Ghassan Abu-Sittah, Dokter Muslim yang Vokal Perjuangkan HAM di Gaza

Ghassan Abu-Sittah, Dokter Muslim yang Vokal Perjuangkan HAM di Gaza

Anisa Rizki Febriani - detikHikmah
Rabu, 23 Okt 2024 18:30 WIB
Dr Ghassan Abu-Sittah
Dr Ghassan Abu Sittah (Foto: Instagram resmi @dr.ghassan.as)
Jakarta -

Dr Ghassan Abu-Sittah masuk terpilih sebagai Man of the Year dalam daftar 500 Tokoh Muslim Berpengaruh di Dunia 2025. Dalam riset yang dirilis The Royal Islamic Strategic Studies Centre (RISSC) itu, Dr Abu Sittah disebut sebagai tokoh terkemuka dalam bidang medis serta salah satu orang yang mendukung kuat hak-hak masyarakat Palestina.

Upaya Abu-Sittah di Gaza tidak main-main. Ia bekerja keras membantu masyarakat Palestina di tengah genosida yang dilakukan Israel.

Abu-Sittah merupakan dokter bedah plastik dan rekonstruksi yang merupakan keturunan Inggris-Palestina. Ia mengenyam pendidikan kedokteran di Universitas Glasgow, Inggris.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebagai seorang dokter, Abu-Sittah mendedikasikan kariernya untuk memberi perawatan medis pada beberapa tempat yang cukup menantang di dunia, seperti Gaza. Sejak 2007, ia rutin berkunjung ke Gaza untuk melakukan operasi penyelamatan nyawa dan menawarkan bantuan medis. Pada 2019 lalu, ia memperoleh penghargaan atas pengabdiannya yang luar biasa kepada masyarakat Gaza.

Melatih Staf Medis Lokal di Gaza

Kontribusi Abu-Sittah sangat luar biasa. Ia bahkan berperan penting melatih staf medis lokal dan memastikan perawatan kesehatan yang berkelanjutan serta berkualitas tinggi di Gaza.

ADVERTISEMENT

Melalui lokakarya, sharing, dan pelatihan langsung, Abu-Sittah telah membangun dan memberdayakan petugas kesehatan Palestina untuk menangani situasi medis yang kompleks. Sebagaimana diketahui, kebutuhan di Gaza sangat kritis sementara sumber daya medis di sana sangat terbatas karena blokade dan perang yang berlangsung.

Melansir dari modul pemaparan riset RISCC tentang 500 Tokoh Muslim Berpengaruh di Dunia, peran Abu-Sittah saat pengeboman Israel pada Oktober 2023 lalu cukup besar. Ia berani mengambil keputusan untuk berkunjung ke Gaza pada puncak konflik selama lebih dari 40 hari.

Abu-Sittah bekerja tanpa lelah di rumah sakit Al-Ahli dan Al-Shifa. Sebagai seorang dokter, Abu-Sittah telah melakukan operasi yang jumlahnya tak terhitung pada kondisi ekstrem. Bahkan, ketika mereka kekurangan pasokan medis, adanya pemadaman listrik hingga ancaman bom yang terus berlangsung.

Keahlian Abu-Sittah menangani cedera perang yang kompleks sangat berperan dalam menyelamatkan korban dari masyarakat Palestina akibat pengeboman. Setiap hari, ia melakukan pembaruan di media sosial tentang gambaran situasi yang terjadi di rumah sakit Gaza.

Perjuangkan HAM Palestina di Kancah Internasional

Selain sebagai dokter, Abu-Sittah juga menjadi advokat lokal untuk hak-hak Palestina. Ia terus meningkatkan kesadaran tentang krisis kemanusiaan di Gaza dan wilayah Palestina hingga beberapa kali muncul di media internasional seperti CNN, Al Jazeera serta BBC. Semua dilakukan untuk menyoroti kondisi yang dialami masyarakat Palestina.

Melalui wawancara dan penampilan publiknya, Abu-Sittah secara konsisten menyeru solusi politik untuk krisis yang terjadi di Gaza. Ia menentang pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), kejahatan perang, dan hukuman kolektif terhadap warga Palestina.

Suara Abu-Sittah di panggung internasional sangat penting dan berperan besar untuk melawan narasi yang menyesatkan. Ini ia lakukan untuk memastikan perspektif Palestina didengar di kancah dunia.

Saking vokalnya terhadap Palestina, Abu-Sittah kerap menjadi sasaran oposisi politik. Pada Mei 2024 lalu, ia dilarang memberikan seminar di Jerman. Tindakan ini lalu dikritik sebagai upaya untuk membungkam suara Palestina.

Larangan itu memicu kemarahan para aktivis HAM dunia. Sebab, hal ini termasuk sebagai pelanggaran terhadap hak kebebasan berbicara dan akademis.

Tidak putus asa, Abu-Sittah melawan. Deretan tantangan hukum dari kelompok-kelompok seperti pengacara Inggris untuk Israel yang berusaha mendiskreditkan karyanya hingga membungkamnya ia lalui.

Abu-Sittah menegaskan bahwa ia memiliki kebebasan untuk berbicara tentang isu HAM yang terjadi di Palestina.




(aeb/lus)

Hide Ads