Apa Itu Santri Kalong? Ini Pengertian dan Fenomena Unik di Baliknya

Apa Itu Santri Kalong? Ini Pengertian dan Fenomena Unik di Baliknya

Yusuf Alfiansyah Kasdini - detikHikmah
Jumat, 18 Okt 2024 14:00 WIB
Ilustrasi Santri Kalong.
Ilustrasi santri kalong. Foto: Eric Disy Darmawan/detikJabar
Jakarta -

Santri kalong adalah sebutan bagi santri yang ikut kegiatan di pesantren tapi tidak bermukim di sana. Istilah yang mungkin terdengar asing bagi sebagian orang ini ternyata memiliki cerita menarik di baliknya.

Apakah Anda penasaran mengapa santri ini dijuluki "kalong"? Lalu, apa yang membedakannya dari santri pada umumnya? Yuk simak penjelasannya di sini.

Mengenal Istilah Santri Kalong

"Santri kalong" merupakan fenomena yang cukup unik di dalam lingkungan pesantren. Ada alasan khusus mengapa seseorang disebut demikian.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dikutip dari buku Fenomena Sosial Keagamaan Masyarakat Jawa dalam Kajian Sosiologi yang disusun oleh Lilik Setiawan dkk, santri kalong adalah sebutan bagi santri yang ikut kegiatan di pesantren namun tidak bermukim di sana. Mereka tidak tinggal di pondok, melainkan pulang ke rumah setelah kegiatan pengajian selesai.

Beberapa santri memilih menjadi santri kalong karena tanggung jawab mereka di rumah yang tidak memungkinkan untuk tinggal penuh di pesantren. Misalnya, mereka harus membantu pekerjaan keluarga atau mengurus adik-adiknya.

ADVERTISEMENT

Keadaan ini membuat mereka hanya dapat mengikuti kegiatan di pesantren sewaktu-waktu, ketika waktu memungkinkan.

Meski ilmu yang didapat mungkin tidak semaksimal santri yang bermukim, santri kalong tetap berusaha menyeimbangkan kewajiban di rumah dan keinginan mendalami agama di pondok.

Alasan Menjadi Santri Kalong

Salah satu alasan mengapa seseorang memilih menjadi santri kalong adalah karena situasi yang belum memungkinkan mereka untuk mondok sepenuhnya.

Terkadang, masih ada tanggung jawab lain seperti perkuliahan yang harus dijalani, atau orang tua yang belum memberikan izin untuk tinggal di pondok secara penuh.

Dalam keadaan seperti ini, santri tetap berkeinginan kuat untuk belajar di pesantren. Hanya saja, ia memilih mengikuti kegiatan pengajian dan pembelajaran di pondok sesuai kemampuan waktu yang dimiliki.

Menjadi santri kalong adalah pilihan terbaik bagi mereka yang ingin tetap mendapatkan pendidikan agama tanpa harus meninggalkan kewajiban lain. Dengan cara ini, mereka dapat tetap terhubung dengan ilmu agama di pesantren, walaupun tidak tinggal secara penuh waktu di sana.

Perbedaan Santri Kalong dengan Santri Biasa (Mukim)

Santri mukim dan santri kalong memiliki perbedaan yang cukup signifikan dalam hal keterlibatan mereka di pondok pesantren.

Santri mukim mengabdikan dirinya sepenuhnya di pondok, tinggal di sana, dan mengikuti seluruh kegiatan yang dijadwalkan. Mereka terlibat penuh dalam aktivitas keseharian pondok, mulai dari jamaah sholat, mengaji Al-Qur'an, belajar kitab kuning, hingga latihan pidato dan ceramah.

Berbeda dengan santri kalong, yang hanya bisa mengikuti kegiatan pondok sesuai dengan waktu luang yang mereka miliki.

Kesimpulannya, santri mukim berperan lebih intensif karena mereka terlibat secara penuh dalam proses belajar-mengajar di pondok. Sementara santri kalong cenderung berperan secara paruh waktu, menyesuaikan antara tanggung jawab di luar pondok dengan aktivitas di dalam pesantren.

Etika Seorang Santri

Etika santri dalam kehidupan sehari-hari, baik santri mukim maupun santri kalong, sangat dipengaruhi oleh tradisi yang berbeda mulai dari nilai-nilai kesopanan dan penghormatan terhadap para kiai dan ustadz.

Saat santri sowan kepada kiai atau ustadz, mereka dituntut untuk menunjukkan sikap ta'dzim dengan menundukkan kepala. Santri juga diwajibkan duduk dalam posisi tahiyat akhir sebagai bentuk penghormatan dan tunduk kepada mereka.

Bahasa yang digunakan oleh santri berbeda-beda, sesuai dengan lawan bicara. Saat berbicara dengan teman sebaya, mereka cenderung menggunakan bahasa yang lebih santai seperti bahasa ngoko. Namun, ketika berbicara dengan Kiai atau Ustadz, santri wajib menggunakan bahasa yang lebih halus dan sopan, sesuai dengan adat daerah masing-masing.

Santri juga harus menunjukkan rasa hormat yang mendalam, seperti dengan cara mencium tangan kiai atau ustadz saat berjumpa, sebagai bentuk mushohafah (salaman) dan menghargai keberkahan dari Kiai.

Di samping itu, santri sangat menjaga adab bicara dan etika tindakan mereka, termasuk dalam hal meminum unjukan (minuman yang diminum kiai) untuk mencari barokah. Semua etika ini mencerminkan kesantunan dan adab yang tinggi dalam interaksi mereka dengan tokoh-tokoh agama yang dihormati.

Tujuan Menjadi Seorang Santri

Tujuan menjadi seorang santri mencerminkan keinginan kuat untuk belajar dan berkembang, baik secara spiritual maupun intelektual.

Setiap santri memiliki harapan yang sama untuk meraih ilmu agama yang mendalam, pengalaman hidup yang bermanfaat, dan fokus penuh dalam pendidikan.

Berikut adalah tujuan menjadi seorang santri yang ditulis oleh M. Nawa Syarif Fajar Sakti dalam bukunya Santriducation 4.0.

1. Memperdalam Ilmu Agama

Menjadi santri memberikan kesempatan untuk mempelajari kitab-kitab Islam lebih mendalam di bawah bimbingan kiai dan alim ulama di pesantren.

2. Mendapatkan Pengalaman Hidup di Pesantren

Santri mendapatkan pengalaman berharga dalam hal pengajaran, organisasi, dan relasi dengan pesantren lain yang sudah terkenal. Kehidupan juga di pesantren mengajarkan kemandirian dan tanggung jawab dalam komunitas.

3. Fokus pada Pendidikan

Tinggal di pesantren memungkinkan santri untuk fokus pada studi agama tanpa terganggu kewajiban sehari-hari di rumah. Jarak yang jauh dari keluarga juga membantu mereka tetap konsisten dalam belajar.

Nah, itulah pembahasan mengenai santri kalong, yakni sebutan yang ditujukan kepada santri yang ikut kegiatan di pesantren tapi tidak bermukim di sana. Apakah detikers tertarik menjadi santri kalong?




(inf/inf)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads