Ketika berjamaah, imam mengeraskan suaranya saat membaca Al-Fatihah dan surat lainnya pada dua rakaat pertama di tiga waktu sholat yakni sholat Maghrib, Isya, dan Subuh.
Sementara pada sholat Dzuhur dan Ashar, imam memelankan suaranya dan bacaannya itu hanya didengar oleh dirinya sendiri. Lantas, mengapa demikian?
Kenapa Bacaan Sholat Dzuhur dan Ashar Tidak Dikeraskan?
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani dalam buku Sifat Shalat Nabi SAW menjelaskan bahwa bacaan Al-Fatihah dan surat lainnya tidak dikeraskan (jahr) pada sholat Dzuhur dan Ashar karena sesuai yang diajarkan Rasulullah SAW. Bacaan sholat pada kedua waktu sholat tersebut dianjurkan untuk pelan (sirr).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Beliau juga mencontohkan untuk melirihkan suara bacaan pada rakaat terakhir sholat Maghrib dan rakaat ketiga-keempat sholat Isya.
Bukti bahwa Nabi SAW membaca dengan suara lirih pada waktu-waktu sholat tertentu diambil dari ijma para ulama berdasarkan hadits dan atsar yang ada. Abu Ma'mar Abdullah bin Sakhbarah bertanya kepada sahabat bernama Khabbab ibnul Arts, ia berkata:
"Kami bertanya kepada Khabbab, 'Apakah Nabi Muhammad SAW membaca dalam sholat Dzuhur dan Ashar?' Dia menjawab, 'Benar.' Kami bertanya lagi, 'Dengan apa kalian mengetahui hal itu?' Dia menjawab, 'Dengan gerakan jenggotnya.'" (HR Bukhari)
Di sisi lain, anjuran untuk mengeraskan suara bacaan Al-Fatihah dan surat lainnya yakni pada dua rakaat pertama sholat Maghrib dan Isya, serta sholat Subuh.
Cara sholat Rasulullah SAW sudah sepatutnya diikuti oleh muslim karena beliau adalah utusan Allah SWT. Ini juga sebagaimana sabda beliau:
صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي
Artinya: "Sholatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku sholat." (HR Bukhari dan ad-Darimi)
Alasan Sholat Dzuhur dan Ashar Tidak Mengeraskan Suara Bacaan
Mengutip laman NU Online, dalam kitab I'anah at-Thalibin diungkap secara jelas alasan bacaan sholat Dzuhur dan Ashar dibaca pelan, sedangkan sholat lainnya dibaca dengan suara keras.
Anjuran mengeraskan suara ketika sholat-sholat yang dikerjakan pada malam hari (Maghrib, Isya, Subuh) karena merupakan waktu khalwat (menyepi). Pada saat-saat tersebut, mengencangkan bacaan Al-Fatihah dan surat lainnya dianjurkan untuk mencari kenikmatan munajat seorang hamba kepada Tuhannya.
Adapun dikhususkan pada dua rakaat pertama lantaran semangat orang sholat tinggi pada rakaat-rakaat tersebut.
Sementara bacaan sholat yang dilaksanakan pada siang hari (Dzuhur, Ashar) dianjurkan untuk pelan karena itu adalah waktu sibuk dan saat-saat manusia berkumpul. Oleh sebab itu, waktu siang kurang nyaman untuk bermunajat.
Jika Tidak Sengaja Mengeraskan Bacaan pada Sholat Dzuhur dan Ashar, Batalkah Sholatnya?
Dalam kitab Al-Muntaqo Syarah Muwatho disebutkan bahwa hukum mengeraskan dan melirihkan suara dalam sholat adalah sunnah.
Jika imam lupa dan malah membaca Al-Fatihah dan surat lainnya dengan suara keras saat sholat Dzuhur dan Ashar, atau membaca pelan bacaan ketika sholat Maghrib, Isya, atau Subuh, maka hal demikian tidak membatalkan sholat dan sholatnya tetap sah, menurut Sayyid Sabiq dalam bukunya Fiqih Sunnah.
Apabila orang itu ingat maka hendaknya ia mengubahnya. Dalam artian, ia memelankan bacaan saat sholat yang semestinya dibaca dengan suara lirih, juga membaca keras ketika sholat yang seharusnya dibaca kencang.
Demikian penjelasan mengenai alasan imam pada sholat Dzuhur dan Ashar tidak mengeraskan suara, sementara bacaan saat sholat lainnya dibaca dengan suara keras.
(azn/fds)
Komentar Terbanyak
Ustaz Khalid Basalamah Buka Suara Usai Dipanggil KPK
Naudzubillah! Ini Ciri-ciri Wanita yang Jadi Pengikut Dajjal pada Akhir Zaman
Kemenag Imbau Masyarakat Tak Usir Anak-Anak yang Berisik di Masjid