Arti Panggilan Habib, Syekh, Kyai, Ustaz dan Gus

Arti Panggilan Habib, Syekh, Kyai, Ustaz dan Gus

Anisa Rizki Febriani - detikHikmah
Jumat, 06 Des 2024 17:00 WIB
Ilustrasi Santri
Foto: Getty Images/iStockphoto/wichianduangsri
Jakarta -

Dalam Islam, para tokoh agama memiliki panggilan yang berbeda-beda seperti Habib, Syekh, Kyai, Ustaz dan Gus. Sebutan ini melekat dalam kehidupan masyarakat dan dijadikan panggilan dalam keseharian.

Umumnya, panggilan tersebut diberikan karena ilmu yang mereka miliki. Lantas, apakah gelar dan panggilan yang diberikan kepada tokoh agama itu memiliki makna yang sama?

Perbedaan Panggilan Habib, Syekh, Kyai, Ustaz dan Gus

Agar mengetahui perbedaan panggilan yang disematkan kepada para tokoh agama, muslim harus mengetahui makna di balik panggilan tersebut. Berikut bahasannya yang dinukil dari berbagai sumber.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

1. Habib

Menurut buku Ustadz Abdul Somad Menjawab yang disusun H Abdul Somad, Habib artinya yang tercinta atau orang yang dicintai. Rasulullah SAW selalu memanggil kedua cucunya yaitu Hasan dan Husein dengan panggilan ya habibi, wahai yang kucintai.

Panggilan tersebut berlanjut sampai orang-orang memanggil anak cucu Hasan dan Husein dengan sebutan Habib. Masyarakat Islam memanggil keturunan Nabi Muhammad SAW dengan sebutan Habib sebagai ungkapan sayang kepada sang rasul.

ADVERTISEMENT

Diterangkan dalam buku Fatwa-Fatwa Muallim Taudhihul Adillah susunan KH Muhammad Syafi'i Hadzami, panggilan Habib diperuntukkan kepada anak dan cucu laki-laki Rasulullah SAW, sedangkan yang wanita dipanggil dengan Habbah.

2. Syekh

Syekh termasuk panggilan yang melekat dengan para pemuka agama. Mengutip dari buku Ensiklopedia Tasawuf Imam Al-Ghazali yang disusun M Abdul Mujieb dkk, Syekh artinya laki-laki tua atau orang yang dituakan, biasa juga disebut sesepuh.

Gelar Syekh diberikan kepada pimpinan spiritual, guru, serta pimpinan tarekat. Syekh juga bisa diartikan sebagai gelar kehormatan bagi ulama dan pembesar, kepala suku, gelar keagamaan dan pengajaran, orang yang berhak mengeluarkan fatwa, fungsionaris dalam tasawuf, pengurus pranata keagamaan, ketua kelompok seprofesi dan sekerja, fungsionaris kemiliteran, perdana menteri dan rektor perguruan tinggi.

3. Kyai

Kyai adalah sebutan yang berasal dari Indonesia, khususnya pulau Jawa. Biasanya, panggilan Kyai diperuntukkan bagi pemuka agama dengan usia yang lebih tua daripada ustaz.

Baehaqi dalam bukunya yang berjudul Pesantren Gen Z mengatakan bahwa kyai dipandang sebagai seseorang yang sangat dihormati dan disegani. Kyai menjadi figur yang alim, mumpuni atau mengerti ilmu agama dan bijaksana.

Biasanya, kedudukan kyai dalam lingkup pesantren sangat tinggi. Sebab, kyai adalah perintis, pendiri, pengelola, pengasuh, pemimpin atau pemilik tunggal sebuah pesantren.

Kyai juga memiliki pengaruh yang sangat kuat, sampai-sampai sosoknya dianggap sebagai simbol kesucian dalam kehidupan masyarakat. Selain itu, kyai kerap dijadikan panutan serta teladan yang menguasai ilmu pengetahuan agama.

4. Ustaz

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ustaz adalah guru agama atau guru besar (laki-laki). Sebutan ustaz tidak hanya di Indonesia melainkan juga di negara-negara lain.

Umumnya, panggilan ustaz disematkan pada guru agama semua level, entah itu anak-anak, remaja hingga dewasa. Tetapi, di Mesir istilah ustaz memiliki kedudukan yang sangat tinggi.

Melansir dari buku Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur'an oleh Dr Abuddin Nata, gelar ustaz di Mesir digunakan untuk menyebut doktor yang sudah mencapai gelar profesor. Ustaz juga digunakan di dunia kampus untuk menyebut dosen.

5. Gus

Penyebutan gus juga cukup familiar di Indonesia. Dikutip dari buku Sorban Bapak karya M Samsul Hidayat, gus adalah gelar dengan menggunakan nama Jawa bagi anak kiai yang pintar dan cerdas dalam ilmu apapun layaknya sang ayah.

Gelar gus tidak boleh diberikan kepada sembarang orang. Hanya anak-anak kyai yang diperbolehkan menyandang gelar tersebut karena mampu menyerap luas ilmu agama.

Rizem Aizid dalam bukunya yang bertajuk Selayang Pandang K.H. Abdurrahman Wahid menguraikan tentang panggilan gus. Gelar ini dikhususkan bagi keturunan ulama atau kiai di pesantren. Arti dari gus sendiri merupakan mas atau abang yang biasanya diberikan kepada anak laki-laki.

Seiring berjalannya waktu, panggilan gus meluas ke kalangan pesantren dan menjadi gelar yang disematkan kepada putra para kyai terutama di lingkungan Nahdlatul Ulama (NU). Mengutip laman resminya, julukan gus diperuntukkan bagi keturunan kyai saja.

Karenanya, gelar gus dapat menjadi beban moral bagi sebagian orang karena harus menjaga nama besar orang tuanya. Hal tersebut membuat seorang gus hendaknya memiliki sifat, adab, dan akhlak yang mulia.




(aeb/lus)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads