Kain kafan adalah kain yang digunakan untuk membungkus jenazah sebelum dikuburkan sesuai syariat Islam. Selama ini, kain kafan identik dengan warna putih, yang dianggap suci dan mencerminkan kesederhanaan.
Anjuran menggunakan kain kafan putih bersandar pada hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sebaik-baik (warna) baju kalian adalah putih. Maka gunakanlah (kain warna putih) sebagai kain kafan untuk jenazah kalian, serta pakailah!" (Shahih: al-Ahkaam, al-Misykaat, ar-Rawdh, dan Mukhtashar asy-Syamaa'il)
Lantas, bolehkah jika menggunakan kain kafan selain warna putih? Apakah syariat Islam benar-benar mewajibkan warna putih atau ini hanya merupakan anjuran? Untuk memahami lebih lanjut mengenai ketentuan warna kain kafan dan jawabannya menurut pandangan ulama besar, simak penjelasan selengkapnya di bawah ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hukum Bahan dan Warna Kain Kafan
Para ulama mazhab yang empat telah menjelaskan ketentuan bahan dan warna kain kafan yang diperbolehkan bagi jenazah. Dikutip dari kitab Al-Fiqh 'Ala Al-Madzahib Al-Arba'ah karya Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi terjemahan Dudi Rosyadi dkk berikut penjelasannya.
1. Mazhab Syafi'i
Dalam pandangan Mazhab Syafi'i, kain kafan yang digunakan untuk menutup jenazah sebaiknya setara dengan pakaian yang layak dipakai saat masih hidup. Oleh sebab itu, tidak diperbolehkan bagi jenazah laki-laki khususnya untuk dikafankan dengan kain sutra atau bahan mewah lainnya, seperti kain yang dihiasi dengan bulir emas. Kain dari bahan-bahan tersebut hanya boleh digunakan jika memang tidak tersedia kain lain yang lebih sederhana dan umum.
Bagi jenazah perempuan, anak-anak, atau orang yang tidak waras, penggunaan kain kafan dari bahan sutra diperbolehkan meskipun makruh, terutama jika tidak ada pilihan lain. Sebagai pilihan terbaik, Mazhab Syafi'i menyarankan kain kafan berwarna putih yang sudah agak tua, namun tetap bersih.
Selain itu, makruh hukumnya bagi jenazah dikafankan dengan kain yang terlalu mahal atau mewah, termasuk kain yang sengaja dibeli dengan harga tinggi, kecuali jika kain tersebut berasal dari kepemilikan orang saleh yang dilelang. Bahkan, bagi orang yang masih hidup, dimakruhkan untuk menabung atau menyisihkan uang khusus untuk membeli kain kafan mewah.
2. Mazhab Hanafi
Menurut pandangan Mazhab Hanafi, kain kafan yang paling dianjurkan untuk digunakan adalah kain berwarna putih, baik itu kain yang masih baru ataupun kain yang sudah usang. Kaum pria diperbolehkan untuk dikafankan dengan kain apa pun yang biasa dikenakan semasa hidupnya, selama kain tersebut tidak termasuk bahan yang makruh atau dilarang.
Mazhab Hanafi memakruhkan penggunaan kain yang tidak diperbolehkan untuk dipakai pria semasa hidupnya, seperti sutra atau kain dengan warna keemasan. Kain-kain mewah tersebut tidak dianjurkan untuk digunakan sebagai kain kafan, kecuali jika dalam keadaan darurat seperti tidak ada kain lain yang tersedia. Dalam situasi darurat tersebut, penggunaan kain yang makruh menjadi diperbolehkan.
Untuk jenazah perempuan, aturan ini lebih longgar. Kaum wanita boleh dikafankan dengan kain-kain yang tidak diizinkan untuk pria, seperti sutra, jika memang diperlukan. Namun, yang paling utama tetaplah kain berwarna putih, karena itulah yang diutamakan dalam pemakaman menurut ajaran Islam.
3. Mazhab Maliki
Dalam pandangan Mazhab Maliki, kain kafan yang paling dianjurkan adalah yang berwarna putih. Namun, mereka juga memperbolehkan kain kafan yang diberi warna kuning menggunakan kunyit atau waros (jenis tumbuhan tertentu yang sering digunakan oleh orang Yaman untuk memberi warna pada kain) tetapi tidak untuk pewarna dari tumbuhan lainnya. Warna-warna seperti hijau atau warna lainnya yang bukan berasal dari kunyit dan waros tidak dianjurkan.
Mazhab Maliki juga memakruhkan penggunaan kain kafan yang terbuat dari sutra, kain yang ditenun dengan hiasan, atau kain yang terkena najis. Namun, jika dalam keadaan darurat dan tidak ada kain lain yang sesuai, maka penggunaan kain tersebut diperbolehkan.
Lebih lanjut, Mazhab Maliki mewajibkan agar kain kafan yang digunakan setara dengan pakaian yang biasa digunakan untuk salat Jumat semasa hidupnya, meskipun pakaian itu sudah usang.
Selain itu, Mazhab Maliki juga menganjurkan untuk memberikan wewangian pada bagian kain kafan khususnya untuk bagian tubuh tertentu, seperti hidung, mulut, mata, telinga, dan anggota tubuh lainnya, serta menggunakan bahan wewangian alami seperti kapur barus untuk kain kafan.
4. Mazhab Hambali
Dalam Mazhab Hambali, kain kafan yang paling utama untuk digunakan adalah kain kafan yang terbuat dari katun dan berwarna putih. Selain itu, dianjurkan untuk tidak menggunakan kain kafan yang berasal dari bahan-bahan tertentu, seperti bulu hewan, termasuk bulu domba, karena ini dimakruhkan. Begitu pula, warna kuning yang dihasilkan dari bahan seperti kunyit atau pewarna dari tumbuhan lainnya juga tidak dianjurkan.
Mazhab Hambali memakruhkan penggunaan kain kafan yang terlalu tipis, bahkan jika kain tersebut tidak transparan atau tembus pandang. Jika kainnya terlalu tipis apalagi bisa terlihat tembus pandang, maka itu dianggap tidak cukup memenuhi syarat dan sebaiknya dihindari.
Demikian pula, kain kafan dari kulit hewan, kain sutra (meskipun untuk jenazah perempuan), serta kain yang mengandung unsur logam seperti emas dan perak, juga dihindari dalam penggunaannya. Namun, dalam kondisi darurat di mana tidak ada kain kafan lain yang tersedia, maka penggunaan bahan-bahan yang dimakruhkan ini bisa diperbolehkan.
(kri/kri)
Komentar Terbanyak
Ribuan Orang Teken Petisi Copot Gus Yahya dari MWA UI
142 Negara PBB Setuju Palestina Merdeka tapi Gaza Terus Digempur Israel
KTT Darurat Arab-Islam di Doha Kecam Serangan Israel, Hasilkan 25 Poin Komunike