Agar puasa diterima oleh Allah SWT, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi. Tanpa syarat ini, puasa bisa dianggap tidak sah, bahkan bisa sia-sia.
Dikutip dari buku Memantaskan Diri Menyambut Bulan Ramadhan susunan Abu Maryam Kautsar Amru, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
"Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga." (HR. Ath Thobroniy dalam Al Kabir. Syaikh Al Albani dalam Shohih At Targib wa At Tarhib no. 1084 mengatakan bahwa hadits ini shohih ligoirihi-sahih jika dilihat dari jalur lainnya).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Syarat Sah Puasa Syawal
Puasa Syawal merupakan ibadah sunnah yang memiliki keutamaan besar. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Barang siapa yang berpuasa Ramadan kemudian melanjutkannya dengan enam hari di bulan Syawal, maka ia seperti berpuasa sepanjang tahun." (HR. Muslim)
Agar puasa Syawal diterima oleh Allah SWT, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Tanpa syarat ini, puasa bisa dianggap tidak sah.
Berikut adalah empat syarat sah puasa Syawal yang dikutip dari buku Seri Fikih Kehidupan oleh Ahmad Sarwat.
1. Niat dalam Puasa
Para ulama memiliki pandangan berbeda mengenai niat dalam puasa. Menurut mazhab Hanafi, Maliki, dan Hanbali, niat termasuk syarat sah puasa. Sedangkan dalam mazhab Syafi'i, niat bukan syarat, melainkan bagian dari rukun puasa.
Niat berada di dalam hati, bukan sekadar ucapan. Seseorang yang mengucapkan niat belum tentu benar-benar berniat, sedangkan orang yang berniat dalam hati meskipun tanpa mengucapkannya tetap dianggap sah.
Mazhab Maliki berpendapat bahwa sebaiknya niat tidak diucapkan. Namun, mayoritas ulama di luar mazhab Maliki justru menganjurkan untuk melafalkan niat.
2. Beragama Islam
Para ulama sepakat bahwa Islam bukan hanya syarat wajib bagi seseorang untuk berpuasa, tetapi juga syarat sahnya puasa.
Artinya, jika seseorang yang bukan muslim berpuasa, baik beragama Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, Konghucu, atau tidak meyakini adanya Tuhan, maka puasanya tidak sah menurut hukum Islam. Meskipun mereka menahan diri dari makan dan minum, hal itu tidak bernilai ibadah di sisi Allah.
Mayoritas ulama berpendapat bahwa orang non-muslim tetap memiliki kewajiban untuk berpuasa. Namun, jika mereka tidak melaksanakannya, mereka tetap dianggap berdosa di akhirat. Semakin banyak puasa Ramadan yang mereka tinggalkan, semakin besar tanggungan dosa yang mereka pikul.
3. Suci dari Haid dan Nifas dalam Puasa
Seorang wanita yang sedang mengalami haid atau nifas tidak hanya terbebas dari kewajiban berpuasa, tetapi juga tidak bisa menjalankan puasa dengan sah. Jika ia tetap berpuasa dalam kondisi tersebut, maka puasanya tidak diterima dalam Islam.
Jika seorang wanita mengetahui dirinya dalam keadaan tersebut tetapi tetap memaksakan diri untuk berpuasa, maka hal itu tidak diperbolehkan dan hukumnya haram.
Hal ini didasarkan pada hadits dari Aisyah radhiyallahu 'anha:
"Kami (wanita yang haid atau nifas) diperintahkan untuk mengqadha puasa, tetapi tidak diperintahkan untuk mengqadha shalat." (HR. Muslim)
4. Puasa pada Hari yang Diperbolehkan
Agar puasa dianggap sah, puasa harus dilakukan pada hari-hari yang memang diperbolehkan dalam Islam. Jika seseorang berpuasa pada hari yang dilarang, maka puasanya tidak sah dan bahkan bisa menjadi haram.
Beberapa hari yang tidak diperbolehkan untuk berpuasa antara lain Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha, serta hari Tasyrik yang jatuh pada tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah. Selain itu, berpuasa hanya pada hari Jumat tanpa diiringi puasa di hari sebelum atau sesudahnya juga tidak dibenarkan.
(inf/dvs)
Komentar Terbanyak
Rekening Isi Uang Yayasan Diblokir PPATK, Ketua MUI: Kebijakan yang Tak Bijak
Rekening Buat Bangun Masjid Kena Blokir, Das'ad Latif: Kebijakan Ini Tak Elegan
PBNU Kritik PPATK, Anggap Kebijakan Blokir Rekening Nganggur Serampangan