Bulan Syaban 1446 H tiba. Ada sebuah hadits yang menyebut Syaban adalah bulan diangkatnya amal manusia untuk dilaporkan kepada Allah SWT. Rasulullah SAW senang berpuasa pada waktu ini.
Hadits tersebut berasal dari Usamah bin Zaid RA. Berikut bunyinya,
قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَمْ أَرَكَ تَصُومُ شَهْرًا مِنَ الشُّهُورِ مَا تَصُومُ مِنْ شَعْبَانَ قَالَ ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ. (رواه أبو داود والنسائي)
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Artinya: "Aku (Usamah) berkata, 'Wahai Rasulullah, aku tidak pernah melihat engkau berpuasa sebulan penuh sebagaimana engkau berpuasa di bulan Syaban.' Beliau bersabda, 'Itu adalah bulan di antara Rajab dan Ramadan yang dilupakan orang. Syaban adalah bulan diangkatnya amal perbuatan kepada Tuhan semesta alam. Jadi, aku ingin agar ketika amalanku diangkat, aku dalam keadaan puasa'." (HR Abu Dawud dan an-Nasa'i. Ibnu Khuzaimah menyatakannya shahih)
Terkait hadits tersebut, Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam Thariqul Hijratain yang diterjemahkan Masturi dan Mujiburrahman mengatakan, amalan yang diangkat dan dilaporkan pada bulan Syaban ini adalah amalan selama satu tahun. Rasulullah SAW senang berpuasa pada waktu tersebut, sebagaimana beliau bersabda,
فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَابِمُ
Artinya: "Dan aku ingin amalanku diangkat dan dilaporkan sedang aku dalam keadaan berpuasa." (HR Muslim dalam Al-Birru wa Ash-Shilah dari hadits Abu Hurairah RA)
Selain pelaporan amal tahunan, ada amalan yang diangkat dan dilaporkan setiap minggunya. Ini terjadi pada hari Senin dan Kamis. Sedangkan amalan satu hari dilaporkan pada akhir penghujung hari dan amalan malam hari dilaporkan pada penghujung malam. Sebagaimana diriwayatkan Abu Musa RA dari Rasulullah SAW,
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَا يَنَامُ، وَلَا يَنْبَغِي لَهُ أَنْ يَنَامَ، يَخْفِضُ الْقِسْطَ وَيَرْفَعُهُ يُرْفَعُ إِلَيْهِ عَمَلُ اللَّيْلِ
Artinya: "Sesungguhnya Allah SWT tidak tidur dan tidak layak Dia tidur. Allah SWT menurunkan dan mengangkat neraca. Amalan malam diangkat kepada-Nya sebelum datang waktu siang, dan amalan siang diangkat kepada-Nya sebelum datang waktu malam." (HR Muslim dalam Al-Iman, Ibnu Majah dalam Al-Muqaddimah, dan Ahmad dalam Musnad)
Rasulullah SAW senang saat amalannya dilaporkan dalam kondisi beliau sedang berpuasa. Dalam hadits lain dikatakan, Rasulullah SAW paling banyak berpuasa pada bulan Syaban. Dikatakan dalam riwayat Aisyah RA, "Tiada satu bulan pun di mana Rasulullah SAW memperbanyak puasanya selain di bulan Syaban." (HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan an-Nasa'i)
Imam al-Hanbali dalam Latha'if Al-Ma'arif Fi Ma Li Mawasim Al-'Am Min Al-Wazha'if mengatakan, jika seseorang telah menemukan manis dan lezatnya puasa melalui puasa bulan Syaban, dia akan memasuki puasa Ramadan penuh semangat dan vitalitas tinggi.
"Oleh karena bulan Syaban menempati pendahuluan bagi bulan Ramadan, maka disyariatkan dalam bulan Syaban apa yang disyariatkan dalam bulan Ramadan, seperti berpuasa dan membaca Al-Qur'an, supaya diperoleh kesiapan mental menyambut bulan suci Ramadan, dan jiwa terlatih melaksanakan ketaatan kepada Ar-Rahman," jelas Imam al-Hanbali seperti diterjemahkan Mastur Irham dan M. Abidun Zuhri dalam kitab Lathaiful Ma'arif edisi Indonesia.
Menurut penjelasan hadits anjuran puasa Syaban dalam kitab Fikih Ibadah karya Hasan Ayub, Rasulullah SAW terkadang puasa Syaban sebulan penuh dan terkadang puasa sebagian besarnya. Beliau tidak melakukannya secara kontinu.
Larangan Berpuasa setelah Nisfu Syaban
Sementara dalam Riyadhus Shalihin karya Imam an-Nawawi terdapat hadits yang melarang mendahului Ramadan dengan berpuasa pada separuh terakhir bulan Syaban atau di atas tanggal 15 (Nisfu Syaban).
لا تَصُومُوا قَبْلَ رَمَضَانَ، صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ، وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ، فَإِنْ حَالَتْ دُونَهُ غَيَايَةٌ فَأَكْمِلُوا ثَلَاثِينَ يَوْمًا رَوَاهُ التَّرْمِذِيُّ
Artinya: "Janganlah kalian berpuasa sebelum datang bulan Ramadan. Berpuasalah saat melihatnya, dan berbukalah saat melihatnya. Dan bila terhalang oleh awan, maka sempurnakanlah sampai tiga puluh hari." (HR At-Tirmidzi)
Pensyarah hadits mengatakan maksud "sebelum Ramadan" adalah separuh terakhir bulan Syaban. Hadits ini kemudian menjadi dalil makruhnya berpuasa sunnah pada separuh terakhir bulan Syaban.
Adapun terkait puasa sehari atau dua hari menjelang Ramadan, bagi yang terbiasa berpuasa sunnah seperti Senin dan Kamis atau Daud dan bertepatan dengan waktu tersebut itu diperbolehkan. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang lain,
لا يَتَقَدِّمَنْ أَحَدُكُمْ رَمَضَانَ بِصَوْمٍ يَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ، إِلَّا أَنْ يَكُونَ رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمَهُ، فَلْيَصُمْ ذَلِكَ الْيَوْمَ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Artinya: "Janganlah salah seorang di antara kalian mendahului bulan Ramadan dengan puasa sehari atau dua hari. Kecuali bagi orang yang membiasakan berpuasa, maka silakan ia berpuasa pada hari itu." (Muttafaq 'alaih)
(kri/inf)
Komentar Terbanyak
Rekening Isi Uang Yayasan Diblokir PPATK, Ketua MUI: Kebijakan yang Tak Bijak
Rekening Buat Bangun Masjid Kena Blokir, Das'ad Latif: Kebijakan Ini Tak Elegan
PBNU Kritik PPATK, Anggap Kebijakan Blokir Rekening Nganggur Serampangan