Hukum Ojol Berboncengan dengan yang Bukan Mahram dalam Islam

Hukum Ojol Berboncengan dengan yang Bukan Mahram dalam Islam

Kholida Qothrunnada - detikHikmah
Jumat, 24 Mei 2024 14:00 WIB
Infografis daftar tarif ojek online (ojol) yang baru naik
Foto: Infografis detikcom/M Fakhry Arrizal
Jakarta -

Kehadiran ojek online (ojol) seringnya membuat laki-laki dan perempuan bukan mahram berboncengan. Sejatinya dalam Islam, seorang muslim dilarang berdekatan/berduaan dengan lawan jenis yang bukan mahram.

Karena ditakutkan, hal tersebut bisa menimbulkan nafsu. Oleh sebab itu, kita diwajibkan untuk menjaga diri dari segala perbuatan yang mendekati zina.

Lalu, apakah boleh berboncengan dengan yang bukan mahram?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hukum Berboncengan dengan Bukan Mahram

Menurut para ulama, hukum berboncengan dengan yang bukan mahram tergantung pada motif dari keduanya. Hukumnya diperbolehkan, salah satunya karena tujuan bermuamalah.

Dilansir dari laman Kemenag, ketika bermuamalah (seperti jual-beli, bekerja, dan bergaul) maka laki-laki diperkenankan memandang dan berboncengan dengan perempuan yang bukan mahram yang menjadi lawan muamalahnya.

ADVERTISEMENT

Hal ini juga berlaku dalam konteks driver ojol yang membonceng penumpangnya. Sebagaimana disebutkan dalam dalam Kitab al-Taqrib karya Abu Syuja':
والسادس النظر للشهادة أو للمعاملة فيجوز إلى الوجه خاصة

Artinya:
"Yang ke enam adalah memandang perempuan bukan mahram dalam rangka kesaksian dan muamalah. Maka pada kondisi itu, diperbolehkan (bagi laki-laki) memandang wajah perempuan bukan mahram."

Diperbolehkan juga jika interaksinya bukan khalwat atau tidak berpotensi menimbulkan fitnah, dan dari hal-hal yang tidak diinginkan.

Sebagaimana dijelaskan dalam kitab Al-Majmu' Syarah al Muhadzab, jilid IV, hal 350:

اخْتِلَاطَ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ إذَا لَمْ يَكُنْ خَلْوَةً لَيْسَ بِحَرَامٍ

"Percampuran antara wanita dan pria asalkan tidak terjadi khalwat tidak diharamkan".

Penjelasan tentang hal disebutkan dalam Kitab Mausu'ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyah:

وَأَمَّا الشَّافِعِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ فَقَدْ تَقَدَّمَ أَنَّ الْمَذْهَبَ عِنْدَهُمْ تَحْرِيمُ نَظَرِ الرَّجُل مِنْ غَيْرِ حَاجَةٍ إِلَى أَيِّ عُضْوٍ مِنْ أَعْضَاءِ الْمَرْأَةِ الأَجْنَبِيَّةِ حَتَّى الْوَجْهِ وَالْكَفَّيْنِ، وَمَعَ ذَلِكَ فَقَدْ أَجَازُوا لِلرَّجُل النَّظَرَ إِلَى وَجْهِ الْمَرْأَةِ لِلْمُعَامَلَةِ مِنْ بَيْعٍ وَشِرَاءٍ وَنَحْوِهِمَا، لِيَرْجِعَ بِالْعُهْدَةِ، وَيُطَالِبَ بِالثَّمَنِ وَنَحْوِ ذَلِكَ، وَلَا يَجُوزُ النَّظَرُ إِلَى غَيْرِ الْوَجْهِ، لِلاِكْتِفَاءِ بِالنَّظَرِ إِلَيْهِ فِي تَحْقِيقِ الْحَاجَاتِ النَّاشِئَةِ عَنِ الْمُعَامَلَةِ

Artinya:
"Dalam Mazhab Syafi'iah dan Hanbali, hukum laki-laki memandang anggota tubuh mana saja dari perempuan yang bukan mahram adalah haram tak terkecuali wajah dan kedua telapak tangannya. Tapi, Syafi'iyyah dan Hanabilah memperbolehkan laki-laki memandang wajah perempuan bukan mahram dalam rangka muamalah seperti jual-beli dan semacamnya."

Tujuannya yaitu agar bisa mengenali satu sama lain, seandainya terjadi polemik di kemudian hari ihwal muamalahnya. Misalnya, pengembalian barang ataupun penuntutan pembayaran.

Perlu dicatat, memandang anggota tubuh selain wajah jelas tidak diperbolehkan karena kepentingan-kepentingan yang berkaitan dengan muamalah sudah tercapai cukup dengan memandang wajah.

Rasulullah Pernah Membonceng Asma binti Abu Bakar

Ternyata, boncengan antara laki-laki dan perempuan pernah terjadi sejak masa Rasulullah SAW. Imam Nawawi menurutkan hal ini dalam salah satu kitabnya ketika Rasulullah SAW membonceng Asma binti Abu Bakar.

حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ عَنْ هِشَامٍ أَخْبَرَنِى أَبِى عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ أَبِى بَكْرٍ قَالَتْ فَجِئْتُ يَوْمًا وَالنَّوَى عَلَى رَأْسِى فَلَقِيتُ رَسُولَ اللَّهِ وَمَعَهُ نَفَرٌ مِنْ أَصْحَابِهِ فَدَعَانِى ثُمَّ قَالَ « ِخْ إِخْ». لِيَحْمِلَنِى خَلْفَهُ قَالَتْ فَاسْتَحْيَيْتُ

Artinya:
"Telah menceritakan kepadaku Abu Samah dari Hisyam, ayahku telah bercerita kepadaku dari Asma binti Abu Bakar, ia berkata: Pada suatu hari aku membawa kurma diletakkan di atas kepalaku. Di tengah jalan aku bertemu Rasulullah serta beberapa orang dari sahabat-sahabatnya, kemudian nabi mengajak-ku sambil berkata 'ikh! Ikh!' (Kata beliau saat menghentikan untanya) untuk membonceng-ku di belakangnya. Kemudian Asma berkata: 'kemudian aku malu.'" (HR Bukhari).

Dalam penjelasan hadits ini (hadits Asma) terdapat kebolehan membonceng seorang wanita yang bukan mahramnya, hal itu jika wanita itu ditemukan di jalan dan dalam keadaan lelah, terlebih lagi bersama kumpulan laki-laki saleh, maka tidak ada keraguan dalam kebolehan masalah seperti ini." (Imam Nawawi, Syarah an-Nawawi 'alal Muslim, [Beirut, Darul Ihya at-Turats: 1392], juz XIV, hal 166).

Hal-hal yang Harus Diperhatikan Bila Berboncengan dengan Bukan Mahram

Dari penjelasan di atas, diketahui bahwa setidaknya ada dua poin inti dalam konteks boncengan laki-laki dan perempuan yang bukan mahram:

  1. Tidak terjadi khalwah
  2. Tidak terjadi ikhtilat antara keduanya

Selain itu, tujuan boncengan tersebut adalah untuk bermuamalah dan tolong menolong, bukan untuk hal-hal yang mendekati zina.

Artinya, hukum driver ojol/ojek membonceng wanita yang bukan mahramnya adalah diperbolehkan. Dengan catatan, sepanjang masih menjaga etika yang diatur dalam syariat Islam.




(khq/inf)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads