Membayar utang adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap individu atas segala pinjaman yang telah diambilnya. Dalam Islam, utang bukan hanya berkaitan dengan finansial, tetapi juga dengan etika, tanggung jawab, dan amanah. Namun, bagaimana hukum membayar utang orang yang telah meninggal dunia?
Islam sangat memperhatikan masalah utang. Bahkan, dikatakan dalam buku Ilmu Faroidh karya Mokhamad Rohma Rozikin, utang bisa menjadi penghalang seseorang yang mati syahid untuk masuk surga.
Dari Muhammad bin Abdillah bin Jahsy, dari ayahnya, beliau berkata,
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Seorang lelaki datang kepada Rasulullah SAW, ia bertanya, 'Wahai Rasulullah jika aku berjihad di jalan Allah kemudian aku mati, maka di mana tempatku?' Rasulullah SAW menjawab, 'Surga.' Maka tatkala ia pergi, Rasulullah SAW memanggilnya dan mengatakan, 'Kecuali (jika masih memiliki) utang (karena hutang akan menghalangimu masuk surga), Jibril baru saja membisikiku'." (HR Ahmad)
Hukum Membayar Utang Orang yang Meninggal Dunia: Wajib
Hukum membayar utang orang yang telah meninggal dunia adalah wajib dilakukan untuk memenuhi hak-haknya sebagai jenazah. Mengutip kitab Fiqhul Islam Wa Adillatuhu karya Wahbah Az-Zuhaili (edisi Indonesia terbitan Gema Insani), setelah perawatan jenazah, utang-utang jenazah wajib dibayarkan dari semua hartanya yang tersisa. Bahkan, pembayaran utang juga lebih didahulukan sebelum menjalankan wasiat.
Dari Ali, bahwa ia berkata, "Aku melihat Rasulullah SAW mulai mengurus utang mayit daripada wasiat." (HR Tirmidzi)
Hal ini disebabkan karena pembayaran utang adalah kewajiban orang yang berutang, yang mana ia diperintahkan untuk membayarnya pada saat dia hidup. Sementara itu, wasiat adalah ibadah sunnah, dan fardhu (kewajiban) secara jelas lebih kuat.
Adapun utang-utang yang menjadi tanggungan jenazah harus dibayarkan dari ra'sul mal (harta si jenazah sebelum dibagi-bagi) baik si jenazah mengizinkan pembayarannya atau tidak. Ini merupakan kewajiban terhadap Allah SWT atau manusia, karena utang tersebut adalah hak-haknya yang harus dipenuhi.
Utang kepada Allah SWT seperti zakat, kafarat, haji harus didahulukan daripada utang kepada sesama manusia.
Selain itu, utang yang berkaitan dengan barang peninggalan harus didahulukan daripada biaya perawatan jenazah, seperti zakat mal yang menjadi kewajibannya. Sebab, harta yang dimiliki jenazah dianggap tergadaikan untuk membayar zakat tersebut, dan barang gadaian memiliki hubungan dengan hak orang yang menerima gadai.
Jika pembeli meninggal dalam keadaan bangkrut dan tidak dapat membayar, hak orang yang terlibat dalam hal ini tetap didahulukan, sebagaimana ketika orang tersebut masih hidup.
Macam-macam Utang
Utang terdiri dari beberapa macam. Disebutkan dalam sumber sebelumnya, berikut adalah macam-macam utang yang juga harus dibayar ketika orang telah meninggal dunia.
1. Utang-utang yang Berkaitan dengan Benda
Utang ini berkaitan dengan barang yang digadaikan, jika si jenazah tidak mempunyai apa-apa selain barang gadaiannya itu.
Menurut Hanafiyyah, pembayaran utang ini harus didahulukan sebelum pengafanan dan perawatan jenazah. Namun, dalam undang-undang, pembayaran utang diutamakan dibayar setelah perawatan jenazah.
2. Utang-utang kepada Allah SWT
Utang yang berkaitan dengan kewajiban kepada Allah SWT seperti zakat, kafarat, dan nadzar ini dianggap gugur setelah seseorang meninggal dunia.
Para ahli waris pun tidak memiliki kewajiban untuk membayar utang ini, kecuali si jenazah berwasiat agar utangnya dibayarkan dari harta peninggalannya. Dalam hal ini, utang tersebut dibayarkan dari sepertiga hartanya saja.
Mayoritas ulama berpendapat bahwa utang-utang ini tetap wajib dibayarkan dan harus diambil dari peninggalan si jenazah, meskipun jenazah tidak berwasiat.
3. Utang-utang Jenazah saat Sehat
Utang yang dimiliki jenazah saat dia sehat harus didahulukan dibandingkan utang saat dia sakit. Utang pada waktu sehat memiliki posisi yang sama, meskipun penyebabnya berbeda, seperti utang, mahar, sewa, dan tanggungan lain yang harus dibayar sebagai pengganti dari sesuatu yang lain.
Utang pada saat sehat adalah utang yang didukung oleh bukti atau pengakuan ketika seseorang masih dalam keadaan sehat. Pembuktian adanya utang ini dapat dilihat dari bukti yang jelas, seperti berupa struk atau kertas pembayaran, serta biaya lain yang diketahui oleh banyak orang.
4. Utang-utang Jenazah saat Sakit
Utang saat jenazah sakit adalah kewajiban yang diakui oleh jenazah, namun tidak diketahui oleh orang lain. Utang ini diutamakan dibayar setelah utang-utang pada masa sehat.
Hal ini dikarenakan pengakuan utang saat sakit sering kali dianggap sebagai sedekah sunah atau pilih kasih. Oleh karena itu, utang ini juga dianggap sebagai bagian dari wasiat yang dilaksanakan dalam batas sepertiga dari harta yang ditinggalkan, dan utang ini dibayar di akhir setelah pembayaran utang-utang yang lain.
(kri/kri)
Komentar Terbanyak
Saudi, Qatar dan Mesir Serukan agar Hamas Melucuti Senjata untuk Akhiri Perang Gaza
Dari New York, 15 Negara Barat Siap Akui Negara Palestina
Daftar Kekayaan Sahabat Nabi