Kita menyambut Hari Raya Idulfitri dengan lantunan takbir sebagai ungkapan keagungan Allah, karena hanya Allah yang Maha Besar. Lafaz takbir merupakan bentuk penghormatan terhadap kebesaran-Nya.
Penyebutan asma Allah ini mengingatkan kita bahwa keagungan sejati hanyalah milik-Nya. Umat Islam dianjurkan untuk melantunkan takbir pada malam Hari Raya sebagai bagian dari ibadah.
Namun, beberapa masyarakat Indonesia masih ada yang mempercayai bahwa takbiran di luar Hari Raya Idulfitri dapat membuat ahli kubur menangis. Nyatanya, tak ada satupun literasi atau hadits yang membenarkan mitos yang bertebaran tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mitos Ahli Kubur Menangis Saat Lebaran
Dirangkum dari berbagai sumber, muncul mitos ahli kubur menangis saat Lebaran karena mereka merindukan kebersamaan berlebaran dengan keluarga yang masih hidup. Ahli kubur juga disebut menangis karena mereka sudah tidak memiliki kesempatan untuk berbuat kebaikan, menambah amal, bersedekah, atau memohon maaf lagi.
Namun, tidak ada satupun hadits atau literatur yang membahas dan membenarkan mitos yang beredar ini. Adapun pertanyaan tersebut sempat dibahas dalam kanal YouTube Abah Sayf Abu Hanifah, Ketua Umum Yayasan Al-Bahjah.
Dikutip dari videonya yang diunggah tiga tahun lalu, kebanyakan mitos tersebut beredar di kalangan orang yang sudah sepuh atau tua, sehingga sarat akan adat. Namun dijelaskan okeh Abah Sayf, mayat saat takbiran harusnya ikut senang.
"Mayat menangis itu kalau ada keluarganya yang berbuat kemaksiatan. Bukankah setiap salat kita juga baca takbir? Mayit itu kalau dengar keluarganya sebut nama Allah malah seneng," ucapnya dalam kutipan video tersebut.
Hal ini juga selaras dengan Ulama Syafi'iyah, Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqh Sunnah-nya mengatakan, pada hakikatnya orang yang sudah meninggal dunia dapat mendengar tangisan keluarganya dan mengetahui perbuatan yang mereka lakukan.
Hal ini bersandar pada sejumlah hadits yang salah satunya diriwayatkan Ibnu Jarir dari Abu Hurairah RA:
"Sesungguhnya amal kalian akan ditampakkan pada keluarga kalian yang sudah meninggal dunia. Jika mereka melihat perbuatan yang baik, mereka akan berbahagia. Dan jika mereka melihat perbuatan yang buruk, mereka merasa sedih dan gelisah."
At-Tirmidzi turut meriwayatkan dalam Nawadir Al-Ushul dari Anas bin Malik RA yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
"Sesungguhnya amal-amal kamu sekalian diperlihatkan kepada keluarga dan kerabat-kerabatmu yang telah meninggal dunia. Jika amalmu baik, mereka senang. Dan jika tidak baik, maka mereka berkata, 'Ya Allah, jangan matikan mereka sebelum Engkau tunjuki mereka kepada apa-apa yang Engkau tunjuki kami'."
Menelaah Makna Takbiran
Dirangkum dari buku Ringkasan Fiqih Mazhab Syafii oleh Dr Musthafa Dib Al-Bugha dan Fiqih Sunnah 2 oleh Sayyid Sabiq, dijelaskan takbir adalah syiar kaum muslimin dengan mengeraskan suara. Hukumnya disunnahkan mengeraskan suara. Sebab, agar yang tidak bertakbir jadi ikut bertakbir.
Dalil bertakbir pada malam Idul Fitri adalah firman Allah Ta'ala:
وَلِتُكْمِلُوا۟ ٱلْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا۟ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَىٰكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
"Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur." (QS. Al-Baqarah: 185)
Takbiran Idul Fitri termasuk salah satu amalan sunnah yang bisa dilakukan umat Islam. Lafal takbir yang umum dibaca yakni versi pendek:
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لَا إلٰهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ الْحَمْدُ
Arab latin: Allāhu akbar, Allāhu akbar, Allāhu akbar. Lā ilāha illallāhu wallāhu akbar. Allāhu akbar wa lillāhil hamdu.
Artinya: "Allah maha besar, Allah maha besar, Allah maha besar. Tiada tuhan selain Allah. Allah maha besar. Segala puji bagi-Nya."
Selain takbir ini, Imam Syafii rahimahullah berkata jika takbir di atas sudah diucapkan tiga kali juga bisa menambahkan dengan zikir-takbir Rasulullah SAW saat di bukit Shafa yang diriwayatkan Imam Muslim:
اللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالحَمْدُ لِلّٰهِ كَثِـيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلًا لَا إلٰهَ إِلَّا اللهُ وَلَا نَعْبُدُ إِلَّا إِيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْ كَرِهَ الكَافِرُوْنَ، لَا إلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لَا إلٰهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ الْحَمْدُ
Arab latin: Allāhu akbar kabīrā, walhamdu lillāhi katsīrā, wa subhānallāhi bukratan wa ashīlā, lā ilāha illallāhu wa lā na'budu illā iyyāhu mukhlishīna lahud dīna wa law karihal kāfirūn, lā ilāha illallāhu wahdah, shadaqa wa'dah, wa nashara 'abdah, wa hazamal ahzāba wahdah, lā ilāha illallāhu wallāhu akbar. Allahu akbar walillahilhamdu.
Artinya: "Allah Maha Besar dengan segala kebesaran, segala puji bagi Allah dengan sebanyak-sebanyak puji, dan Maha suci Allah sepanjang pagi dan sore, tiada Tuhan(yang wajib disembah) kecuali Allah dan kami tidak menyembah selain kepada-Nya, dengan memurnikan agama Islam, meskipun orang-orang kafir, orang-orang munafiq, orang-orang musyrik membencinya. Tiada Tuhan (yang wajib disembah) kecuali Allah dengan keesaan-Nya, Dia dzat yang menepati janji, dzat yang menolong hamba-Nya dan memuliakan bala tentaraNya dan menyiksa musuh dengan keesaan-Nya. tiada Tuhan (yang wajib disembah) kecuali Allah dan Allah Maha Besar, Allah Maha Besar dan segala puji hanya untuk Allah."
Takbir boleh dikumandangkan mulai dari malam hari raya dengan meninggikan suara. Baik itu di masjid-masjid, rumah, maupun di jalan ketika orang-orang tengah dalam perjalanan mudik.
Esoknya, ketika berjalan menuju masjid atau lapangan untuk mengerjakan salat Id, disunnahkan juga untuk bertakbir sepanjang jalan sambil mengeraskan suara. Adapun, batas waktu mengumandangkan takbir yakni ketika imam salat Id memulai salat.
Sementara itu, dalam buku 33 Macam Jenis Shalat Sunnah karya Muhammad Ajib Lc MA, batas waktu mengumandangkan takbir di Hari Raya Idul Fitri yakni ketika imam naik ke mimbar untuk menyampaikan khutbah.
Menurut Syaikh Alauddin Za'tari melalui bukunya yang bertajuk Fiqh Al-'Ibadat; Ilmiyyan 'Ala Madzhabi Al-Imam Asy-Syafi'i menjelaskan, orang bertakbir di hari Idul Fitri maupun Idul Adha dapat melakukannya kapan saja selama masih dalam waktu yang ditentukan, baik dalam keadaan berdiri atau berbaring, di rumah, di jalan, atau di pasar.
Bertakbir dianjurkan dengan suara lantang bagi laki-laki. Sedangkan perempuan harus merendahkan suara di sekitar kaum pria yang bukan mahramnya, di mana cukup dia sendiri saja yang mendengar suaranya.
Keutamaan membaca takbir pada hari Idul Fitri dijelaskan Rasulullah SAW dalam hadis yang berbunyi:
"Tidak ada hari-hari yang lebih agung di sisi Allah dan amal saleh di dalamnya lebih dicintai oleh-Nya daripada hari yang sepuluh (sepuluh hari pertama dari Dzulhijjah), karenanya perbanyaklah tahlil, takbir, dan tahmid di dalamnya." (HR Ahmad)
Takbir menjadi amalan sunnah yang dianjurkan untuk dikerjakan oleh umat Islam. Mengagungkan nama Allah SWT mampu membukakan pintu kemudahan dari-Nya, serta mendatangkan banyak pahala, berkah, dan rezeki dari Allah dari tempat yang tidak terduga sebelumnya. Insyaallah.
(aau/fds)
Komentar Terbanyak
Di Masjid Al Aqsa, Menteri Garis Keras Israel Serukan Ambil Alih Gaza
Menteri Israel Pimpin Ibadah Yahudi di Halaman Masjid Al Aqsa
Dari New York, 15 Negara Barat Siap Akui Negara Palestina