Dalam tradisi Jawa dikenal acara selamatan yang digelar bagi orang yang sudah meninggal dunia. Tradisi ini diadakan pada 3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari, dan 1000 hari usai berpulangnya orang tersebut.
Selamatan umumnya diisi tahlilan dengan membaca Surat Yasin hingga doa-doa yang ditujukan untuk mendoakan orang yang telah meninggal. Untuk menggelar acara ini, menghitung waktu 3-100 hari usai kematian mungkin masih mudah. Namun untuk mengetahui tepat 1000 hari kematian seseorang cukup sulit.
Tenang, detikers bisa kok menghitungnya secara online. Simak cara hitung 1000 hari orang meninggal online di bawah ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Cara Menghitung 1000 Hari Orang Meninggal Online
Waktu 1000 hari orang meninggal kurang lebih setara dengan 2 tahun 10 bulan. Detikers bisa menggunakan cara berikut untuk menghitung tepat 1000 hari usai seseorang wafat:
- Download aplikasi penghitung hari orang meninggal yang tersedia di Play Store atau App Store.
- Menggunakan link di internet yang menyediakan fungsi menghitung hari orang meninggal.
Selain waktu 1000 hari, umumnya aplikasi dan link penghitung hari kematian yang tersedia juga menyediakan informasi tanggal tepat 3 hari, 7, hari, 40 hari, 100 hari, 1 tahun, dan 2 tahun setelah wafatnya seseorang.
Tradisi Selamatan 1000 Hari Orang Meninggal
Mengutip buku Tradisi Cinandi di Banyuwangi oleh Poniman, acara selamatan pada 1000 hari orang meninggal disebut dengan istilah "nyewu". Istilah nyewu berasal dari bahasa Jawa yang artinya seribu.
Tradisi ini dimaknai sebagai kondisi jasad yang terkubur telah menjadi satu. Dalam artian, seluruh tulang sudah menyatu dan melebur dengan tanah di pemakamannya. Menyatunya tulang ke tanah ini diibaratkan sebagai proses membentuk ikatan untuk kembali ke asalnya manusia yaitu tanah.
Hukum Tradisi Selamatan Tahlilan 1000 Hari Orang Meninggal Menurut Syariat
Ada perbedaan pendapat mengenai hukum tradisi selamatan tahlilan bagi orang meninggal. Mengutip buku Ahlussunnah Wal Jamaah: Islam Wasathiyah, Tasamuh, Cinta Damai oleh A. Fatih Syuhud, mereka yang menyatakan tahlilan hukumnya adalah bid'ah atau haram, di antaranya karena menganggap tradisi itu berasal dari budaya Hindu atau Buddha. Sehingga tidak patut untuk diikuti.
Ulama lain berpandangan bahwa selamatan tahlilan bagi orang meninggal itu diperbolehkan, karena tradisi ini dimaksudkan untuk mendoakan orang yang telah wafat. Acara tahlilan pun tidak berlawanan syariah dengan mengandung empat elemen, yaitu:
- Tawasul
Menghadiahkan bacaan Al-Fatihah kepada mereka yang meninggal, mulai dari Rasulullah SAW, para sahabat, kalangan tabi'in, para ulama, keluarga dekat, dan orang yang belum lama berpulang.
- Membaca Ayat Al-Qur'an dan Berdzikir
Surat Al-Fatihah, Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas, sebagian ayat Surat Al-Baqarah, hingga Yasin adalah ayat-ayat Al-Qur'an yang umum dibaca saat tahlilan. Selain itu, kalimat-kalimat thayyibah seperti tasbih, tahmid, takbir, dan tahlil juga dibacakan bersama-sama.
- Membaca Doa
Doa yang dibaca mengharapkan agar pahala tahlilan yang diperoleh dari membaca ayat Al-Qur'an bisa sampai pada orang yang sudah meninggal dunia. Menurut jumhur ulama, hadiah pahala ini memang dapat sampai kepada orang yang telah wafat.
Selain itu, doa yang dibaca juga mengharapkan kebaikan bagi tamu yang hadir dalam acara tersebut.
- Jamuan Makan
Tradisi selamatan tahlilan biasanya ditutup dengan jamuan makanan dari pihak keluarga yang ditinggal. Hidangan makanan ini dimaksudkan sebagai sedekah yang pahalanya ditujukan bagi orang yang meninggal.
Dijelaskan tradisi tahlilan juga bukan berasal dari umat agama lain, melainkan kalangan sahabat nabi pernah mencontohkannya. Jalaluddin As-Suyuthi dalam kitab Al-Dibaj menerangkan, mereka bersedekah untuk orang meninggal selama tujuh hari, sebab di alam sana orang meninggal sedang mendapatkan ujian kubur. Sehingga dianggap baik untuk bersedekah pada waktu tersebut.
Ulama Nawawi Al-Bantani dalam kitab Nihayatuz Zain menjelaskan bersedekah atas nama orang meninggal dengan cara sesuai syariat itu dianjurkan dan tidak memiliki ketentuan waktu khusus. Sehingga bersedekah dalam hal ini boleh dilakukan kapan saja.
Menurutnya, praktik sedekah pada waktu-waktu seperti 7 hari, 40 hari, 100 hari, atau 1000 hari setelah hari kematian seseorang itu merupakan kebiasaan yang berlaku di masyarakat. Serta hal itu dianggap boleh saja, selagi tidak melanggar syariat seperti mengandung maksiat dan kemungkaran. Wallahu a'lam.
(azn/row)
Komentar Terbanyak
Rekening Buat Bangun Masjid Kena Blokir, Das'ad Latif: Kebijakan Ini Tak Elegan
Di Masjid Al Aqsa, Menteri Garis Keras Israel Serukan Ambil Alih Gaza
Menteri Israel Pimpin Ibadah Yahudi di Halaman Masjid Al Aqsa