Sebanyak enam delegasi dari Majelis Hukama Muslimin akan berdakwah di tujuh provinsi Indonesia selama Ramadan 1446 H. Kegiatan ini merupakan kerja sama dengan Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama (Kemenag RI) dalam program Syiar Ramadan 1446.
Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar menyambut baik kerja sama tersebut. Program Syiar Ramadan 1446 menghadirkan tiga ahli qiraat dan tiga pendakwah dari Al-Azhar Mesir.
"Selamat datang di Indonesia. Silahkan datang dan mengisi kajian di Masjid Istiqlal," kata Menag saat menerima audiensi delegasi MHM dari Al Azhar Mesir di kantor pusat Kementerian Agama, Jakarta, seperti dikutip pada Senin (3/3/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tidak hanya mengisi kajian di DKI Jakarta, para delegasi MHM ini juga akan mengisi kajian, daurah Al-Quran dan Kitab Kuning, talaqqi Al-Qur'an, memberi ijazah kitab, serta menjadi imam tarawih di Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, RIau, Sumatera Utara, dan Nusa Tenggara Barat (NTB).
Keenam delegasi yang akan mengisi Syiar Ramadan di Indonesia adalah Ustaz Adel Mahmoud Mohamed Ali, Ustaz Ahmed Attia Attia Ibrahim Gadalla, Ustazah Sara Atta Ameen Mohammed, Ustaz Mohamed Mahmoud Salama Mohamed, Ustaz Emad Abdelnaby Mahmoud Abdelnaby, dan Ustaz Hamdy Fetyan Ahmad Elsyeikh Aly.
"Terima kasih atas kedatangan para Syekh. Ke depan kami harap tidak hanya 6 saja, tapi mungkin 60. Kalau bisa setahun sampai ramadan mendatang," ungkap Menag.
Dalam pertemuan itu, Menag juga menyampaikan bahwa pandangan ulama Al-Azhar cocok dengan masyarakat Indonesia.
"Para ulama Al-Azhar Mesir memiliki pandangan keagamaan yang cocok dengan masyarakat Indonesia," tambahnya.
"Saya akan bilang ke Grand Syekh, jangan hanya sebulan. Tapi bisa setahun atau dua tahun. Kalau ada masalah (selama di Indonesia), sampaikan ke saya," lanjut Menag Nasaruddin.
Pria yang juga menjabat sebagai Imam Besar Masjid Istiqlal itu turut berbagi cerita mengenai program ekoteologi dan kurikulum cinta dalam pertemuannya. Saat ini, Kemenag sedang emnbgembangkan program ekoteologi yang bertujuan pada penyelamatan lingkungan.
Menag Nasaruddin menilai, dampak kerusakan dari perubahan iklim sangat dahsyat hingga melebihi korban perang. Setiap tahunnya, kematian akibat perubahan iklim mencapai 1 juta.
"Usul fiqih yang selama ini kita gunakan mengenalkan konsep al-dlaruriyatul khamsah, kalau perlu tambah satu dengan hifzhul bi'ah (menjaga lingkungan)," terangnya.
Kehadiran MHM, lanjut Menag, harus menjadi pioner untuk melakukan perubahan. Waktunya para tokoh mengembangkan ekoteologi, yaitu teologi yang berpihak pada penyelamatan alam semesta.
"Tidak mungkin kita bisa menjadi abid yang tenang jika alam rusak. Tidak mungkin kita tenang menjadi khalifah kalau alam rusak," pesannya.
Adapun, mengenai kurikulum cinta menurut Menag itu merupakan bagaimana cara mengajarkan agama kepada anak didik tanpa mengajarkan kebencian satu sama lain. Ia menilai, lebih mudah menemukan titik temu untuk kemaslahatan alam dan manusia daripada menemukan perbedaannya.
"Apa jadinya dunia kemanusiaaan kita kalau guru agama mengajarkan kebencian karena perbedaan mulai dari anak-anak sampai mahasiswa. Alam bawah sadar anak kita diajari konflik karena perbedaan. Padahal kita diajarkan untuk mencari titik temu," jelasnya menguraikan.
"Para ulama Al-Azhar Mesir memiliki pandangan keagamaan yang cocok dengan masyarakat Indonesia. Yaitu, sama-sama ingin ada penyelamatan global; bagaimana menciptakan ketenangan global. Maka itulah pentingnya mengembangkan kurikulum cinta," sambung Menag.
Menag mengapresiasi kerja sama yang baik antara MHM dengan Kementerian Agama. Menurutnya, kalau Mesir dan Indonesia berkolaborasi dalam pemikiran, maka diharapkan bisa lahir peradaban baru yang bisa mencerahkan, tidak hanya bagi dunia Islam tapi juga dunia interasional.
Mewakili MHM, TGB M Zainul Majdi menyampaikan salam salam hormat dari Grand Syekh Al-Azhar yang juga Ketua MHM, Imam Akbar Ahmed Al Tayeb dan adri Ketua Organisasi Internasional Alumni Al Azhar Abbas Syouman. Keduanya menyampaikan terima kasih atas dukungan Menteri Agama terhadap para alumni Al-Azhar.
TGB mengatakan bahwa MHM setiap Ramadan bekerja sama dengan Al Azhar untuk mengirimkan para dai ke beberapa negara yang dianggap paling penting di dunia Islam, dan Indonesia menjadi yang terbanyak. Grand Syekh Al Azhar, kata TGB M Zainul Majdi, menyampaikan bahwa yang paling penting sekarang bukan hanya menyampaikan perspektif dai, tapi juga mengadopsi keberagaman yang ada.
"Jadi mereka punya misi belajar juga, melihat praktik beragama kita di Indonesia dan nanti bisa dijadikan inspirasi di negaranya," sebut TGB M Zainul Majdi.
TGB juga menyampaikan hasil Konferensi Dialog Intra-Islam di Bahrain yang berlangsung pada 19-20 Februari 2025. Menurutnya, dialog itu sangat jarang terjadi, karena bisa dihadiri seluruh pemimpin kelompok Islam, baik dari Sunni maupun Syi'ah.
"Semua menyampaikan pandangan dan membangun jembatan dialog intra Islam," katanya menguraikan.
TGB menilai bahwa salah satu hasil Konferensi Bahrain antara lain pentingnya pelibatan anak muda dan perempuan dalam dialog intra Islam. Konferensi ini juga menghasilkan kesepahaman tentang perlunya mengadopsi praktik keberagamaan di entitas yang beragam.
Turut hadir mendampingi Menag, Dirjen Bimas Islam Abu Rokhmad, Staf Khusus Menag Ismail Cawidu, Tenaga Ahli Menag Bunyamin Yafid, Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Arsad Hidayat, Kepala Biro Humas dan Komunikasi Publik Akhmad Fauzin dan pengurus MHM kantor Cabang Indonesia M Arifin dan Nasywa Shihab.
(aeb/lus)
Komentar Terbanyak
MUI Kecam Rencana Israel Ambil Alih Masjid Al Ibrahimi di Hebron
Pengumuman! BP Haji Buka Lowongan, Rekrut Banyak SDM untuk Persiapan Haji 2026
Acara Habib Rizieq di Pemalang Ricuh, 9 Orang Luka-1 Kritis