رَوَاهُ ابْنُ مَاجَةَ)

Artinya: "Suwaid bin Said telah menceritakan kepada kami: Al-Fadlal bin Abdullah telah mengabarkan kepada kami: Dari Jabir, dari Syu'bi, dari Masyruq, dari Aisyah dan Umu Salamah, keduanya berkata: Rasulullah memerintahkan kami untuk mempersiapkan Fathimah hingga kami mempertemukannya dengan Ali. kami pergi ke rumah dan membentangkan tanah lunak dari sisi saluran air, kemudian kami mengisi dua bantal dengan serabut dan kami ratakan dengan tangan-tangan kami. Setelah itu kami hidangkan kurma dan kismis, kami beri minum dengan air yang segar, lalu kami mengambil sebatang kayu dan kami pasang di sisi rumah untuk menyentelkan baju dan menggantungkan tempat air minum. Kami tidak pernah melihat pesta pernikahan yang seindah dari pesta pernikahan Fathimah." (HR Ibnu Majah)

7. Waktu Penyelenggaraannya Tidak Melebihi Dua Hari

Karena dikhawatirkan menimbulkan sifat sum'ah bagi shahibul hajat, sehingga niatnya sudah bergeser menjadi ingin mendapat pujian dari orang lain. Sebaiknya waktu penyelenggaraan acara tidak melebihi dua hari.

Hal ini berdasarkan hadits berikut:

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُوسَى الْبَصْرِيُّ: أَخْبَرَنَا زِيَادُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ: أَخْبَرَنَا عَطَاءُ بنُ السَّائِبِ: عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ الله : طَعَامُ أَوَّلِ يَوْمٍ حَقٌّ وَطَعَامُ يَوْمِ الثَّانِي سُنَّةٌ وَطَعَامُ يَوْمِ الثَّالِثِ سُمْعَةٌ وَمَنْ سَمَّعَ سَمَّعَ اللَّهُ بِهِ. رَوَاهُ التَّرْمِذِيُّ)

Artinya: "Muhammad bin Musa Al-Bashri telah menceritakan kepada kami: Ziyad bin Abdullah telah mengabarkan kepada kami: Atha' bin Sa'ib telah mengabarkan kepada kami: Dari Abu Abdurrahman, dari Ibnu Mas'ud, dia berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: Makanan walimah pada hari pertama adalah wajib, dan pada hari kedua adalah sunnah, dan pada hari ketiga adalah sumah (ingin didengar). Barang siapa yang sumah, maka Allah akan menjadikannya sumah." (HR Tirmidzi)




(lus/kri)

Hide Ads